Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, memiliki rencana untuk mengurangi pengiriman atau ekspor barang ke luar negeri.
chip
kecerdasan buatan (AI) ke Malaysia dan Thailand. Langkah ini diambil guna mencegah dugaan penyelundupan chip ke Cina melalui negara ketiga.
Rancangan aturan yang tengah disiapkan oleh Departemen Perdagangan AS akan mewajibkan penjualan chip AI ke kedua negara Asia Tenggara itu hanya dilakukan setelah mendapat persetujuan resmi dari pemerintah AS. Meski demikian, aturan ini belum final dan masih bisa mengalami perubahan.
Kami berharap mitra-mitra kami dapat terus melakukan pembelian
chip
“AI, selama penggunaannya diawasi oleh operator pusat data dari Amerika Serikat yang sudah mendapatkan izin,” kata Secretary of Commerce AS, Howard Lutnick, dalam kesaksiannya di depan Kongres AS beberapa waktu lalu, dilaporkan oleh Bloomberg News, Jumat (4/7).
Kebijakan ini muncul dalam kondisi khawatir bahwa Tiongkok, yang sudah dilarang mendapatkan prosesor AI mutakhir sejak tahun 2022, masih dapat memperolehnya secara tak langsung lewat mitranya di wilayah ASEAN.
- Spesifikasi Tecno Pova 7 5G, Pova 7 Ultra 5G, Pova Curve 5G, Harga Rp 2 Jutaan
- Komisi Digital Bersiap Membuat Sistem Peringkat dan Menetapkan Batasan Umur bagi Game Online yang Dikhususkan untuk Anak-anak
- Kondisi udara Kota Bandung menjadi terburuk di Nusantara pagi ini
Selain itu, rencana pembatasan ke Malaysia dan Thailand disiapkan bersamaan dengan rencana pencabutan AI Diffusion Rule, kebijakan era Presiden Joe Biden yang sebelumnya mengatur penyebaran teknologi AI. Aturan itu menuai protes dari sekutu AS dan sejumlah perusahaan teknologi karena dianggap terlalu luas dan tidak fleksibel.
Jika disahkan, aturan baru era Trump akan menggantikan kerangka kerja sebelumnya. Pemerintah AS juga masih mengevaluasi apakah pembatasan serupa akan diberlakukan ke negara lain di luar Malaysia dan Thailand.
Namun produsen
chip
Nvidia Corp enggan memberikan komentar mengenai kebijakan tersebut. Sebelumnya, CEO Nvidia, Jensen Huang, menyatakan bahwa hingga saat ini belum ditemukan adanya bukti terkait penyaluran chip AI kepada pihak yang tidak memiliki wewenang, meskipun pernyataannya tidak merujuk langsung pada nama suatu negara.
Mengapa Malaysia dan Thailand menjadi tujuan?
Malaysia kini tengah mendapat perhatian luar biasa akibat peningkatan jumlah pengiriman chip AI ke negara tersebut dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini semakin kuat setelah munculnya investasi besar dari perusahaan internasional seperti Oracle Corp yang mengembangkan pusat data baru di Malaysia.
Meski pemerintah Malaysia mengklaim telah memperketat pengawasan impor semikonduktor, AS tetap mengkhawatirkan potensi kebocoran teknologi ke Cina.
Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Di Singapura, tiga orang didakwa memalsukan tujuan pengiriman server AI yang awalnya dikirim ke Malaysia. Perangkat tersebut diduga mengandung chip produksi Nvidia, meski perusahaan asal AS itu tidak terlibat dalam kasus hukum tersebut.
Di sisi lain, pemerintah Thailand menyatakan masih menunggu kejelasan dari Washington terkait rencana pembatasan ini. Sementara Kementerian Investasi, Perdagangan, dan Industri Malaysia menekankan pentingnya kepastian regulasi dalam mendukung perkembangan sektor teknologi nasional.
Rancangan aturan AS juga akan memberikan pengecualian kepada perusahaan-perusahaan asal AS dan negara sekutu, agar mereka tetap dapat mengirim chip tanpa memerlukan izin khusus selama masa transisi.
Meski begitu, AS mengaku tetap berupaya menghindari gangguan rantai pasok global. Pasalnya, sebagian besar perusahaan semikonduktor dunia masih bergantung pada fasilitas di Asia Tenggara untuk proses penting seperti pengemasan
chip
sebelum dimanfaatkan pada alat elektronik.

