Jumat, Desember 5, 2025
BerandaUncategorized6 Cara Orangtua Bantu Anak Pulih dari Trauma Deepfake Porno

6 Cara Orangtua Bantu Anak Pulih dari Trauma Deepfake Porno

Peran Orangtua dalam Mendukung Anak yang Terdampak Video Deepfake

Kasus video deepfake AI yang menimpa seorang guru dan beberapa siswa SMAN 11 Semarang memicu kekhawatiran publik. Aksi penyebaran video hasil manipulasi wajah menggunakan teknologi AI dilakukan oleh alumni sekolah tersebut, Chiko Radityatama Agung Putra. Tidak hanya merugikan korban secara sosial, kasus ini juga meninggalkan luka psikologis mendalam.

Video bermuatan pornografi itu menyebar luas di media sosial. Para korban melaporkan kejadian ini ke Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jawa Tengah. Di tengah dampak emosional yang ditimbulkan, psikolog Meity Arianty menekankan pentingnya peran orangtua dalam membantu anak yang menjadi korban atau terdampak kasus serupa untuk pulih secara mental.

Langkah-Langkah yang Bisa Dilakukan Orangtua

1. Dengarkan Anak Tanpa Menghakimi

Langkah pertama yang perlu dilakukan orangtua adalah menciptakan ruang aman bagi anak untuk bercerita. Orangtua harus memberikan dukungan emosional dengan menciptakan lingkungan yang aman dan penuh pengertian. Ketika anak mengalami kejadian traumatis, respons awal orangtua sangat berpengaruh pada proses pemulihan.

Alih-alih langsung memberikan nasihat atau menuntut penjelasan, sebaiknya orangtua mendengarkan dengan empati. Langkah pertama adalah mendengarkan tanpa menghakimi, memberikan anak kesempatan untuk mengungkapkan perasaan dan pengalaman mereka secara terbuka. Dengan mendengarkan secara aktif, anak akan merasa diterima dan lebih berani menghadapi perasaan takut, malu, atau marah yang muncul akibat kejadian tersebut.

2. Berikan Dukungan Emosional yang Konsisten

Pemulihan mental anak tidak bisa terjadi dalam waktu singkat. Orangtua perlu hadir secara konsisten dan menunjukkan bahwa mereka peduli. Meity menekankan pentingnya memberikan validasi terhadap emosi anak. Hindari komentar yang meremehkan seperti “Sudah, lupakan saja”, karena hal itu bisa membuat anak merasa tidak dimengerti.

Dukungan yang konsisten membantu anak merasa aman dan yakin bahwa mereka tidak sendirian menghadapi situasi sulit ini. Bahkan, pelukan, perhatian, dan kehadiran yang tenang dari orangtua dapat menjadi bentuk terapi sederhana yang efektif bagi anak yang sedang berjuang memulihkan diri.

3. Libatkan Profesional Kesehatan Mental

Ketika anak menunjukkan tanda-tanda stres berat, seperti sulit tidur, kehilangan nafsu makan, menarik diri, atau sering menangis, orangtua perlu segera mencari bantuan profesional. Orangtua juga harus mencari bantuan profesional, seperti psikolog atau konselor, untuk membantu anak mengatasi dampak emosional dan psikologis dari trauma tersebut.

Psikolog dapat membantu anak memproses pengalaman traumatis, mengenali emosinya, dan membangun kembali rasa aman yang sempat hilang. Pendekatan terapi yang tepat juga dapat mencegah trauma berkembang menjadi gangguan mental yang lebih serius seperti depresi atau PTSD.

4. Bekerja Sama dengan Sekolah dan Pihak Berwenang

Kasus video deepfake tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga memerlukan penanganan sistematis dari lingkungan sosial anak. Orangtua perlu bekerja sama dengan pihak sekolah, pihak berwajib, atau penyedia platform digital untuk menghentikan penyebaran konten tersebut dan melaporkannya kepada otoritas yang berwenang.

Kerja sama ini penting agar anak merasa dilindungi, bukan disalahkan. Dengan adanya dukungan dari lingkungan sekolah dan hukum, proses pemulihan bisa berjalan lebih cepat karena korban merasa mendapatkan keadilan dan keamanan.

5. Edukasi Anak tentang Privasi dan Etika Digital

Kasus di Semarang menjadi pengingat bahwa literasi digital sangat penting di era teknologi canggih seperti sekarang. Orangtua perlu membekali anak dengan pemahaman tentang keamanan data pribadi dan batasan dalam penggunaan teknologi.

Memberikan edukasi tentang privasi digital dan cara menghindari risiko di dunia maya juga penting agar anak merasa lebih terlindungi di masa depan. Anak perlu memahami konsekuensi membagikan foto pribadi, data identitas, atau informasi sensitif di ruang publik. Edukasi ini bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk membangun kesadaran agar anak lebih bijak menggunakan teknologi.

6. Dukung Proses Pemulihan Anak Secara Bertahap

Lebih lanjut, Meity menilai, trauma akibat penyalahgunaan teknologi seperti deepfake membutuhkan waktu untuk pulih. Tidak semua anak mampu bangkit dengan cepat, karena setiap individu memiliki tingkat ketahanan psikologis yang berbeda.

Proses pemulihan memerlukan waktu, namun dengan dukungan yang tepat, anak dapat merasa lebih kuat dan kembali membangun rasa percaya diri mereka. Orangtua diharapkan terus mendampingi, memantau perubahan emosi anak, dan memberi apresiasi atas setiap langkah kecil dalam proses pemulihan.

Kasus video deepfake di Semarang menjadi pelajaran penting bahwa teknologi canggih bisa berdampak buruk bila disalahgunakan. Namun, dengan empati, dukungan emosional dari orangtua, anak dapat lebih siap menghadapi dunia digital tanpa kehilangan rasa aman maupun kepercayaan dirinya.

zonagadget
zonagadgethttps://www.zonagadget.co.id/
Berikan ilmu yang kamu punya, niscaya kamu akan mendapatkan yang lebih
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

New Post

Most Popular