Indonesia Siap Songsong Era Ekonomi Berbasis Agentic AI
Oleh Juhi McClelland
KITA saat ini berada pada momen penting dalam perkembangan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence – AI).
Meskipun large language models telah banyak menarik perhatian, kini giliran agen AI — sistem yang mampu belajar, beradaptasi, dan bertindak secara mandiri dalam alur kerja yang kompleks — yang siap membawa inovasi fase selanjutnya di dunia usaha. Hasilnya, kita akan memasuki paradigma
ekonomi yang sepenuhnya baru.
Indonesia memiliki posisi yang kuat untuk memimpin pergeseran menuju Agentic AI dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Contohnya, keberhasilan dalam negeri seperti Tokopedia dan GoTo telah menunjukkan bagaimana layanan digital mampu mengubah kehidupan sehari-hari dan membuka pasar baru, baik bagi konsumen maupun pelaku UMKM.
Platform digital berkembang pesat berkat populasi yang mengedepankan mobile-first, tingginya penetrasi media sosial, dan kemauan untuk langsung melompati infrastruktur tradisional.
Salah satunya adalah sistem QRIS di Indonesia, yang telah membawa manfaat ekonomi nyata, seperti meningkatkan akses keuangan, mendorong inklusi digital, dan melahirkan model
bisnis baru.
Namun, di balik keberhasilan berbasis platform ini, muncul kesadaran baru: platform memang kuat, tapi tidak cukup untuk mendorong gelombang produktivitas tahap selanjutnya dan menciptakan keunggulan strategis yang berkelanjutan.
Kebangkitan Agentic AI: Dari Peran Pendukung Menuju Kemandirian Penuh
Agentic AI menandai pergeseran besar dari sistem yang hanya merekomendasikan atau
mengotomatisasikan tugas, menuju sistem yang mampu bertindak secara mandiri atas nama pengguna atau organisasi.
Berbeda dengan otomasi tradisional yang bersifat statis dan berbasis aturan tetap, agen
AI berorientasi pada tujuan, memahami konteks, dan mampu membuat keputusan secara dinamis dan real-time. Mereka menjadi batas baru atau frontier dalam kecerdasan perusahaan, melampaui sekadar efisiensi, menuju kemandirian sejati dalam pengambilan keputusan.
Dengan proyeksi lebih dari satu miliar aplikasi pada tahun 2028, Agen AI mulai muncul sebagai pengatur ideal, mampu menghubungkan berbagai sistem yang terpisah, mengelola alur kerja kompleks, dan memungkinkan operasi lintas platform yang mulus.
Di berbagai sektor seperti manufaktur, logistik, dan layanan keuangan, adopsi awal Agen AI sudah
menunjukkan hasil nyata.
Agen AI digunakan untuk mengalihkan jalur rantai pasok secara real-time, mengoptimalkan maintenance prediktif, serta melakukan deteksi penipuan, hingga memastikan
kepatuhan regulasi secara otomatis.
Sementara di sektor publik, Agen AI mulai membantu meningkatkan efisiensi, meningkatkan layanan masyarakat, dan mendukung operasional pemerintah, terutama di bidang-bidang di mana pengambilan keputusan oleh manusia sering mengalami kewalahan oleh kompleksitas data dan tekanan waktu.
Namun, jalan menuju penerapan agen AI secara luas bukanlah tanpa tantangan. Skalanya tidak cukup hanya mengandalkan inovasi, namun juga memerlukan infrastruktur digital yang kokoh, tata kelola data yang baik, kerangka akuntabilitas AI yang transparan, serta integrasi mendalam antara sistem lama dan modern.
Era AI yang mandiri bisa terhambat oleh sistem yang terputus, arsitektur data yang terfragmentasi, dan lemahnya protokol tata kelola. Ini bukanlah masalah yang bisa ditunda untuk diselesaikan nanti, semua harus diantisipasi dan ditangani sejak awal.
Singkatnya, agen AI tidak dapat beroperasi di atas fondasi yang rapuh. Tanpa sistem yang terintegrasi, data yang bersih dan mudah diakses, serta tata kelola yang dapat ditegakkan, risiko dari penerapan agen AI bisa jadi lebih besar daripada manfaatnya.
Indonesia, meskipun telah menunjukkan kemajuan pesat dalam inovasi digital, kini harus mempercepat upaya pada aspek-aspek mendasar ini agar dapat memosisikan diri sebagai pemimpin dalam ekonomi dengan Agentic AI yang sedang berkembang.
Dari Ekonomi Berbasis Platform ke Platform dengan Agentic AI
Evolusi ini bukan proses yang binary. Dalam 3–5 tahun ke depan, ekonomi berbasis platform masih akan menjadi pendorong utama pertumbuhan jangka pendek, terutama di sektor yang berhadapan langsung dengan konsumen dan pelaku UMKM.
Platform-platform ini sudah mengalami peningkatan skala, menghasilkan pendapatan, dan mendapat keuntungan dari efek jaringan yang kuat.
Namun dalam 5–10 tahun ke depan, Agentic AI diperkirakan akan menjadi kekuatan yang lebih disruptif.
Mengapa? Karena tantangan berikutnya bukan lagi sekadar akses, melainkan produktivitas. Jika platform selama ini membantu dalam hal pencarian dan konektivitas, maka Agentic AI mampu mengatasi kompleksitas seperti dengan mengoordinasikan rantai pasok, mengoptimalkan performa aset, dan mempercepat pengambilan keputusan maupun tindakan.
Transformasi sesungguhnya adalah konvergensi antara kedua model ini.
Bayangkan sebuah platform finansial yang tidak hanya menawarkan layanan kredit terintegrasi, tetapi juga menggunakan agen AI untuk mengelola arus kas secara proaktif, membuat laporan kepatuhan regulasi, dan mendiversifikasi portofolio secara otomatis bagi jutaan pelaku UMKM.
Atau platform ride-hailing di mana logistik, penetapan harga, dan optimasi rute sepenuhnya dikoordinasikan oleh agen-agen otonom yang belajar secara real-time.
Pendekatan hybrid dengan platform yang diperkuat dengan agentic AI ini, berpotensi membuka efek
pertumbuhan berlipat ganda di pasar Asia Pasifik yang beragam.
Tantangan Integrasi dan Penambahan Kompleksitas dari AI
Meskipun visinya sangat menjanjikan, jalan untuk mewujudkannya tidaklah mudah. Bahkan sebelum AI hadir, integrasi lintas ekosistem bisnis—melalui API, alur kerja, dan lapisan data—sudah menjadi tantangan besar.
Kini, dengan diperkenalkannya sistem AI, khususnya agen otonom, kompleksitasnya
semakin meningkat.
Banyak perusahaan Indonesia masih dalam tahap modernisasi aplikasi lama dan migrasi pekerjaaannya ke cloud. Tanpa kontrol yang terpusat, skalabilitas platform atau AI otnomom justru bisa menjadi beban, bukan keuntungan.
Namun Agentic AI juga bisa menjadi solusi. Contohnya, platform integrasi cerdas yang kini diperkuat agen AI dapat membantu mengatur aliran data dan logika aplikasi dengan pengawasan manusia yang minimal.
Sebuah studi terbaru dari Forrester menemukan bahwa perusahaan yang menggunakan Agentic AI untuk integrasi aplikasi dan API memperoleh ROI sebesar 176 persen dalam tiga tahun.
Menatap Masa Depan: Peluang Strategis bagi Indonesia
Indonesia berada di momen yang bersejarah. Dengan populasi yang melek digital, kemitraan publikswasta yang suportif, serta ekosistem startup dan pusat inovasi yang terus berkembang, Indonesia berada dalam posisi yang sangat baik untuk menjadi pemimpin, bukan hanya dalam adopsi platform digital, namun juga dalam inovasi Agentic AI.
Jalan ke depan tidak akan bebas dari tantangan—dari ketimpangan digital dan kerangka regulasi, hingga pengembangan talenta dan penerapan AI yang etis.
Namun, peluangnya juga sangat besar: dari layanan kesehatan dan logistik yang lebih cerdas, hingga pertanian yang berkelanjutan dan inklusi finansial yang lebih luas.
Saat skala platform bertemu dengan otonomi AI, pemenangnya adalah mereka yang bisa memimpin satu orchestra yang bervariasi — bukan sekadar menghubungkan.
Dengan ini, mereka bukan hanya mendefinisikan ulang bisnis—tetapi juga menciptakan aturan main baru bagi ekonomi masa depan.
*) Juhi McClelland adalah Managing Partner, IBM Consulting Asia Pacific. Artikel ini sepenuhnya pendapat penulis.

