Dalam 20 tahun ke depan, 43% pekerjaan di Korea Selatan bakal digantikan oleh sistem otomatisasi. Artinya, toko, bar, atau kafe akan beroperasi tanpa staf pramusaji atau pelayan. Proses otomatisasi itu sudah dimulai dari sekarang, tapi sebetulnya apa untung dan rugi sistem ini?
Saya ingin sekali makan camilan. Namun, waktu telah menunjukkan lewat tengah malam di pinggiran Kota Seoul, Korea Selatan.
Meski sudah larut malam, tidak masalah. Karena di seberang jalan apartemen saya, ada tiga toko swalayan yang buka 24 jam.
Toko yang saya kunjungi merupakan sebuah gerai ice cream. Di sana terdapat beberapa display freezer yang dipenuhi oleh beragam jenis eskrim. Hal yang sedikit membingungkan bagi saya ialah kurang adanya kehadiran security store ataupun staff toko disini.
Hanya ada jejeran produk yang dipajang dalam kios otomatis tempat pembeli membayar barang belanjaan.
Saya cukup ambil saja yang diinginkan dan bayar sebelum keluar.
Pada blok yang sama seperti toko tersebut, terdapat sebuah kios yang menawarkan perlengkapan tulis, makanan untuk hewan peliharaan, dan bahkan sushi. Sama halnya dengan tempat lain, semua area itu tampak sepi tanpa adanya staf yang kelihatan.
Di wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi di tengah kota, terdapat pula sebuah bar yang tidak mempekerjakan staf.
“Untuk mengoperasikan bar sebesar ini dan mendapatkan laba, saya semestinya mempekerjakan 12 hingga 15 staf, namun saya hanya membutuhkan dua orang,” ujar Kim Sung-rea, pendiri bar tanpa staf bernama Sool 24, yang berarti minuman beralkohol 24 jam.
Ia bilang keputusan itu memberinya waktu untuk fokus pada bisnis lain.
Dia dulu mengoperasikan bar di dekat area sini, tetapi ketika pendapatan tidak memenuhi harapan, ia beralih ke sistem tanpa staf. Alhasil profit yang didapatnya kini meningkat.
Angka kelahiran anak-anak terus menurun
Rendahnya tingkat kelahiran dalam beberapa dekade terakhir serta kenaikan upah telah mendorong pengembangan sistem otonomi tersebut.
Republik Korea mencatat angka fertilitas global termiskin bumi ini. Rata-rata jumlah bayi yang dikandung dan lahir oleh setiap wanita selama hayat mereka menurun hingga ke titik 0,72 pada tahun 2023 lalu beranjak tipis menjadi 0,75 pada tahun 2024.
Untuk mempertahankan populasi agar stabil, tingkat penggantian kesuburan setidaknya harus 2,1—angka itu terakhir kali dicapai Korea Selatan pada 1982.
Tingkat penggantian kesuburan (
replacement fertility rate
) adalah tingkat kesuburan saat jumlah kelahiran cukup untuk menggantikan orang-orang yang meninggal atau meninggalkan suatu komunitas.

Ini berarti, jumlah orang yang memasuki pasar tenaga kerja telah menurun. Adapun upah minimum telah naik dengan stabil sejak tahun 2000.
- Korea Selatan mengalami tingkat kelahiran terendah di dunia – Mengapa bayi di sana sedikit?
- Gerakan perempuan Korsel tanpa seks, tanpa kencan, tanpa menikah, dan tanpa anak, menyebar ke AS
- Angka pernikahan rendah di Korsel, biro jodoh dan pemerintah jadi ‘Mak Comblang’
Untuk pengusaha seperti Kim Sung-rea, hal itu berarti ia harus mengeluarkan sekitar 7 dolar AS (atau setara dengan Rp115.000) per jam untuk mendapatkan layanan karyawan.
“Alasannya terutama bukan memiliki pekerja dikarenakan kenaikan upah minimum. Untuk menyelesaikannya ada dua metode yaitu dengan menggunakan teknologi robotika ataupun automasi lalu setelah itu melakukan PHK,” ungkap Kim.
Agar bisa mengoperasikan robot dibutuhkan biaya tambahan serta tempat yang lebih luas, sehingga ia memilih untuk memiliki toko tanpa pegawai.
Namun, situasi pandemi Covid-19 justru mempercepat transformasi ke arah otonomi karena dapat menekan biaya upah karyawan dan mendukung pencegahan terhadap aturan Pembatasan Sosial Berskala Luas yang ketat.

Sebagian orang berpendapat bahwa generasi tenaga kerja saat ini enggan mengerjakan tugas-tugas yang dikenal sebagai “pekerjaan 3D,” yaitu pekerjaan yang dipandang kotor, berisiko tinggi, serta melelahkan atau rendahan.
Tugas yang berkaitan dengan 3D mengacu pada pekerjaan tangan dalam sektor manufaktur, pertanian, serta perniagaan.
“Generasi muda mencoba untuk tetap berada di wilayah metropolitan dan mereka juga suka membuat usaha sendiri, mendirikan
startup
, atau mencoba untuk… mengejar pekerjaan di bidang teknologi tinggi yang gajinya juga tinggi,” papar Cho Jung-hun.
Cho Jung-hun merupakan bagian dari partai yang menguasai dewan perwakilan rakyat dan juga menjadi anggota Panitia Tetap Pendidikan.
“Tidak seperti beberapa pembuat kebijakan lainnya, saya tidak menyalahkan generasi muda kita [karena memiliki] preferensi seperti itu,” kata Cho.
“Data menunjukkan bahwa kita perlu bersiap untuk pengurangan jumlah pekerja di masa depan dan langkah teroptimalkan adalah membagi sumber daya manusia kita yang terbatas pada bidang-bidang yang memiliki nilai tertinggi,” katanya.
- Negara mana yang jam kerjanya paling panjang?
- Sugianto, ‘pahlawan’ dari Indramayu yang selamatkan warga Korea Selatan dari bencana kebakaran hutan – ‘Saya menorehkan sejarah untuk bangsa Indonesia’
Institut Penelitian Ekonomi Korea, sebuah lembaga penelitian yang didanai swasta, memperkirakan 43% pekerjaan di Korea berisiko digantikan oleh otomatisasi dalam 20 tahun ke depan.
Itu berarti peluang baru bagi orang-orang seperti Kwon Min-jae, CEO Brownie, sebuah perusahaan yang mengelola toko tanpa staf.
Dia memulai bisnisnya di akhir pandemi Covid, pada 2022.
“Kami mengelola tempat binatu tanpa staf, toko es krim, minimarket, kafe, dan toko vape,” ucapnya kepada
BBC.
“Bahkan jika toko tidak punya karyawan, toko tersebut harus tetap dibersihkan, dirawat, dan diisi kembali,” lanjut Kwon.
Mulanya, pemilik toko melakukan pekerjaan itu sendiri. Kini, perusahaan Kwon menyediakan pekerja yang bisa merawat toko-toko tersebut.
“Kami memiliki staf lokal yang bisa mengunjungi beberapa toko dalam sehari. Prioritas terbesar bagi pemilik adalah tidak berurusan dengan toko-toko dan tidak memikirkannya,” katanya kemudian.
Lebih baik mereka membayar kita sebesar US$100 (kira-kira Rp1,6 juta) hingga US$200 (setara dengan Rp3,3 juta) setiap bulannya supaya kita dapat menangani pengelolaan tokonya untuk mereka.
Kwon menyebut bahwa ia mulanya hanya menjalankan dua gerai saja, namun kini telah mengurus lebih dari seratus toko.
Sedikit kasus pencurian
Angka kemunculan tindak pencurian di Korea Selatan sangat rendah hingga semakin memperkuat kesuksesan dari gerai-gerai yang tidak menggunakan karyawan tersebut.
“Ada kejadian di mana seseorang melupakan pembayaran dan akhirnya menghubungi saya untuk menyelesaikan tagihannya,” terang Kim.
Saya belum mengetahui informasi seputar gerai-gerai yang lainnya, namun remaja disini cukup percaya diri ketika meninggalkan uang serta telepon genggam mereka hanya untuk memperoleh tempat duduk dalam bermakan.
Namun demikian, ia menyebutkan bahwa kemungkinan terdapat sejumlah kehilangan akibat perampokan di gerai tersebut; meskipun demikian, dampaknya belum mencapai tingkat yang bisa merusak usahanya secara signifikan.
Saya tak pernah betul-betulan menghitung berapa banyak barang yang diambil. Secara keseluruhan, saya enggak hilangkan jumlah dana yang signifikan, sehingga hal tersebut nggak terlalu menjadi soal.
- Mengapa semakin banyak anak muda di Korsel yang mengurung diri di kamar (bahkan tidak ke WC)
- Gaya remaja di Korea Selatan saat ini menggunakan masker sebagai mode, bukannya hanya karena pandemi COVID-19.
“Biaya untuk menghemat uang lebih besar daripada kerugiannya, dan mempekerjakan petugas keamanan akan lebih mahal daripada yang dihemat.”
Dengan kemajuan teknologi, berarti akan lebih banyak pekerjaan seperti mengemudi menjadi tidak diperlukan lagi, apalagi setelah mobil tanpa pengemudi membanjiri pasar otomotif di dunia.
Pada 2032, diperkirakan Korea Selatan akan membutuhkan lebih dari 890.000 pekerja tambahan untuk mempertahankan target pertumbuhan ekonomi jangka panjang negara tersebut sebesar 2%.
Beberapa pihak, seperti Serikat Buruh Korea Mart, merasa khawatir mengenai masa depan pasar tenaga kerja.
Namun pihak lain seperti pemilik bar tanpa staf, Kim Sung-rea, sangat optimistis tentang peluang ekonomi yang akan datang.
- Angka pernikahan rendah di Korsel, biro jodoh dan pemerintah jadi ‘Mak Comblang’
- Resep sukses Korea Selatan mendaur ulang 97% limbah makanan
- Perkembangan AI: Para pekerja yang takut digantikan kecerdasan buatan

