Transformasi JPMorgan Chase Menuju Era Kecerdasan Buatan
JPMorgan Chase, bank terbesar di dunia berdasarkan kapitalisasi pasar, sedang melakukan transformasi besar-besaran menuju era kecerdasan buatan (AI). Perusahaan ini memperlihatkan komitmennya untuk mengintegrasikan teknologi AI ke dalam setiap aspek operasionalnya, mulai dari proses bisnis hingga interaksi dengan klien.
Derek Waldron, Chief Data Analytics Officer JPMorgan, menjelaskan bahwa perusahaan sedang “diprogram ulang secara fundamental” agar setiap proses, karyawan, dan layanan klien saling terhubung melalui teknologi AI. Fase awal penerapan rencana besar AI ini telah dimulai, dengan penggunaan agentic AI—sistem kecerdasan buatan yang mampu mengeksekusi tugas-tugas berlapis secara otomatis—untuk membantu karyawan menyelesaikan pekerjaan kompleks.
Waldron bahkan menunjukkan demonstrasi pertama kepada media dengan memperlihatkan program AI yang mampu menyusun presentasi perbankan investasi hanya dalam 30 detik, sebuah tugas yang sebelumnya membutuhkan jam kerja panjang dari analis junior. Program inti yang mendukung ambisi ini adalah LLM Suite, portal internal yang mengintegrasikan model bahasa besar dari startup AI terkemuka seperti OpenAI dan Anthropic.
“Visi besar yang sedang kami kembangkan adalah menjadikan JPMorgan Chase di masa depan sebagai sebuah perusahaan yang sepenuhnya terhubung dengan AI,” ujar Waldron. Setiap delapan minggu, LLM Suite diperbarui dengan data internal bank yang sangat luas, sehingga memperluas kapabilitasnya. Saat ini, sekitar 250.000 karyawan sudah dapat mengakses platform ini, kecuali staf cabang dan pusat panggilan.
Menurut Waldron, setiap karyawan akan memiliki asisten AI pribadi, setiap proses akan didukung agen AI, dan setiap pengalaman klien akan dikurasi oleh AI concierge. Namun, perjalanan menuju visi tersebut masih panjang. Dengan anggaran teknologi mencapai 18 miliar dolar AS atau sekitar Rp 300 triliun, JPMorgan harus menghubungkan ribuan aplikasi dan sistem internal agar bisa sepenuhnya mendukung ekosistem AI.
“Ada kesenjangan nilai antara kemampuan teknologi dan kemampuan perusahaan untuk sepenuhnya menangkapnya,” kata Waldron. Dampak besar juga dirasakan pada tenaga kerja. Bank memperkirakan posisi staf operasional dapat berkurang setidaknya 10 persen dalam lima tahun ke depan akibat otomatisasi. Waldron menekankan, “Dalam dunia AI, orang-orang tetap berada di posisi puncak yang berhubungan dengan klien, tetapi banyak proses di bawahnya kini ditangani oleh sistem AI.”
Perubahan ini dibahas secara serius dalam pertemuan eksekutif empat hari yang dipimpin CEO Jamie Dimon pada Juli lalu di Nashville, Tennessee. Pertemuan tersebut berfokus pada bagaimana AI dapat mengubah model kerja tradisional, termasuk peran analis muda di perbankan investasi.
Meski terdapat kekhawatiran soal dampak sosialnya, JPMorgan meyakini langkah ini memberi keunggulan kompetitif sebelum bank lain mengejar. Jika berhasil, AI dapat meningkatkan margin, memperluas pasar, dan mempercepat pertumbuhan pendapatan. Sebagaimana ditegaskan Waldron, “Tidak diragukan lagi teknologi AI akan mengubah struktur tenaga kerja. Hal itu sudah pasti, meskipun bentuk pastinya masih belum jelas.”
Dengan transformasi ini, JPMorgan berupaya menegaskan posisinya bukan hanya sebagai bank terbesar, tetapi juga pelopor global dalam integrasi AI di sektor keuangan. Perusahaan ini menunjukkan komitmen kuat untuk menjadi pemimpin dalam penerapan teknologi AI, yang tidak hanya akan mengubah cara kerja perusahaan, tetapi juga mengubah industri keuangan secara keseluruhan.

