Zona Gadget
Indonesia sedang berada di titik penting untuk mengwujudkan ambisinya sebagai bangsa dengan transformasi digital nasional. Negara ini memiliki penduduk melebihi 279 juta orang dan penyebaran pengguna internet yang sudah menembus angka 74,6% per Januari 2025. Oleh karena itu, permintaan terhadap infrastruktur digital yang handal, cepat serta aman semakin mendesak.
Lonjakan permintaan terhadap layanan cloud, kecerdasan buatan (AI), distribusi konten digital, dan konektivitas 5G, juga kian mendorong pentingnya infrastruktur dasar yaitu serat optik. Teknologi tersebut diyakini terbukti memiliki kapasitas besar, kecepatan tinggi, serta latensi rendah, menjadikannya tulang punggung konektivitas digital masa depan.
Pada pertemuan yang diselenggarakan di Jakarta pada hari Rabu (7/5), beberapa pemangku kepentingan dari industri bersama dengan Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) mengulas tentang pentingnya kabel serat optik bagi perkembangan digital di Indonesia. Pertemuan ini juga menyinggung berbagai hambatan yang ada dan mempromosikan metode baru dalam pengaturan infrastruktur jaringan serat optik terbaru.
Denny Setiawan, Direksi Strategis & Kebijakan di Kementerian Komunikasi dan Infrastruktur Digital (Komdigi), menjelaskan bahwa infrastruktur digital kita perlu memiliki desain yang komprehensif. Ini mencakup mulai dari pusat data yang menjadi sumber utama untuk aktivitas digital serta kontennya, jaringan tulang punggung, hingga Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) yang berfungsi mengaitkan daerah dengan skala global.
“Luar itu, terdapat juga koridor PLN/jalan/rel berperan sebagai jalur utama penetrasi, bersama dengan jaringan FO yang mencapai tepat rumah dan lokasi layanan publik,” katanya dalam pembicaraan tersebut.
Menurut laporan dari Telecom Review Asia, perkiraannya menyebutkan bahwa pasar infrastruktur jaringan serat optik di wilayah Asia Pasifik akan mengalami pertumbuhan dengan angka Compound Annual Growth Rate (CAGR) mencapai 15,9% sampai tahun 2028. Hal tersebut menjadi indikator pentingnya prioritas serta adanya peluang signifikan untuk berinvestasi pada bidang ini.
“Tidak dapat disangkal lagi kolaborasi antara para pemain utamanya sangatlah vital. Kami yakin proyek seperti ini bisa memfasilitasi industri agar lebih mampu mendukung tujuan digitalisasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah,” ungkap Teguh Prasetya selaku Direktur Utama dari perusahaan Alita Praya Mitra saat itu juga.
Sejak 2020, Alita sudah menerapkan Sistem Manajemen Jaringan Optikal Terpadu (ONMSi) untuk memperbaiki efisiensinya serta kehandalan dalam mengurus infrastruktur serat optik. Dampak hasil penerapan ini diyakin dapat memberikan perubahan besar pada performa operasionalnya.
Sebagai contoh, kemungkinan untuk mengecilkan denda layanan dapat sampai 98% berkat pemeriksaan awal dan penyelesaian masalah dengan kecepatan lebih tinggi. Selain itu, efisiensi dalam melakukan perawatan preventif pun mampu dicapai sebesar 22%, lewat pengawasan jaringan yang bersifat proaktif serta didasarkan pada data waktu nyata.
Yang paling utama, tingkat efisiensi dalam pemeliharaan korektif mencapai 56%, berkat adanya sistem lapor otomatis yang mengurangi durasi penentuan serta perbaikan masalah. “Tindakan ini semakin menegaskan kedudukan Alita sebagai penyuplai infrastruktur digital yang responsif terhadap kemajuan teknologi dan permintaan sektor telekomunikasi kontemporer,” lanjut Teguh.
Rajesh Rao, Vice President Penjualan dari VIAVI, menjelaskan pada kesempatan itu bahwa perusahaannya mendukung transformasi digital di Indonesia dengan menggunakan solusi uji coba dan pemastaan kualitas yang dapat dipercaya. Ini akan membantu dalam deploymen jaringan serat berkinerja tinggi.
“Kami memberdayakan penyedia layanan dan penyedia dark fiber untuk mempercepat konektivitas, memastikan keandalan jaringan, dan mewujudkan visi Indonesia sebagai negara digital yang maju,” katanya.
Namun, urgensi membangun ekosistem digital yang menyeluruh, termasuk membangun jaringan serat optik tak lepas dari beberapa tantangan yang masih kerap dihadapi. Ketua Umum Apjatel, Jerry Siregar mengungkapkan, pembangunan serat optik masih kerap terhadang harmonisasi regulasi telekomunikasi di Indonesia.
Menurutnya, Rencana Tata Ruang Wilayah kerap tidak terinformasi kepada pemilik jaringan utilitas. Sehingga, menyebabkan penataan jaringan yang sulit terkendali. Kini, penataan jaringan yang lebih memperhatikan estetika dan keamanan kota, mulai diterapkan.
“Kami mendukung transformasi digital dan mendorong kolaborasi lintas sektor untuk mewujudkan implementasi penataan fiber optic yang lebih baik dan terstandarisasi,” ujar Jerry. Berbagai rencana strategis pembangunan pun kini dilakukan untuk meminimalkan kerusakan jaringan yang telah tertata.

