Penggunaan AI dalam Merancang Virus: Peluang dan Risiko
Para ilmuwan kini mulai memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk merancang virus baru yang berbeda dari strain atau varian yang sudah ada. Temuan ini membuka peluang terciptanya bentuk kehidupan hasil desain teknologi, sekaligus memunculkan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaannya. Dengan kemampuan AI yang semakin canggih, para peneliti mencoba mengembangkan metode yang lebih efisien dalam memahami dan menghadapi ancaman biologis.
Salah satu proyek yang dilakukan oleh tim peneliti adalah pengembangan bakteriofag, yaitu virus yang hanya menyerang bakteri. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menciptakan virus yang mampu menghancurkan bakteri patogen tanpa mengganggu sel-sel manusia atau hewan. Tim peneliti juga memastikan bahwa model AI yang digunakan tidak dapat menciptakan virus yang mampu menginfeksi makhluk hidup lainnya.
Penelitian di Jurnal Science
Pada 2 Oktober 2025, sebuah penelitian yang dipublikasikan di jurnal Science menunjukkan bahwa AI juga mampu menembus langkah-langkah keamanan yang dirancang untuk mencegah pengembangan senjata biologis. Dalam studi tersebut, peneliti dari Microsoft menemukan bahwa sistem AI dapat mengakali mekanisme pemesanan bahan kimia berbahaya dari penyedia laboratorium. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun AI memiliki potensi besar dalam berbagai bidang, ia juga bisa menjadi alat yang berbahaya jika tidak dikelola dengan baik.
Setelah menemukan celah tersebut, tim peneliti segera mengembangkan software patch untuk mengurangi risiko tersebut. Meski demikian, penggunaan sistem tersebut tetap membutuhkan keahlian teknis tinggi dan akses terbatas. Ini menunjukkan bahwa meskipun AI bisa digunakan untuk tujuan positif, ia juga memerlukan pengawasan ketat agar tidak disalahgunakan.
Penelitian tentang Bakteriofag oleh Mahasiswa Doktoral
Seorang mahasiswa doktoral di Stanford University, Sam King, turut meneliti kemampuan AI dalam merancang bakteriofag baru untuk melawan bakteri penyebab infeksi. Penelitian King bersama pembimbingnya, Brian Hie, yang juga asisten profesor teknik kimia, dipublikasikan di basis data bioRxiv pada September 2025, meski belum melalui proses peer review.
“Metode ini saat ini masih sangat menantang dan membutuhkan banyak keahlian serta waktu,” ujar King. “Kami merasa hal ini belum menurunkan ambang kesulitan untuk aplikasi yang lebih berbahaya.” Ia menekankan bahwa meskipun AI bisa digunakan untuk merancang genom baru, proses tersebut masih membutuhkan waktu dan sumber daya yang cukup besar.
Langkah Pengamanan dalam Penelitian
Langkah pengamanan dalam penelitian tersebut mencakup penghapusan data virus yang menginfeksi manusia dari pelatihan AI serta pengujian tambahan untuk memastikan model tidak menghasilkan urutan genetik berbahaya. Proses ini bertujuan untuk meminimalkan risiko yang mungkin muncul akibat penggunaan AI dalam merancang virus.
Kebutuhan Regulasi yang Lebih Ketat
Meski demikian, sejumlah pakar menilai regulasi keamanan di bidang ini belum sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi. Tina Hernandez-Boussard, profesor kedokteran di Stanford University School of Medicine yang menjadi konsultan keamanan riset tersebut, mengingatkan bahwa AI dapat menembus batas pengaman jika tidak dikontrol dengan ketat.
“Kita harus ingat bahwa model ini dirancang untuk memiliki kinerja tertinggi, jadi begitu diberi data pelatihan, mereka bisa menembus sistem pengaman,” katanya. Ia menegaskan pentingnya adanya regulasi yang lebih ketat dalam penggunaan AI, terutama dalam bidang yang berkaitan dengan keamanan nasional dan kesehatan masyarakat.
Langkah Antisipatif dari Pemerintah
Sejumlah negara mulai menyiapkan langkah antisipatif. Pemerintah Amerika Serikat, melalui perintah eksekutif pada 2023, menekankan pentingnya evaluasi keamanan AI dan kebijakan mitigasi risiko. Di Inggris, lembaga AI Security Institute juga tengah mengembangkan standar untuk mencegah penyalahgunaan teknologi tersebut.
Menurut King, meski AI secara teori mampu merancang genom baru untuk menciptakan bentuk kehidupan, belum ada metode yang mudah mengubah rancangan itu menjadi organisme hidup di laboratorium. Namun, ia tetap menyatakan bahwa keberadaan AI dalam bidang ini memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak.
Peran Komunitas dalam Mencegah Penyalahgunaan
“Ada peran bagi pendana, penerbit, industri, dan akademisi,” ujar Hernandez-Boussard. “Seluruh komunitas multidisipliner ini harus turut memastikan adanya evaluasi keamanan yang memadai.” Ia menekankan bahwa keamanan dalam penggunaan AI tidak hanya menjadi tanggung jawab ilmuwan, tetapi juga semua pihak yang terlibat dalam pengembangan teknologi ini.

