Penggunaan Kecerdasan Buatan dalam Pengembangan Obat
Penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) semakin meningkat di berbagai sektor, termasuk dalam pengembangan obat. Para peneliti dan perusahaan farmasi kini memanfaatkan AI untuk mempercepat proses penemuan dan pengujian keamanan obat. Hal ini memberikan hasil yang lebih cepat dan biaya yang lebih rendah dibandingkan metode tradisional.
Perkembangan ini selaras dengan upaya Food and Drug Administration (FDA) untuk mengurangi penggunaan hewan dalam uji coba obat dalam beberapa tahun mendatang. Menurut 11 ahli dari berbagai perusahaan riset kontrak, perusahaan bioteknologi, dan perusahaan pialang, penggunaan AI dan pengurangan uji coba pada hewan dapat mengurangi waktu dan biaya hingga setengahnya dalam tiga hingga lima tahun ke depan.
Perusahaan seperti Certara (CERT.O), Schrodinger (SDGR.O), dan Recursion Pharmaceuticals (RXRX.O) telah menerapkan AI dalam memprediksi bagaimana obat eksperimental dapat diserap, didistribusikan, atau menyebabkan efek samping toksik. Patrick Smith, presiden solusi pengembangan obat di Certara, mengatakan bahwa saat ini tidak lagi diperlukan uji coba pada hewan.
Recursion menunjukkan bahwa platform penemuan obat berbasis AI mereka mampu membawa molekul ke tahap uji klinis sebagai kandidat obat kanker hanya dalam waktu 18 bulan, jauh lebih cepat dari rata-rata industri yang membutuhkan 42 bulan. Analis dari TD Cowen dan Jefferies memperkirakan bahwa pendekatan berbasis AI ini akan mengurangi biaya dan waktu hingga lebih dari setengahnya, dari estimasi saat ini yang mencapai 15 tahun dan USD2 miliar.
Visi FDA tentang Teknologi Baru
Visi FDA juga mendukung pendekatan berbasis AI, model sel manusia, dan model komputasional sebagai standar baru. Dalam tiga hingga lima tahun, studi pada hewan akan menjadi pengecualian untuk pengujian keamanan dan toksisitas pra-klinis. Pendekatan baru ini diharapkan dapat menghasilkan harga obat yang lebih rendah.
FDA menyampaikan pernyataan pada April lalu bahwa peta jalan ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada pengujian hewan, terutama untuk obat antibodi monoklonal. Namun, para ahli industri percaya bahwa metode baru ini belum sepenuhnya menggantikan pengujian hewan.
Metode Baru dalam Pengujian Obat
Charles River, salah satu kontraktor riset terbesar di dunia, berinvestasi dalam AI dan apa yang disebut “New Approach Methodologies” (NAM). NAM menggunakan AI, pemodelan berbasis komputer, dan pembelajaran mesin, serta model berbasis manusia seperti organ-on-chip untuk memprediksi bagaimana suatu obat bekerja di dalam tubuh.
Organ-on-a-chip adalah perangkat kecil yang dilapisi sel manusia hidup yang mereplikasi fungsi utama suatu organ. Portofolio NAM milik Charles River telah menghasilkan pendapatan tahunan sekitar USD200 juta. InSphero sedang menguji keamanan dan efikasi dalam model hati 3D, di mana jaringan mikro hati yang ditumbuhkan di laboratorium membantu mereplikasi fungsi organ.
Schrodinger, yang berbasis di New York, menggabungkan simulasi berbasis fisika dengan AI untuk memprediksi toksikologi obat. Meskipun demikian, para ahli industri percaya bahwa dalam waktu dekat, perusahaan akan menggunakan pendekatan hibrida, mengurangi pengujian pada hewan dan melengkapinya dengan data dari metode baru ini.
Brendan Smith, analis ilmu hayati dan bioteknologi di TD Cowen, mengatakan bahwa pengujian pada hewan tidak akan sepenuhnya dihentikan dalam waktu dekat. Namun, penggunaan AI dan metode alternatif lainnya akan terus berkembang dan menjadi bagian penting dari proses pengembangan obat.

