Pendekatan Baru dalam Pengembangan Teknologi
Alexandr Wang, Chief AI Officer Meta, baru-baru ini mengajak generasi muda untuk fokus sepenuhnya pada pendekatan yang ia sebut sebagai “vibe-coding”. Pendekatan ini menawarkan cara baru dalam pengembangan perangkat lunak, di mana para pemrogram lebih banyak memberikan instruksi dalam bahasa alami seperti bahasa Inggris atau Indonesia kepada kecerdasan buatan (AI) untuk menghasilkan kode. Dengan metode ini, proses penulisan kode menjadi lebih efisien dan mudah diakses oleh siapa saja.
Wang menyatakan bahwa remaja yang bermimpi memiliki karier teknologi yang sukses harus memanfaatkan peluang ini dengan memperdalam keterampilan mereka melalui alat pembuat kode berbasis AI. Menurutnya, jika seseorang berusia 13 tahun, waktu mereka sebaiknya digunakan sepenuhnya untuk belajar dan mengasah kemampuan dalam vibe-coding. Ia menegaskan bahwa inilah cara terbaik untuk menjalani hidup dalam dunia teknologi yang semakin berkembang pesat.
Dalam wawancara di podcast TBPN, Wang menyebutkan bahwa jika remaja menghabiskan 10.000 jam untuk berlatih menggunakan perangkat AI, hal ini akan memberikan keuntungan besar. Saat ini, kemampuan AI dalam menulis kode sudah menjadi momen terobosan yang luar biasa. Bahkan, ia membuat prediksi berani bahwa dalam lima tahun mendatang, model AI akan mampu menulis “seluruh kode” yang pernah ditulis manusia.
Peran Kecerdasan Buatan dalam Pengembangan Perangkat Lunak
Proses menulis kode berbasis AI juga dikenal sebagai vibe-coding, yang melibatkan penggunaan kecerdasan buatan untuk menghasilkan kode perangkat lunak asli hanya dengan mengetikkan perintah dan instruksi. Aplikasi seperti Replit dan Cursor memungkinkan pengguna untuk menulis kode atau bahkan mengembangkan aplikasi baru tanpa memerlukan keahlian pengkodean atau rekayasa komputer. Hal ini membuka peluang bagi siapa saja, termasuk pemula, untuk ikut serta dalam dunia pengembangan teknologi.
Wang menjelaskan bahwa proses ini tidak hanya mempercepat pengembangan perangkat lunak, tetapi juga mengubah peran seorang insinyur. Menurutnya, peran tersebut kini sangat berbeda dibandingkan sebelumnya. Kecerdasan buatan telah menjadi bagian penting dari proses pengembangan teknologi, sehingga memengaruhi cara kerja dan strategi yang digunakan oleh para insinyur.
Pengalaman di Lab AI Meta
Wang juga membahas perannya di Lab AI Meta, yang ia sebut sebagai pengalaman yang luar biasa. Ia menyatakan bahwa membangun lab AI dalam waktu 60 hari saja adalah sebuah pencapaian luar biasa. Meta memiliki semua sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai kecerdasan super, tanpa adanya hambatan signifikan.
Menurutnya, tim di lab ini lebih kecil dan lebih berbakat dibandingkan laboratorium lainnya. Meskipun laboratorium lain mungkin memiliki ukuran yang lebih besar, tim di Meta terdiri dari sekitar 100 ilmuwan AI. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas dan kompetensi tim menjadi prioritas utama dalam pengembangan teknologi AI.
Perjalanan Karier Alexandr Wang
Sebelum bergabung dengan Meta, Alexandr Wang merupakan pendiri dan CEO dari ScaleAI, startup pelabelan data yang kemudian diakuisisi oleh Meta dengan nilai investasi sebesar 14,3 juta dolar AS atau sekitar Rp 238 miliar. Pada Juni 2025, Wang ditunjuk sebagai Chief AI Officer untuk memimpin unit Meta Superintelligence Labs (MSL), yang bertanggung jawab atas seluruh inisiatif AI perusahaan.
Wang yakin bahwa generasi muda saat ini sebaiknya mengikuti pendekatan seperti Bill Gates, salah satu pendiri Microsoft, dengan meluangkan waktu sebanyak mungkin untuk mempelajari cara menggunakan alat pengodean AI. Ia percaya bahwa penggunaan AI dalam pengembangan teknologi akan menjadi kunci sukses di masa depan.
