Tren AI Mendorong Peningkatan Konsumsi Listrik di Amerika Serikat
Pengembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah memicu peningkatan signifikan dalam pembangunan pusat data atau data center. Menurut laporan terbaru dari BloombergNEF (BNEF), konsumsi listrik di Amerika Serikat diperkirakan akan mencapai 106 gigawatt (GW) pada tahun 2035. Angka ini meningkat sebesar 36% dibandingkan proyeksi yang dirilis pada April. Sebagai perbandingan, 1 GW setara dengan output satu reaktor nuklir dan cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik sekitar 750 ribu rumah di AS.
Peningkatan permintaan energi ini menunjukkan bagaimana ekspansi AI sedang mengubah peta energi global. Meski begitu, model bisnis AI masih dianggap belum sepenuhnya terbukti mampu memberikan keuntungan yang berkelanjutan. Dalam laporan bertajuk US Data Center Outlook, BNEF memperkirakan bahwa porsi kapasitas data center yang digunakan untuk pelatihan dan inferensi AI akan meningkat dari sekitar 12% saat ini menjadi hampir 40% pada 2035.
Aktivitas AI menyebabkan tingkat penggunaan data center meningkat lebih tinggi dibanding layanan digital konvensional. Lonjakan kebutuhan energi ini memicu kekhawatiran baru di pasar energi dan keuangan, khususnya terkait apakah investasi besar-besaran untuk membangun dan menyediakan pasokan listrik ke data center dapat bertahan dalam jangka panjang.
Muncul Kekhawatiran Gelembung AI
Para analis mulai melihat tanda-tanda munculnya ‘gelembung AI’, mirip dengan ‘gelembung dot-com’ pada akhir 1990-an yang akhirnya runtuh. Alasannya, perusahaan teknologi saat ini menghabiskan dana dalam jumlah besar, hingga ratusan miliar dolar, untuk membeli chip dan membangun data center. Gelembung AI terjadi ketika nilai pasar dan investasi di sektor AI meningkat jauh lebih cepat dibanding bukti nyata bahwa teknologi tersebut mampu menghasilkan keuntungan berkelanjutan.
Investasi tidak hanya dilakukan untuk kebutuhan chatbot seperti ChatGPT atau Gemini, tetapi juga untuk mempersiapkan masa depan ketika banyak pekerjaan dialihkan ke mesin. Jika dihitung, total investasi bisa mencapai triliunan dolar. Beberapa perusahaan AI seperti OpenAI, Anthropic, dan xAI bahkan didukung oleh pola pendanaan yang dinilai berisiko, yaitu circular financing.
Dalam skema ini, investor seperti Nvidia menanamkan modal ke startup AI, lalu startup tersebut memakai uang itu untuk membeli chip dari Nvidia lagi. Pola pendanaan seperti ini memunculkan kekhawatiran bahwa sebagian pertumbuhan industri AI sebenarnya tidak murni. OpenAI disebut menyiapkan anggaran infrastruktur hingga US$1,4 triliun, sementara berbagai startup AI diperkirakan masih akan merugi dengan total arus kas negatif US$115 miliar hingga 2029.
Perusahaan Teknologi Besar Mengambil Utang untuk Pembangunan Data Center
Sementara itu, lima perusahaan teknologi terbesar, termasuk Amazon, Alphabet, Microsoft, Meta, dan Oracle, mengambil utang hingga US$108 miliar pada 2025. Jumlah ini merupakan yang terbesar dalam sembilan tahun terakhir, untuk membiayai pembangunan data center AI. Langkah ini menunjukkan komitmen besar perusahaan terhadap pengembangan infrastruktur yang mendukung perkembangan teknologi AI.
Meskipun ada optimisme terhadap potensi AI, para ahli tetap waspada terhadap risiko yang mungkin muncul dari investasi besar-besaran dan tren yang mungkin tidak berkelanjutan. Pertanyaannya adalah, apakah inovasi AI benar-benar mampu membawa manfaat jangka panjang, atau hanya sekadar gelombang yang akan reda seiring waktu.

