Membangun Keseimbangan antara Inovasi Teknologi dan Tanggung Jawab Sosial dalam Pengembangan AI di Indonesia
Di tengah pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI) di dunia, Indonesia menghadapi tantangan penting: bagaimana menyeimbangkan laju inovasi teknologi dengan tanggung jawab sosial dan tata kelola yang aman. Pertanyaan ini muncul setelah berlangsungnya ASEAN–UK AI Innovation Summit di Kuala Lumpur, sebuah forum yang membahas masa depan AI di kawasan Asia Tenggara.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Think Policy bersama Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, dengan dukungan Komdigi, merilis laporan berjudul “Co-Creating Indonesia’s AI Future Through Meaningful Policy Dialogues”. Laporan ini menjadi peta jalan komprehensif untuk memahami bagaimana AI berkembang di Indonesia, termasuk peluang, risiko, serta regulasi yang diperlukan agar teknologi ini berpihak pada manusia.
Florida Andriana, Chief Growth Officer Think Policy, menyampaikan bahwa banyak perbincangan tentang AI masih terlalu teknis. Padahal, AI telah menyentuh kehidupan sehari-hari, mulai dari rekomendasi belanja, perlindungan dari penipuan, hingga cara anak-anak belajar di sekolah. Tujuan dari laporan ini adalah untuk mempertemukan suara publik, inovator, dan pembuat kebijakan, sehingga arah AI Indonesia benar-benar kontekstual, adaptif, dan tidak lepas dari nilai-nilai kemanusiaan.
Laporan ini disusun selama 2024–2025 melalui dialog dengan berbagai aktor dari enam sektor strategis: e-commerce, keuangan, kesehatan, pendidikan, ekonomi kreatif, dan keberlanjutan. Dari percakapan lintas sektor tersebut, tim penyusun merangkum realitas lapangan, yaitu bagaimana AI diimplementasikan, siapa para pemain utamanya, serta celah yang perlu dijembatani melalui kebijakan publik.
Meski adopsi AI di Indonesia terus meningkat, baik dalam layanan keuangan digital maupun aplikasi pendidikan, tantangan tetap besar. Misalnya, siapa yang bertanggung jawab jika sistem AI membuat kesalahan? Apakah akses ke teknologi ini benar-benar merata? Dan bagaimana memastikan algoritma tidak memperkuat bias sosial yang sudah ada?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, laporan Think Policy mengajukan enam fondasi ekosistem AI nasional yang ideal:
- Infrastruktur digital yang merata dan siap berkembang.
- Talenta digital yang kompeten secara teknis dan beretika.
- Tata kelola data yang aman dan saling terhubung.
- Ekosistem inovasi yang terbuka untuk eksperimen dan kolaborasi.
- Etika dan inklusivitas sebagai prinsip utama.
- Partisipasi publik dalam perumusan kebijakan teknologi.
Alih-alih mendorong adopsi AI secara membabi buta, laporan ini menekankan pentingnya “eksperimen yang relevan”, yaitu inovasi yang bisa diterapkan secara nyata tanpa meninggalkan kelompok rentan.
Sebagai ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, Indonesia memiliki posisi strategis bukan hanya sebagai pengguna teknologi, tetapi juga penentu arah tata kelola AI di kawasan. Melalui laporan ini, Think Policy dan Kedutaan Inggris ingin mendorong literasi publik sekaligus membuka ruang dialog antara masyarakat, industri, dan pembuat kebijakan.
Florida menegaskan bahwa AI seharusnya bukan hanya soal efisiensi, tapi juga tentang keadilan dan masa depan manusia. Laporan “Co-Creating Indonesia’s AI Future” diharapkan menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa pertumbuhan AI di Indonesia bukan hanya cepat, tapi juga bermakna, aman, dan berpihak pada semua orang.

