Perusahaan Besar Menunda Rencana Pengeluaran AI Hingga 2027
Laporan terbaru dari firma riset Forrester menunjukkan bahwa sejumlah perusahaan besar akan menunda sekitar 25% dari rencana pengeluaran kecerdasan buatan (AI) mereka hingga tahun 2027. Hal ini disebabkan oleh ketidaksesuaian antara janji yang diberikan oleh vendor AI dan nilai nyata yang dirasakan oleh perusahaan. Kesenjangan ini semakin memperlebar tantangan dalam menghadapi peningkatan tekanan untuk membuktikan manfaat nyata dari investasi AI.
Dalam laporan “Predictions 2026: Technology & Security” yang dirilis pada Rabu (29/10/2025), Forrester menyebutkan bahwa hanya sedikit dari para pembuat keputusan yang mampu menghubungkan nilai AI dengan pertumbuhan finansial perusahaan. Akibatnya, CEO kemungkinan besar akan lebih mempertimbangkan pendapat CFO dalam menyetujui investasi AI berdasarkan return on investment (ROI) yang jelas.
Menurut laporan tersebut, kesenjangan antara janji vendor AI dan nilai yang dihasilkan oleh perusahaan akan memicu koreksi pasar. Saat permintaan menurun, utilisasi AI tertinggal, biaya per inferensi tetap tinggi, dan penyedia teknologi akan mencari cara untuk meningkatkan tingkat pengisian dengan memberikan diskon atau komitmen tambahan.
Chief Research Officer Forrester, Sharyn Leaver, menekankan bahwa pada tahun 2026, periode hype AI akan berakhir karena tekanan untuk menghasilkan hasil nyata dari inisiatif AI yang aman semakin intensif. Di tengah situasi volatilitas ini, pemimpin teknologi dan keamanan akan diminta untuk menyesuaikan investasi di bawah pengawasan keuangan yang lebih ketat sambil menghadapi risiko geopolitik dan ekonomi yang semakin kompleks.
Prediksi ini menandai pergeseran dari euforia ke realisme, di mana pengeluaran AI yang direncanakan akan tertunda hingga 2027 karena ketatnya pengawasan finansial yang memperlambat penerapan produksi. Investasi AI telah menjadi pilar penting dalam mencegah resesi di Amerika Serikat, dengan pengeluaran besar yang mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun, laporan Forrester memperingatkan bahwa gelembung ini bisa meledak, mirip dengan bubble dotcom pada akhir 1990-an.
Firma riset saingan seperti Gartner memprediksi pengeluaran global AI akan mencapai hampir US$1,5 triliun pada 2025, termasuk US$268 miliar untuk server yang dioptimalkan. Distinguished VP Analyst Gartner, John-David Lovelock, menyebut kemungkinan “extinction event” bagi penyedia model GenAI independen, karena hanya sedikit yang mampu menyediakan komputasi yang dibutuhkan. Meski demikian, dia menilai ini bukan tanda gelembung, melainkan konsolidasi melalui merger dan divestasi.
Gartner juga memperkirakan 40% proyek agentic AI akan dibatalkan pada 2027, didukung studi Carnegie Mellon University yang menunjukkan tingkat keberhasilan AI agent hanya 30-35% pada tugas multi-langkah. “GenAI FOMO (fear of missing out) telah mendorong bisnis membakar hampir US$40 miliar secara sia-sia,” tulis laporan.
Konsultan Bain & Company memperkirakan pengeluaran data center AI saat ini—sekitar US$500 miliar per tahun—akan memerlukan penjualan AI tahunan mencapai US$2 triliun pada 2030 guna membenarkan investasi yang mereka gelontorkan. Di sisi lain, perusahaan seperti Microsoft dan Nvidia terus menyuntikkan miliaran dolar ke infrastruktur AI, termasuk kesepakatan datacenter senilai US$40 miliar, yang semakin memperbesar gelembung ini.
Kondisi ini menjadi sulit bagi mereka jika perusahaan-perusahaan serius mengurangi belanja di kecerdasan buatan. Karena itu, banyak perusahaan mulai mengevaluasi ulang strategi investasi AI mereka agar tidak terjebak dalam siklus yang tidak efektif.

