Jumat, Desember 5, 2025
Berandaartificial intelligenceMenkomdigi pada "Machines Can See": Masa Depan AI Lebih dari Sekadar Monopol...

Menkomdigi pada “Machines Can See”: Masa Depan AI Lebih dari Sekadar Monopol Negara


JAKARTA, Zona Gadget

– Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, tampil sebagai pembicara utama dalam konferensi teknologi internasional “Machines Can See 2025” dan menyatakan bahwa era mendatang dari kecerdasan buatan (AI) akan merentangi batasan nasional untuk mencakup seluruh negara dunia.

“Masalah masa depan kecerdasan buatan adalah milik seluruh masyarakat, bukan monopoli beberapa negara,” ujar Meutya Hafid seperti dikemukakan Komdig melalui rilis pers di laman webnya yang dirujuk pada hari Sabtu (26/4/2025).

Politisi dari Partai Golkar menyebutkan bahwa masa depan kecerdasan buatan (AI) tidak hanya milik sebagian kecil negara, tetapi merupakan warisan bersama seluruh umat manusia. Pada diskusi panel dengan judul “Dibutuhkan: AI untuk Menjaring dan Mempertahankan Bakat di Negara Ini,” Meutya mendorong pentingnya mengembangkan lingkungan AI yang bermanfaat secara etis, inklusif, serta mencerminkan keragaman global.

“Teknologi seharusnya menggambarkan keragaman di seluruh dunia, tidak hanya untuk segelintir orang saja,” jelas Meutya.

Meutya menekankan bahwa Indonesia sedang berada dalam fase yang sangat strategis secara demografis, digital, dan geopolitik.

Dengan lebih dari 212 juta pengguna internet aktif dan status sebagai negara berpenduduk keempat terbanyak di dunia, Indonesia berkomitmen untuk menjadi bagian aktif dalam membentuk masa depan teknologi global.

Meutya juga menggarisbawahi kesamaan pendekatan yang dibangun Indonesia bersama negara-negara BRICS dalam menciptakan ekosistem AI yang bertanggung jawab.

Fokus utamanya mencakup kesetaraan akses, penguatan perspektif global selatan, dan pemanfaatan AI untuk menjawab tantangan nyata masyarakat.

“Inisiatif Indonesia dengan dialog BRICS semakin mencakup isu-isu seperti menjembatani kesenjangan digital, memajukan solusi pedesaan yang cerdas, dan menjaga kedaulatan data, seperti pemantauan bencana berbasis AI, pertanian cerdas, dan diagnostik kesehatan jarak jauh,” ucapnya.

Meutya menjelaskan bahwa pendidikan, ketahanan pangan dan penyediaan layanan publik menjadi tiga aspek yang mendapat perhatian besar dari pemerintah Indonesia.

Pemerintah sedang mengembangkan sebuah aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan ketahanan pangan dan juga mendesain sistem proteksi sosial. Aplikasi ini direncanakan akan dirilis di bulan Agustus tahun 2025. Selanjutnya, ada program pengecekan kesehatan secara cuma-cuma yang menjadi bagian dari upaya penyediaan fasilitas umum bagi masyarakat. Di samping itu, mereka bertujuan melatih sebanyak sembilan juta orang dalam bidang teknologi informasi menjelang tahun 2030.

“Keselamatan pangan adalah prioritas utama bagi Presiden Prabowo, khususnya dalam konteks kondisi geopolitik sekarang. Selain itu, pendidikan adalah dasar kepercayaan negara Indonesia, karena kami yakin melalui AI, orang-orang yang menciptakan dan memprogram AI tersebut haruslah memiliki pengetahuan yang lebih luas,” jelas Meutya.

Di bidang infrastruktur digital, Meutya menyebut tantangan besar dalam menghubungkan 17.000 pulau Indonesia secara merata.

Pemerintah kini sedang menyiapkan pelelangan spektrum 2,6 dan 3,5 gigahertz serta memperluas jaringan serat optik dan kabel bawah laut.

Tindakan tambahan yang diambil meliputi penyatuan sektor perusahaan telekomunikasi serta pembinaan sentra data dalam negeri dengan kapabilitas terbatas guna memfasilitasi penyisipan kecerdasan buatan secara efektif.

“Ini sebuah kemajuan, tetapi tetap mengingatkan kita tentang skala tantangan untuk membangun konektivitas yang cepat dan andal di 17.000 pulau di Indonesia,” ucapnya.

Isu diaspora digital juga menjadi perhatian. Meutya menyampaikan bahwa sekitar delapan juta warga negara Indonesia kini tinggal di luar negeri, termasuk 20.000 di antaranya yang bekerja di Silicon Valley.

“Jadi mereka sekarang berkecimpung dalam bidang inovasi perangkat lunak AI, sementara banyak dari mereka mungkin tidak lagi terhubung erat dengan lanskap domestik Indonesia, tetapi kami masih melihat mereka sebagai bagian dari kekuatan nasional kami. Kami lebih suka menggunakan istilah brain link daripada brain drain,” terangnya.

Dalam rangka mendorong semangat inklusivitas, Indonesia saat ini sedang merancang sentra-sentra unggul AI di berbagai wilayah seperti Bandung, Surabaya, serta Papua.

“Membangun sentra unggul AI di Papua sangat krusial bagi masyarakat Indonesia agar bisa membuktikan bahwa dalam konteks AI, kami mempercayai bahwa inklusivitas sungguhlah penting,” jelas Meutya.

Forum “Machines Can See 2025” merupakan platform penting bagi Indonesia guna menggarisbawahi bahwa masa depan kecerdasan buatan tidak boleh hanya dimiliki oleh satu negara atau wilayah saja, tetapi perlu dirancang secara bersama-sama berlandaskan prinsip-prinsip kesetaraan, kepemilikan yang adil, serta keragaman.

zonagadget
zonagadgethttps://www.zonagadget.co.id/
Berikan ilmu yang kamu punya, niscaya kamu akan mendapatkan yang lebih
RELATED ARTICLES

New Post

Most Popular