Penerapan Teknologi AI dalam Pengawasan Kepabeanan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mulai menerapkan sistem Trade AI, sebuah teknologi artificial intelligence (AI) yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam pengawasan kepabeanan. Sistem ini diimplementasikan di pelabuhan-pelabuhan utama, termasuk Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menjelaskan bahwa dalam uji coba tahap awal, Trade AI berhasil mengamankan potensi penerimaan negara sebesar Rp1,2 miliar. Angka tersebut diperoleh dari analisis otomatis terhadap 145 dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
“Ketika kita coba cek lagi di lapangan segala macam, kita dapat Rp1,2 miliar tambahan. Jadi lumayan itu,” kata Purbaya dalam konferensi pers di Pelabuhan Tanjung Priok, Jumat (12/12/2025). Meskipun angka tersebut masih relatif kecil dibandingkan total penerimaan negara, uji coba awal ini menunjukkan bahwa digitalisasi pengawasan bisa menutup celah kebocoran secara efektif dan efisien.
Purbaya menyebutkan bahwa uji coba perdana ini telah menghasilkan pendapatan yang jelas. “Dari sampel kecil, saya dapat Rp1 miliar dengan mudah kira-kira,” jelasnya. Sistem Trade AI dirancang untuk mendeteksi praktik manipulasi nilai transaksi seperti under-invoicing, over-invoicing, hingga pencucian uang berbasis perdagangan (trade-based money laundering).
Integrasi dengan CEISA 4.0
Trade AI akan terintegrasi penuh dengan CEISA 4.0, sistem yang digunakan untuk membantu analisis nilai pabean, klasifikasi barang, serta verifikasi dokumen. Purbaya menekankan bahwa integrasi ini sangat penting untuk pengambilan keputusan yang strategis.
“Saat saya mengunjungi kantor Bea Cukai di Cikarang, saya diskusi dengan petugas yang memeriksa dokumen. Itu dilakukan dengan manual, satu-satu. Sehari dia cuma bisa 10—14 PIB yang bisa dicek, jadi lambat sekali. Dengan Trade AI ini, pembandingannya dengan harga pasar hampir otomatis sampai bisa dihitung kekurangan berapa bayar tarifnya,” ungkap Purbaya.
Investasi untuk Pengembangan Sistem
Purbaya menjelaskan bahwa pengembangan Trade AI saat ini dilakukan secara mandiri oleh tim internal Bea Cukai dengan memanfaatkan infrastruktur yang sudah tersedia. Hal ini membuat tidak ada beban anggaran yang signifikan.
Namun, Purbaya memproyeksikan perlu sekitar Rp45 miliar investasi tambahan untuk meningkatkan kapabilitas sistem agar dapat beroperasi secara nasional dengan fitur yang lebih canggih. Ia optimistis proyek ini akan memberikan imbal hasil investasi yang menguntungkan bagi kas negara.
“Kelihatannya proyek ini akan menguntungkan ke depan. Kalau semakin lama, semakin canggih, harusnya semakin besar keuntungannya,” jelas Purbaya. Ia yakin bahwa semakin canggih sistem yang dibangun, semakin besar pula potensi kebocoran yang dapat dicegah.
Manfaat Digitalisasi dalam Pengawasan Kepabeanan
Digitalisasi pengawasan kepabeanan melalui Trade AI diharapkan dapat meningkatkan akurasi dan efisiensi dalam proses pemeriksaan dokumen impor. Dengan kemampuan analisis otomatis, sistem ini mampu mendeteksi potensi kebocoran pajak dan penipuan nilai transaksi yang sering kali sulit dideteksi melalui metode manual.
Selain itu, sistem ini juga diharapkan dapat mengurangi beban kerja petugas di lapangan. Dengan bantuan AI, petugas tidak perlu melakukan pemeriksaan satu per satu, sehingga waktu dan sumber daya dapat dialokasikan lebih efektif.
Trade AI juga akan menjadi bagian dari transformasi digital pemerintah dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Dengan sistem yang lebih canggih dan terintegrasi, pemerintah berharap dapat memperkuat sistem pengawasan kepabeanan secara keseluruhan.

