Peringatan tentang Kebangkitan “Ekonomi AI” yang Tidak Berkelanjutan
Banyak ahli ekonomi dan analis keuangan kini mulai memperingatkan bahwa prospek ekonomi berbasis kecerdasan buatan (AI) yang selama ini dianggap sangat menjanjikan, mungkin terlalu optimistis. Mereka menyatakan bahwa tren investasi saat ini tidak dapat dipertahankan dalam jangka panjang, terutama jika sumber daya dunia tetap terbatas.
Deutsche Bank (DB), salah satu bank besar di Eropa, baru-baru ini merilis laporan yang mengungkapkan bahwa meskipun booming teknologi AI membantu AS menghindari resesi, pertumbuhan ekonomi yang terjadi saat ini tidak akan bertahan lama. George Saravelos, Global Head of FX Research di DB, menyatakan bahwa tanpa pengeluaran besar-besaran dari perusahaan teknologi besar, perekonomian AS bisa saja mengalami resesi.
“Mesin-mesin AI ini secara harfiah sedang menyelamatkan ekonomi AS saat ini,” ujar Saravelos. Namun, ia menekankan bahwa jenis pertumbuhan seperti ini tidak dapat dipertahankan kecuali pengeluaran tetap meningkat secara signifikan.
Investasi yang Tidak Seimbang dengan Kontribusi Teknologi
Laporan DB juga menyebutkan bahwa sebagian besar pertumbuhan ekonomi saat ini berasal dari pembangunan infrastruktur fisik oleh tenaga kerja manusia, sementara teknologi AI sendiri belum memberikan kontribusi nyata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Nvidia, sebagai pemasok utama chip untuk AI, disebut sebagai salah satu pihak yang mendapat manfaat terbesar dari tren ini.
Namun, Saravelos menegaskan bahwa agar pertumbuhan ekonomi terus berlanjut, investasi harus terus meningkat dalam bentuk parabola, yaitu pertumbuhan eksponensial yang sangat curam. Ia menilai hal ini sangat tidak realistis, karena sumber daya dan kemampuan finansial terbatas.
Risiko Konsentrasi Investasi dan Ekspektasi yang Terlalu Tinggi
Peringatan serupa juga datang dari berbagai pihak. Deutsche Bank mencatat bahwa sekitar separuh dari keuntungan pasar yang diraih oleh indeks S&P 500 didorong oleh saham-saham teknologi. Laporan lain dari Torsten Sløk dari Apollo Management menyetujui hal ini, dengan menyatakan bahwa investor terlalu dramatis terekspos pada investasi AI.
Selain itu, analis dari Bain & Co. memproyeksikan bahwa bahkan dengan semua pengeluaran besar-besaran, AI mungkin tidak akan menghasilkan pendapatan yang cukup untuk mendanai inisiatif pertumbuhan lebih lanjut. Mereka memperkirakan bahwa permintaan layanan AI pada tahun 2030 akan membutuhkan pendapatan tahunan sebesar $2 triliun, namun masih ada kekurangan sebesar $800 miliar secara global.
Peningkatan Investasi yang Menimbulkan Kekekhawatiran
Di tengah euforia tersebut, banyak pelaku industri justru menunjukkan sikap hati-hati. CEO OpenAI, Sam Altman, secara terbuka mengakui bahwa banyak investor AI bertindak tidak rasional dan beberapa di antaranya akan mengalami kerugian besar.
Investasi besar-besaran terus meningkat. Contohnya, Nvidia baru-baru ini berkomitmen dana sebesar $100 miliar untuk OpenAI guna membangun tambahan kapasitas komputasi AI sebesar 10 gigawatt. Sementara itu, OpenAI merencanakan pembangunan jaringan pusat data AI baru yang sangat ambisius.
Dampak Jangka Panjang dan Koreksi yang Tak Terelakkan
Pertanyaan besar yang muncul adalah apakah pengeluaran modal AI akan terus meroket dengan angka-angka yang fantastis dan harapan pendapatan yang mustahil tercapai?
Robin Li, CEO Baidu, memprediksi bahwa 99 persen dari perusahaan AI yang ada saat ini tidak akan bertahan dari gelembung ini. Ia menambahkan bahwa banyak bisnis sah kini menggunakan dana dan potensi peningkatan produktivitas secara tidak efisien hanya untuk memaksakan segala sesuatu menjadi beban kerja AI.
Gejala ini menunjukkan hubungan kompleks antara pasar saham dan ekonomi riil. Dalam krisis, sentimen pasar cenderung sangat saling terkait. Jika pasar saham anjlok, hal ini bisa memengaruhi sentimen konsumen dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Seorang ekonom, Justin Wolfers, pernah berargumen bahwa meskipun pasar saham bukan cerminan sempurna dari ekonomi, dalam masa krisis keduanya sangat saling memengaruhi. Jika gelembung AI pecah, dampaknya bisa sangat besar, baik bagi valuasi pasar saham maupun ekonomi secara keseluruhan.
Peringatan dari para analis dan pelaku industri ini menekankan pentingnya melihat hype AI dengan kritis, sebelum koreksi yang tak terelakkan terjadi.

