Jumat, Desember 5, 2025
BerandacultureMengapa Mereka Tak Pernah Tersenyum di Foto? Begini Penjelasannya Melalui Budaya, Teknologi,...

Mengapa Mereka Tak Pernah Tersenyum di Foto? Begini Penjelasannya Melalui Budaya, Teknologi, dan Psikologi


RUBLIK DEPOK

– Jika Anda pernah melihat foto-foto lawas dari abad ke-19 hingga awal abad ke-20, Anda mungkin memperhatikan bahwa hampir semua orang dalam gambar tersebut tampak serius, bahkan cenderung muram. Sangat jarang sekali kita melihat seseorang tersenyum lebar seperti dalam potret masa kini. Fenomena ini bukan sekadar kebiasaan, tetapi mencerminkan berbagai faktor sosial, budaya, psikologis, hingga teknologi pada zamannya.

Kualitas Kamera yang Masih Kurang Memadai

Alasan penting yang kerap disebutkan adalah keterbatasan kemampuan kamera di zaman dulu. Pengambilan foto saat itu membutuhkan proses yang relatif panjang. Contohnya, dengan menggunakan kamera jenis daguerreotype, seseorang harus tetap diam selama 30 detik sampai beberapa menit karena lamanya waktu eksposur cahaya. Selama periode ini, menjaga agar wajah tampak tersenyum akan membuat otot-otot muka jadi tegang dan bisa terlihat aneh. Oleh sebab itu, orang lebih suka memiliki ekspresi wajah datar atau beratangan sehingga hasil gambarnya nanti tak kelihatan kabur.

Tak hanya itu, pencahayaan juga belum secanggih sekarang. Kurangnya kemampuan kamera untuk menangkap ekspresi wajah secara jelas membuat ekspresi senyum yang samar akan sulit terbaca. Maka dari itu, ekspresi serius menjadi pilihan paling praktis.

Norma Sosial serta Pandangan terhadap Fotografi

Pada masa lalu, foto dianggap sebagai sesuatu yang sangat formal dan penting, hampir setara dengan lukisan potret bangsawan. Orang-orang tidak sembarangan difoto; biasanya hanya untuk peristiwa besar seperti pernikahan, kelahiran, atau kematian. Karenanya, mereka ingin tampil sebaik dan seserius mungkin, layaknya menghadiri upacara resmi.

Senyum yang lebar atau tawa terbuka pada masa itu sering dikaitkan dengan perilaku yang tidak sopan, atau dianggap kurang berkelas, terutama dalam budaya Barat. Hal ini membuat banyak orang merasa tidak pantas untuk tersenyum dalam foto.

Faktor-faktor Kebudayaan dan Tingkat Sosial

Di era Victoria dan awal abad ke-20, ekspresi wajah juga menjadi simbol status sosial. Menampilkan senyum lebar dianggap sebagai hal yang tidak elegan atau hanya dilakukan oleh kalangan pekerja atau rakyat biasa. Kaum bangsawan atau kelas menengah atas cenderung menampilkan wajah tenang, tegas, dan bermartabat dalam potret mereka.

Terdapat pandangan bahwa makin serius ekspresi seseorang, maka akan tampak lebih bijaksana, cerdas, dan berwenang. Sedangkan senyuman, khususnya yang sangat lebar, dipandang bisa menunjukkan kurangnya keseriusan atau sikap anak-anak.

Kondisi Kesehatan dan Estetika Gigi

Tersenyum di zaman dahulu sering kali dibayangi oleh masalah kesehatan gigi. Pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, perawatan gigi masih jauh dari standar modern kita saat ini. Kondisi banyaknya gigi yang rusak, berlubang, atau tata letaknya kurang baik menyebabkan orang menjadi malu untuk memamerkan senyuman mereka ketika difoto.

Karena belum ada kebiasaan menggunakan kawat gigi atau pencerminan gigi, banyak individu lebih memilih untuk menghindari tersenyum, terlebih saat sedang difoto. Mereka merasa bahwa pose foto dengan wajah yang tenang atau mulut tertutup adalah pilihan yang lebih aman dan tak akan membawa rasa malu.

Pengaruh Gaya Lukisan Klasik

Fotografi awal sangat dipengaruhi oleh gaya seni lukis potret klasik. Dalam lukisan-lukisan lama, sangat jarang terlihat tokoh yang tersenyum. Mereka biasanya digambarkan dengan ekspresi netral, tenang, dan berwibawa. Karena masyarakat terbiasa melihat pose seperti itu dalam karya seni, maka ketika fotografi muncul, gaya dan ekspresi serupa diadopsi ke dalam potret.

Orang percaya bahwa potret harus mencerminkan sisi terbaik dari seseorang dalam jangka panjang, dan senyum dianggap sebagai ekspresi yang terlalu sementara untuk diabadikan dalam medium yang langka dan mahal seperti foto.

Evolution of Smile Culture in Modern Photography

Perubahan mulai terjadi pada pertengahan abad ke-20, seiring dengan kemajuan teknologi kamera dan munculnya budaya populer. Fotografi menjadi lebih terjangkau, proses pengambilan gambar lebih cepat, dan tidak lagi terbatas pada momen-momen penting saja. Budaya senyum dalam foto pun mulai tumbuh.

Iklan, film, majalah, serta para selebritas pun mulai memperlihatkan wajah berseri-seri demi menciptakan imej yang positif. Senyuman tersebut kemudian melambangkan kegembiraan, kedekatan, dan kesediaan terbuka. Saat ini, mengambil foto sambil tersenyum telah menjadi standar, bahkan dipandang lebih unggul dalam hal mendapatkan perhatian di platform-media sosial.

Kesimpulan

Kekurangan tawa di gambar-gambar era lalu bukan disebabkan oleh kurangnya kebahagiaan, melainkan akibat gabungan unsur teknikal, aspek budaya, nilai estetik, serta pandangan masyarakat saat itu. Sejalan dengan perkembangan waktu, pemahaman tentang penampilan tersenyum dalam bidikan kamera juga mengalami transformasi seiring berjalannya waktu. Saat ini, pengambilan gambar telah menjadi hal biasa, tak seperti dahulu yang cenderung formal dan serius. Berkat kemajuan teknologi dan atmosfer sosial yang semakin inklusif, senyuman kini merupakan ungkapan paling dominan pada tiap momen difilmkan.

zonagadget
zonagadgethttps://www.zonagadget.co.id/
Berikan ilmu yang kamu punya, niscaya kamu akan mendapatkan yang lebih
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

New Post

Most Popular