Peran Digital Trust dalam Mendukung Pertumbuhan Keuangan Digital
Di tengah perkembangan pesat ekonomi digital di Indonesia, peran digital trust (kepercayaan digital) semakin menjadi kunci utama dalam memastikan keamanan dan keandalan layanan keuangan. Tidak hanya didukung oleh regulasi dan teknologi, kepercayaan digital juga bergantung pada adanya penyedia identitas digital yang dapat dipercaya.
Privy, sebuah startup yang menyediakan tanda tangan elektronik (TTE) dengan sertifikasi resmi sekaligus sebagai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (PSrE), telah membuktikan bahwa identitas digital dan dokumen elektronik bisa diverifikasi secara aman, sah, dan diakui oleh pemerintah. CEO Privy sekaligus Wakil Ketua Umum I AFTECH, Marshall Pribadi, menekankan bahwa kepercayaan digital bukan sekadar soal teknologi, tetapi juga melibatkan kolaborasi dan kepatuhan terhadap aturan.
“Dengan identitas digital yang sah, masyarakat dan industri bisa bertransaksi lebih aman dan percaya diri,” ujarnya dalam pernyataannya.
Marshall menegaskan bahwa sertifikat elektronik dari PSrE seperti Privy memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan—terutama bagi industri jasa keuangan yang sangat bergantung pada kepercayaan. Dalam konteks ini, keberadaan penyedia layanan digital yang andal menjadi faktor penting dalam mengurangi risiko penipuan dan manipulasi data.
Pertumbuhan Ekonomi Digital yang Pesat
Ekonomi digital Indonesia terus berkembang pesat. Pada 2024, nilai ekonomi digital mencapai USD 90 miliar. Bank Indonesia mencatat bahwa transaksi QRIS hingga kuartal II 2025 mencapai Rp317 triliun, dengan pertumbuhan sebesar 121% dibanding tahun lalu. Lonjakan ini menunjukkan bahwa adopsi layanan digital semakin masif, terutama di kalangan UMKM.
Namun, Marshall mengingatkan bahwa pertumbuhan ini hanya bisa berkelanjutan jika fondasi utamanya, yaitu kepercayaan digital, tetap terjaga. Tanpa kepercayaan, risiko penipuan dan kebocoran data akan meningkat, yang dapat merusak reputasi dan kepercayaan masyarakat terhadap layanan digital.
Risiko dan Solusi dalam Digitalisasi Perbankan
Deputi Komisioner Pengawas Bank Swasta OJK, Indarto Budiwitono, mengingatkan bahwa digitalisasi perbankan juga membawa risiko keamanan. “Bank perlu strategi digital yang agile dan terukur, bukan hanya untuk efisiensi, tetapi juga menjawab ekspektasi nasabah yang makin kompleks,” katanya dalam forum Indonesia Digital Bank Summit (IDBS) 2025 yang digelar oleh AFTECH.
Menurut Indarto, meskipun digitalisasi membuat layanan keuangan lebih cepat dan efisien, di sisi lain meningkatkan risiko serangan siber. Karena itu, diperlukan investasi berkelanjutan di bidang keamanan siber, analitik data, cloud, dan AI untuk menjaga kepercayaan publik sekaligus keberlangsungan bisnis.
Fokus IDBS 2025 dalam Membangun Ekosistem Digital
Ketua Umum AFTECH, Pandu Sjahrir, menegaskan bahwa IDBS 2025 tidak sekadar menjadi forum dialog, tetapi juga wadah untuk merumuskan solusi konkret bagi ekosistem digital Indonesia. Tahun ini, fokusnya ada pada tiga hal: memperkuat ketahanan siber dan pencegahan scam berbasis intelijen bersama, merancang produk keuangan inklusif bagi UMKM dan masyarakat underserved, serta membangun arsitektur kolaborasi berkelanjutan.
Ia menambahkan bahwa keuangan digital yang tepercaya akan menjadi fondasi ekonomi Indonesia yang aman, adil, dan berkelanjutan, sekaligus mendukung target pertumbuhan nasional hingga 8%. Dengan kerja sama antara pemerintah, swasta, dan pelaku usaha, Indonesia dapat membangun sistem keuangan digital yang lebih kuat dan siap menghadapi tantangan masa depan.

