INDOBALINEWS
– Sebanyak 10 inovasi dari berbagai wilayah di Indonesia dipamerkan pada acara Tradisi Temu Teknologi di Desa Wisata Serangan, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, pada tanggal 18 Mei 2025. Karya-karya tersebut menggabungkan kearifan lokal dengan teknologi tradisional sederhana yang sangat bermanfaat untuk masyarakat tetapi hampir punah akibat kurangnya dokumentasi.
Teknologi tradisional yang berasal dari warisan budaya lokal masyarakat telah terbukti memenuhi empat keperluan pokok, yakni pakaian, makanan, tempat tinggal, serta kesejahteraan. Pada pertemuan Tradisi Temu Teknologi tersebut, para pencipta seperti contohnya mengenalkan perlengkapan untuk mengeringkan ikan, mesin pemintal serat, zat warna alamiah, peralatan penangkap ikan, sampai desain rumah adat yang telah diperbarui dengan cara-cara baru dan modern.
Acara Tradisi Temu Teknologi diinisiasi dan difasilitasi sejumlah yayasan dan lembaga, di antaranya, Pratisara Bumi Foundation, Fab Lab Bali, dan Culture Art Science Technology (CAST) Foundation. Kegiatan didukung beberapa instansi dan lembaga, antara lain, Lingkar Temu Kabupaten Lestari, Women’s Earth Alliance, dan Politeknik Negeri Bali. Inovasi-inovasi yang ditampilkan masih berupa purwarupa (prototipe), yang dimungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut.
Co founder
CAST Foundation oleh Wan Zaleha Radzi mengatakan bahwa teknologi milik masyarakat adat pada dasarnya sesuai dengan ekosistem sekitarnya. Teknologi ini lebih dari sekedar sisa zaman dahulu; mereka jadi fondasi untuk menciptakan inovasi baru yang berkelanjutan. “Di CAST Foundation kami terus mendukung penciptaan teknologi hijau yang memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan harmoni antara alam dan kehidupan manusia,” ungkap Wan Zaleha.

Pertunjukan Tradisi Temu Teknologi pada Hari Minggu, 18 Mei, akan mempersembahkan hasil kerja para pemenang yang dipilih dalam rangkaian program tersebut.
Traditional Technology Innovators Residence and Hackathon
, yang dimulai sejak Desember 2024. Awal program itu menghasilkan 20 inovasi yang berasal dari 20 duta daerah dari seluruh Indonesia. Setelah melalui tahapan kelas persiapan riset, pendampingan, dan residensi, terpilih 10 inovasi dari 10 daerah di Indonesia, yang ditampilkan di acara Tradisi Temu Teknologi itu.
Satu di antaranya adalah inisiatif Salamun Tujuh Living Heritage, yang dipresentasikan oleh Abdul Muiz (22), seorang pemuda berasal dari Mempawah, Kalimantan Barat. Abdul Muiz merayakan kebiasaan tulisan ayat-ayat Al-Quran dengan menggunakan sumber daya alami seperti contohnya pensil berbahan dasar kayu serta dedaunan hanjuang atau disebut juga sebagai andong. Ia pun menyusuri jalan lebih lanjut dalam mewujudkannya.
media toolkit
dan
community hub
maka tradisi Salamun Tujuh bisa ditemukan oleh kalangan remaja dan masih sesuai untuk beragam usia.
Deviani Gustia Reski (30), berasal dari Aceh Selatan, Aceh, mengenalkan terobosannya pada alat pengering ikan tradisional. Ia menciptakan perangkat pengering ikan yang sederhana dan user-friendly serta meningkatkan efisiensi dalam tahapan pemanasan atau keringanan ikan. Terobosan Deviani dinamai sebagai Pengering Eungkot Kayee, yakni suatu sistem pengering portable yang memakai plastik UV.
Co founder
/
Chairperson
Pratisara Bumi Foundation (PBF)/Yayasan Pratisara Bumi Lestari Saniy Amalia Priscila mengatakan, program
Residensi dan Pekan Hackathon untuk Tokoh Inovator dalam Teknologi Tradisional
bertujuan memantik semangat kalangan muda untuk mengenali pengetahuan tradisional dan teknologi tradisional kemudian berinovasi untuk mengembangkan teknologi tradisional dalam upaya mengatasi permasalahan lingkungan, terutama dampak perubahan iklim.

“Bangsa Indonesia kaya dengan beragam pengetahuan tradisional, termasuk teknologi tradisional,” kata Saniy Amalia dalam acara Tradisi Temu Teknologi di Desa Wisata Serangan, Kota Denpasar, Minggu. Saniy Amalia menambahkan, inovasi yang ditampilkan dalam pameran Tradisi Temu Teknologi masih berupa purwarupa, namun inovasi itu sudah dapat digunakan dan berpotensi untuk dikembangkan sehingga dapat digunakan di daerah lain yang memiliki kondisi serupa.
Laboratorium Ahli, Penelitian Desain – Biomaterials Fab Lab Bali Tafia Sabila mengungkapkan program
Traditional Technology Innovators Residence and Hackathon
mengajak generasi muda untuk mendalami kembali pengetahuan dan teknologi tradisional untuk membawa pengetahuan dan teknologi warisan leluhur sesuai dengan kemajuan dan perkembangan zaman dengan berbasis pengetahuan ekologi tradisional (
Traditional Ecological Knowledge
/TEK).
Executive Director
Meaningful Design Group Bali – Fab Lab Tomas Diez menambahkan, pendekatan secara lokalitas menjadi penting dalam program Traditional Technology Innovators Residence and Hackathon, yang kemudian menghasilkan inovasi-inovasi berbasis kearifan lokal dan teknologi tradisional. “Setiap orang dapat berinovasi dan inovasi itu dapat digunakan secara meluas,” kata Tomas. “Kami juga melihat potensi pengembangannya untuk industri,” pungkasnya. ***

