Tren Penggunaan AI dalam Kesehatan Mental
Di tengah perkembangan teknologi yang pesat, Artificial Intelligence (AI) kini semakin dipilih sebagai pilihan aman dan netral untuk berbagi masalah. Menurut survei Populix yang melibatkan 1.100 responden berusia 17–44 tahun dari seluruh Indonesia, sebanyak 41 persen responden menggunakan AI untuk membicarakan kesehatan mental dan stres. Sementara itu, 40 persen responden lainnya menceritakan kehidupan serta pengalaman pribadi mereka kepada AI.
Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (FP Ubaya) menggelar kuliah tamu pada Senin (8/12) yang menghadirkan Prof. Claudi L. Bockting, PhD., profesor psikiatri psikologi klinis sekaligus direktur Centre for Urban Mental Health University of Amsterdam. Dengan tema “Digital Intervention and AI for Common Mental Health Problems”, Prof. Claudi menjelaskan bagaimana intervensi kecerdasan buatan dapat digunakan dalam penanganan kesehatan mental masyarakat perkotaan.
Data yang Mengkhawatirkan tentang Kesehatan Mental
Prof. Claudi memaparkan data yang menunjukkan kondisi kesehatan mental manusia di era modern. Sebesar 68% masyarakat dunia tinggal di perkotaan, yang berkaitan erat dengan prevalensi gangguan mental. Berdasarkan data dari WHO (World Health Organization), sebanyak 16 juta masyarakat Indonesia menderita gangguan depresi yang perlu ditangani secara serius.
Sayangnya, penanganan gangguan kesehatan mental di negara dengan pendapatan menengah ke bawah seperti Indonesia masih sangat jauh dari kebutuhan. Bahkan, diperkirakan sebesar 90% penderita belum mendapatkan penanganan yang layak.
Solusi yang Ditawarkan
Untuk mengatasi tantangan ini, salah satu solusi yang disarankan adalah penanganan oleh tenaga non-spesialis yang dibimbing oleh tenaga profesional serta pemanfaatan teknologi dalam efisiensi proses penanganan. Prof. Claudi menjelaskan bahwa terapi perilaku berbasis internet bisa diterapkan dengan menempatkan konsultan di bawah pengawasan psikolog klinis. Penderita akan berkomunikasi dua arah dengan konsultan dari jarak jauh melalui internet. Psikolog klinis bertugas mengawasi konsultan dan hanya menangani pasien dalam kondisi yang membahayakan.
Setelah dilakukan simulasi terhadap 313 partisipan di Indonesia dan WNI di luar negeri, ditemukan hasil berupa penurunan gangguan dan gejala depresi serta peningkatan peluang remisi hingga 50 persen. Keberadaan AI juga berpeluang untuk dilibatkan dalam proses konsultasi, sehingga lebih banyak penderita yang dapat ditangani tanpa menambah beban kerja para tenaga profesional. Namun, hal ini masih membutuhkan pengkajian dan pengembangan lebih lanjut, khususnya dalam hal kerahasiaan dan keamanan data, kontrol reaksi dan jawaban yang diberikan, serta kemungkinan kemunculan efek samping lainnya.
Peran Manusia dalam Proses Penanganan
Meskipun memiliki potensi pemanfaatan yang sangat baik, jangan sampai kebutuhan psikologis manusia sepenuhnya bergantung pada kecerdasan buatan untuk menghindari dampak-dampak yang tidak diinginkan. Untuk meminimalisir dampak negatif tersebut, dapat dilakukan dengan melibatkan manusia dalam prosesnya. Hal ini penting agar setiap individu tetap merasa didengar dan dipahami, meskipun teknologi menjadi alat pendukung utama.

