Kementerian Komunikasi dan Digital Terus Perkuat Evaluasi Pengembangan Kecerdasan Buatan
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) terus berupaya meningkatkan mekanisme evaluasi dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI) nasional. Tujuan utamanya adalah memastikan inovasi AI tumbuh sejalan dengan prinsip etika. Mekanisme ini diwujudkan melalui pedoman etika yang sedang disiapkan oleh pemerintah, termasuk sistem pelaporan insiden yang mendorong pemantauan mandiri atau self-assessment oleh pengembang AI.
Direktur Kecerdasan Artifisial dan Ekosistem Teknologi Baru Kemkomdigi, Aju Widya Sari, menyatakan bahwa evaluasi penerapan pedoman etika akan dilakukan secara bertahap untuk memastikan tata kelola AI yang etis dan bertanggung jawab. Ia menegaskan bahwa komitmen pemerintah tidak hanya berhenti pada penerbitan pedoman, tetapi juga terus mengembangkan mekanisme evaluasi.
Langkah-Langkah Strategis untuk Pengembangan AI Nasional
Untuk memastikan pengembangan AI sesuai dengan norma etika global, Komdigi telah menyiapkan Buku Putih Peta Jalan AI Nasional. Dokumen ini menjadi panduan strategis dalam mengatur teknologi baru tersebut. Selain itu, pemerintah juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti lembaga penelitian, industri swasta, dan akademisi, dalam proses pengembangan AI.
Aju menjelaskan bahwa harmonisasi kebijakan dan penguatan kolaborasi antar pemangku kepentingan menjadi kunci dalam memastikan inovasi AI berkembang seiring dengan isu etika AI secara global. Ia menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak agar AI dapat digunakan secara bertanggung jawab dan bermanfaat bagi masyarakat.
Prinsip Etika dalam Pengembangan Kecerdasan Buatan
Dalam draf Pedoman Etika KA, beberapa prinsip etika yang harus dipatuhi oleh pengembang AI mencakup inklusivitas, kemanusiaan, keamanan, aksesibilitas, transparansi, kredibilitas, akuntabilitas, perlindungan data pribadi, pembangunan berkelanjutan, serta kekayaan intelektual. Prinsip-prinsip ini menjadi acuan bagi pengembang AI untuk memahami dampak dari penggunaan teknologi ini terhadap hak-hak dasar manusia.
Penerapan nilai-nilai etika ini memberikan tiga manfaat utama, yaitu keberlanjutan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dalam konteks ekonomi, AI dapat menghadirkan inovasi yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Dalam aspek sosial, AI bisa membantu membangun masyarakat yang lebih adil dan inklusif. Sedangkan dalam lingkungan, penggunaan AI yang etis dapat mendukung pembangunan berkelanjutan.
Indonesia Berupaya Percepat Implementasi RAM Etika AI
Indonesia aktif dalam melobi negara-negara lain untuk mempercepat pelaksanaan Readiness Assessment Methodology (RAM) tentang Panduan Etika Artificial Intelligence (AI). Tujuan dari RAM ini adalah mencegah penyalahgunaan AI di masa depan. RAM Etika AI merupakan panduan yang dirancang oleh UNESCO, dengan tujuan memastikan penggunaan AI tidak menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup umat manusia.
Dalam upaya tersebut, Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengadakan pertemuan dengan negara-negara anggota ASEAN dan Asia Pasifik. Pertemuan ini berlangsung dalam sesi makan siang di Brdo Congress Centre, Slovenia. Nezar menekankan bahwa tidak ada negara yang boleh dominan dalam mengatur pengembangan AI, karena teknologi ini berdampak pada seluruh umat manusia. Ia menegaskan pentingnya prinsip “no one left behind” dalam kerja sama internasional.
Saat ini, belum semua negara di kawasan ASEAN dan Asia Pasifik siap melaksanakan panduan etika AI yang ditetapkan oleh UNESCO. Namun, Indonesia tetap berkomitmen untuk responsif dan siap bekerja sama dengan negara-negara ASEAN yang memiliki keinginan untuk menerapkan RAM panduan etika AI. Nezar menambahkan bahwa kolaborasi kuat antar negara diperlukan, termasuk dalam meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di masing-masing negara terkait perkembangan mutakhir tata kelola AI.
