Perkembangan Kecerdasan Buatan dan Dampaknya terhadap Dunia Kerja
Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) sedang bergerak dengan sangat cepat, dan dampaknya terhadap dunia kerja semakin nyata. Menurut pendapat seorang ahli komputer dari University of Louisville, Roman Yampolskiy, AI memiliki potensi untuk menggantikan hampir semua jenis pekerjaan manusia dalam waktu lima tahun setelah munculnya artificial general intelligence (AGI). Prediksi ini menimbulkan kekhawatiran besar terhadap masa depan tenaga kerja di seluruh dunia.
Yampolskiy menyatakan bahwa pasar tenaga kerja akan mengalami keruntuhan total karena perusahaan cenderung lebih memilih menggunakan sistem AI dan robot humanoid yang jauh lebih murah dibandingkan mempekerjakan manusia. Ia menjelaskan bahwa angka pengangguran bisa mencapai 99 persen, sebuah tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini tidak hanya berdampak pada hilangnya penghasilan, tetapi juga pada hilangnya struktur sosial, status, serta rasa kebersamaan yang biasanya diperoleh dari dunia kerja.
Menurut Yampolskiy, AGI bisa muncul pada tahun 2027. Tiga tahun setelah itu, perekrutan manusia akan menjadi tidak ekonomis lagi. Pekerjaan yang berbasis komputer akan otomatis tergantikan terlebih dahulu, diikuti oleh pekerjaan fisik setelah robot humanoid mencapai kematangan teknologi sekitar lima tahun kemudian.
Dampak dari hal ini sangat luas. Bahkan profesi seperti analis, akuntan, guru, hingga podcaster akan kehilangan relevansinya dalam hitungan tahun. Pekerjaan yang sebelumnya dianggap “tahan masa depan”, seperti coding dan prompt engineering, juga tidak akan bertahan lama. AI jauh lebih baik dalam merancang perintah untuk AI lain daripada manusia mana pun.
Yampolskiy menilai upaya pelatihan ulang yang selama ini digadang-gadang sebagai solusi justru sudah ketinggalan zaman. Baginya, tidak ada bidang kerja yang aman karena semua jenis tugas baik mental maupun fisik pada akhirnya dapat diotomatisasi. Ini membuat masyarakat tidak lagi bisa berharap pada transisi karier sebagai jalan keluar.
Solusi yang ia bayangkan mencakup pendapatan universal berbasis dividen, rutinitas harian melalui korps sipil atau layanan masyarakat, status sosial yang diperoleh dari sistem kontribusi formal, hingga komunitas yang dibangun lewat lembaga lokal maupun ruang virtual yang dirancang dengan matang. Tanpa infrastruktur makna yang disengaja, kelimpahan akan merosot menjadi kemalasan yang membuat ketagihan.
Peringatan serius dari dunia teknologi tidak hanya datang dari Yampolskiy. CEO Anthropic, Dario Amodei, juga menekankan bahwa setengah dari pekerjaan kerah putih tingkat pemula bisa hilang dalam lima tahun mendatang. Pekerjaan kerah putih adalah pekerjaan yang didominasi oleh tugas-tugas profesional, manajerial, atau administratif, dan umumnya dilakukan di lingkungan kantor atau profesional lainnya.
Amodei menilai pemerintah di seluruh dunia masih meremehkan ancaman ini, padahal lonjakan pengangguran akibat otomatisasi dapat terjadi lebih cepat dari yang dibayangkan. Ia menegaskan bahwa mereka yang membuat teknologi ini punya tanggung jawab untuk jujur tentang apa yang akan datang.
Nada serupa juga diungkapkan oleh Mo Gawdat, mantan eksekutif Google. Ia memperingatkan bahwa “neraka” bisa dimulai paling cepat pada 2027, ketika AI mengambil alih pekerjaan kerah putih tanpa kecuali, termasuk profesi yang selama ini dianggap aman, seperti pengembang perangkat lunak, CEO, bahkan podcaster.
Perkembangan AI memang membawa banyak manfaat, tetapi juga menimbulkan tantangan besar bagi masyarakat. Masa depan kerja di era AI bukan hanya tentang bagaimana manusia bertahan hidup secara ekonomi, tetapi juga bagaimana menemukan makna dalam dunia yang tak lagi membutuhkan tenaga kerja.

