Persaingan di Luar Angkasa: Pusat Data Kecerdasan Buatan di Orbit
Kini, persaingan antara dua tokoh besar teknologi dunia, Jeff Bezos dan Elon Musk, telah meluas ke wilayah baru yang berpotensi mengubah fondasi komputasi global. Setelah lama bersaing dalam bidang peluncuran roket dan satelit, kini keduanya memperluas cakupan strategi mereka dengan mengejar pembangunan pusat data kecerdasan buatan di orbit. Inisiatif ini muncul di tengah meningkatnya permintaan akan energi dan kebutuhan pendinginan server AI di Bumi.
Blue Origin, perusahaan yang dipimpin oleh Bezos, telah membentuk tim khusus selama lebih dari satu tahun untuk mengembangkan teknologi yang diperlukan dalam pembangunan pusat data orbital. Sementara itu, SpaceX milik Musk juga sedang merancang cara untuk memanfaatkan versi terbaru satelit Starlink agar dapat membawa beban komputasi AI sebagai bagian dari ekspansi bisnis perusahaan.
Dalam sesi diskusi publik di Italian Tech Week 2025 di Turin, Bezos menjelaskan visinya tentang infrastruktur komputasi yang beralih ke luar Bumi. Ia menyatakan bahwa pusat data berkapasitas besar akan lebih efisien jika dibangun di orbit. Menurutnya, energi surya tersedia tanpa henti, 24 jam sehari, tujuh hari seminggu, sehingga memberikan pasokan daya yang stabil dan berkelanjutan.
Bezos menegaskan bahwa lingkungan orbit memiliki potensi untuk mengatasi masalah besar yang selama ini menghambat pengoperasian pusat data di Bumi. Ia menyoroti bahwa ruang angkasa menawarkan iklim yang lebih stabil dan sumber daya surya yang tidak terputus, sehingga pusat data dapat beroperasi tanpa tekanan konsumsi energi seperti di Bumi.
Di sisi lain, Musk mengusulkan pendekatan berbeda dengan mengintegrasikan komputasi AI langsung pada satelit Starlink generasi terbaru. Dalam unggahan di platform X, ia menyatakan komitmennya untuk mewujudkan rencana tersebut. Musk menegaskan bahwa SpaceX akan menggunakan satelit Starlink untuk melakukan komputasi AI langsung dari orbit.
Meskipun demikian, para analis menilai bahwa konsep pusat data orbital masih menghadapi tantangan teknis signifikan. Mereka menyoroti bahwa sistem ini harus mampu menghadapi paparan radiasi, pengelolaan panas, serta latensi transmisi data yang sensitif terhadap jarak. Selain itu, biaya peluncuran dalam jumlah besar masih menjadi hambatan utama yang belum sepenuhnya terselesaikan.
Pengamat teknologi juga mempertanyakan kelayakan ekonomi dari proyek ini. Meski pusat data orbit menawarkan manfaat lingkungan, biaya total kepemilikan masih sulit menandingi efisiensi pusat data konvensional, terutama jika pembangunan infrastruktur energi terbarukan di Bumi semakin optimal.
Meskipun ada berbagai tantangan, minat dari banyak perusahaan terus berkembang. Beberapa startup telah mencoba eksperimen dengan satelit yang dilengkapi unit pemrosesan grafis sebagai langkah awal menuju pusat data luar angkasa yang mandiri. Hal ini menunjukkan bahwa industri teknologi mulai melihat orbit sebagai alternatif yang relevan untuk masa depan komputasi.
Jika berhasil diwujudkan, pusat data AI di orbit dapat mengubah lanskap komputasi global dengan menyediakan daya pemrosesan besar tanpa memerlukan lahan dan air seperti di pusat data darat. Selain itu, orbit menawarkan skalabilitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan infrastruktur fisik konvensional.
Perlombaan antara Bezos dan Musk akhirnya mencerminkan dorongan baru dalam mengalihkan arsitektur teknologi penting ke luar angkasa. Ini bukan sekadar persaingan antara dua tokoh besar, tetapi juga pertarungan visi tentang bagaimana dunia akan mengelola dan memproses data dalam era AI yang semakin dominan.

