Jumat, Desember 5, 2025
BerandaUncategorizedParadigma Baru Kecerdasan Buatan Mira Murati

Paradigma Baru Kecerdasan Buatan Mira Murati

Perjalanan Mira Murati, Pemimpin AI yang Menolak 1 Miliar Dolar AS

Baru-baru ini, dunia teknologi dan kecerdasan buatan (AI) dihebohkan oleh berita yang mengejutkan. Mark Zuckerberg, CEO Meta, menawarkan dana sebesar 1 miliar dolar AS untuk mengakuisisi startup AI bernama Thinking Machines Lab (TML) dan merekrut seluruh timnya ke dalam proyek Superintelligence Lab milik Meta. Tawaran ini tidak hanya ditujukan kepada pendiri startup tersebut, tetapi juga kepada belasan anggota timnya, dengan paket kompensasi mencapai ratusan juta hingga miliaran dolar AS per orang.

Namun, keputusan yang mengejutkan terjadi ketika semua anggota tim, termasuk pemimpinnya, Mira Murati, menolak tawaran tersebut. Mereka memilih visi jangka panjang, independensi, dan kepercayaan pada misi mereka untuk membangun AI yang berpusat pada kemanusiaan. Penolakan ini bukan sekadar soal uang; ini adalah pernyataan tegas bahwa masa depan AI harus dibentuk dengan nilai-nilai, bukan sekadar kekayaan.

Latar Belakang Mira Murati: Dari Albania ke Silicon Valley

Mira Murati lahir sebagai Ermira Murati pada 16 Desember 1988 di Vlorë, Albania. Ia adalah seorang insinyur dan eksekutif teknologi keturunan Albania-Amerika yang telah menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh dalam dunia AI. Masa kecilnya di Albania, yang saat itu baru saja keluar dari era komunis dan menghadapi tantangan ekonomi, membentuk ketekunan dan semangatnya. Berasal dari keluarga yang tidak kaya, Murati menunjukkan bakat luar biasa sejak dini, terutama dalam matematika, di mana ia aktif berkompetisi dalam olimpiade dan lomba akademik.

Pada usia 16 tahun, ia memenangkan beasiswa United World Colleges (UWC) untuk belajar di Pearson College di Victoria, British Columbia, Kanada, dan lulus dengan gelar International Baccalaureate pada 2005. Pendidikannya berlanjut di Amerika Serikat, di mana ia mengikuti program gelar ganda, memperoleh Bachelor of Arts di bidang Matematika dari Colby College pada 2011 dan Bachelor of Engineering dari Thayer School of Engineering, Dartmouth College, pada 2012.

Karier Murati dimulai dengan magang di Goldman Sachs (2011) dan Zodiac Aerospace (2012-2013), sebelum ia bergabung dengan Tesla pada 2013 sebagai Senior Product Manager untuk Model X, di mana ia terlibat dalam pengembangan awal teknologi autopilot. Pengalaman ini memicu ketertarikannya pada AI dan interaksi manusia-komputer. Pada 2016, ia bergabung dengan Leap Motion sebagai Vice President of Product and Engineering, fokus pada teknologi augmented reality.

Kiprah di OpenAI dan Pendirian Thinking Machines Lab

Puncak kariernya terjadi ketika ia bergabung dengan OpenAI pada 2018 sebagai Vice President of Applied AI and Partnerships. Ia naik pangkat menjadi Senior Vice President pada 2020 dan akhirnya menjadi Chief Technology Officer (CTO) pada Mei 2022. Selama di OpenAI, Murati memimpin pengembangan teknologi revolusioner seperti ChatGPT, DALL-E, Codex, dan Sora, yang telah mengubah cara dunia berinteraksi dengan AI.

Pada November 2023, ia sempat menjadi CEO interim OpenAI selama tiga hari setelah pemecatan Sam Altman, sebelum kembali ke posisi CTO hingga mengundurkan diri pada September 2024, untuk mengejar visinya sendiri. Pada Februari 2025, Murati mendirikan Thinking Machines Lab, startup AI berstatus public benefit corporation, yang berhasil mengumpulkan dana 2 miliar dollar AS dalam putaran pendanaan awal, dengan valuasi mencapai 12 miliar dollar AS, menjadikannya salah satu putaran pendanaan awal terbesar dalam sejarah teknologi.

Paradigma Baru dalam Pengembangan AI

Dalam wawancara yang dilansir Wired.com, 5 Desember 2024, Mira Murati memberikan suatu arah penting dalam pergeseran paradigma AI. Pertama, mencapai AGI (Artificial General Intelligence) bukan hanya soal teknologi. Murati menekankan bahwa pengembangan AGI tidak hanya tentang meningkatkan kemampuan teknis, seperti ukuran model atau jumlah data, tetapi juga memastikan sistem ini aman dan selaras dengan nilai-nilai manusia. Selain itu, dibutuhkan infrastruktur sosial, seperti regulasi dan tata kelola, agar teknologi ini dapat diintegrasikan dengan baik ke dalam masyarakat.

Kedua, keamanan AI: Kemajuan dan tantangan. Murati mengakui bahwa OpenAI telah membuat kemajuan besar dalam keamanan praktis, seperti menangani misinformasi dan bias, yang didorong oleh dinamika pasar. Namun, ia menyoroti kurangnya perhatian pada penyelarasan teoretis dan tata kelola jangka panjang. Menurutnya, dunia belum siap untuk hidup berdampingan dengan sistem AGI karena regulasi dan infrastruktur sosial masih tertinggal.

Visi Murati: AI yang Berbasis Kemanusiaan

Murati memiliki kekhawatiran jangka pendek dan panjang. Ia lebih khawatir tentang ancaman jangka panjang AI, seperti risiko eksistensial, dibandingkan masalah jangka pendek seperti misinformasi. Ia percaya masalah jangka pendek dapat diatasi karena ada insentif pasar untuk memperbaikinya (misalnya, bisnis tidak ingin sistem AI yang tidak akurat). Namun, untuk jangka panjang, diperlukan lebih banyak diskusi tentang bagaimana AGI akan memengaruhi peradaban.

Keempat, transparansi dan literasi AI. Murati menyoroti pentingnya transparansi dan literasi AI. Banyak orang belum memahami cara kerja sistem AI, yang sering dianggap sebagai “kotak hitam.” Ia mendorong investasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang kemampuan dan batasan AI, sehingga mereka tahu kapan dan bagaimana mengendalikannya.

Kelima, halusinasi AI sebagai pedang bermata dua. Murati menjelaskan bahwa halusinasi (ketika AI menghasilkan informasi yang tidak akurat) adalah bagian dari sifat kreatif model AI. Meskipun ini berguna untuk menghasilkan ide-ide imajinatif, halusinasi bisa berbahaya dalam konteks yang membutuhkan akurasi tinggi, seperti hukum atau kedokteran. Teknik seperti pencarian dan kutipan sedang dikembangkan untuk mengurangi masalah ini, tetapi solusi lengkap belum ditemukan.

Keunikan Thinking Machines Lab

Thinking Machines Lab (TML) dirancang untuk menantang model pengembangan AI yang tertutup (closed-source) yang dominan di industri saat ini. Dengan pendekatan yang berani dan inovatif, TML berupaya mengubah cara AI diciptakan dan digunakan. Berikut adalah elemen-elemen kunci yang membedakan TML dari pemain lain:

  1. Transparansi: TML mengadopsi metodologi penelitian dan pengembangan yang terbuka, memungkinkan komunitas ilmiah dan masyarakat luas untuk memahami cara kerja sistem AI mereka.
  2. Kustomisasi Pengguna: Berbeda dari model AI generik, TML fokus pada pengembangan sistem yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan individu.
  3. Pengembangan AI yang Etis: TML memprioritaskan nilai-nilai kemanusiaan dan keamanan dalam setiap aspek pengembangan AI.

Dengan tim beragam yang direkrut dari organisasi terkemuka seperti OpenAI, Meta, dan Mistral AI, TML memiliki fondasi kuat untuk mewujudkan visi ini. Penolakan tawaran 1 miliar dollar AS dari Meta pada Juli 2025, menegaskan komitmen Murati pada visi ini. Timnya, termasuk peneliti terkemuka seperti John Schulman dan Andrew Tulloch, memilih independensi dan potensi jangka panjang dari Thinking Machines Lab daripada godaan finansial dari raksasa teknologi.

Masa Depan AI yang Lebih Baik

Dengan menolak 1 miliar dollar AS dari Meta, Murati dan timnya telah menunjukkan bahwa nilai-nilai seperti independensi, etika, dan dampak sosial dapat mengalahkan godaan finansial. Perjalanannya dari seorang anak di Albania hingga menjadi pemimpin AI global adalah bukti bahwa ketekunan, visi, dan komitmen pada kemanusiaan dapat mengubah masa depan teknologi.

zonagadget
zonagadgethttps://www.zonagadget.co.id/
Berikan ilmu yang kamu punya, niscaya kamu akan mendapatkan yang lebih
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

New Post

Most Popular