Bob Hardian Syahbuddin dari Jurusan Informasi dan Teknologi (IT), Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, mengatakan bahwa ponsel yang terendam di air sudah tidak dapat disadap kembali.
Dia berargumen bahwa setelah telepon genggam terendam dalam air, tidak akan ada lagi komunikasi dengan Base Transceiver Station (BTS) atau Stasiun Pemancar Penerima Pangkalan.
“Tanpa memandang apakah itu dimatikan atau direndam dalam air, hasilnya sama. Setelah alat ini nonaktif atau dimatikan, tak akan ada catatan data mobile yang tercatat lagi,” jelas Bob ketika menyampaikan klarifikasi pada persidangan kasus Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (26/5/2025), seperti dilaporkan Antara.
Sebelum ponsel dimatikan atau dicelupkan ke dalam air, Bob menyebutkan bahwa seluruh data di dalamnya, seperti posisi perangkat, akan tercatat dalam rincian pemakaian telepon atau yang dikenal sebagai Catatan Rincian Panggilan (CRP).
Dia menjelaskan bahwa data pada CDR akan tetap tersambung selagi ponsel masih menyala. Akan tetapi, jika perangkat tersebut dimatikan atau dicelupkan ke dalam air, maka CDR yang berbentuk catatan logaritmik itu tak dapat dijangkau kembali.
“Sama halnya dengan perangkat yang sudah tidak dapat dipantau lagi,” jelasnya.
Bob menjadi saksi pakar dalam persidangan kasus diduga penghalang-halangi proses investigasi tindak pidana korupsidan suap yang mengaitkan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka.
Pada kasus itu, Hasto dituduh mencegah atau mengganggu proses penyelidikan terkait skandal suap yang melibatkan Harun Masiku sebagai pelaku utama antara tahun 2019 dan 2024.
Orang yang bertugas sebagai Sekretaris Jenderal DPP Partai NasDem Progresif tersebut dicurigai telah mencegah proses penyelidikan dengan perintahan kepada Harun, lewat petugas pengawal Rumah Aspirasi, Nur Hasan, supaya mencelupkan ponsel milik Harun ke dalam air usai operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi atas anggota KPU masa jabatan 2017-2022, Wahyu Setiawan.
Bukan cuma ponsel yang dimiliki Harun Masiku, Hasto diketahui pernah memberi instruksi kepada ajudan-nya, Kusnadi, agar tenggelamkan handphone tersebut guna mencegah usaha paksa dari tim penyidik KPK.
Di luar mencegah penyelidikan, Hasto juga dituduh berkolaborasi dengan pengacara Donny Tri Istiqomah; mantan tersangka kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; serta Harun Masiku telah membayar jumlah 57.350 dolar Singapura atau senilai Rp600 juta kepada Wahyu selama periode tahun 2019 hingga 2020.
Dana tersebut diyakini diserahkan dengan maksud supaya Wahyu membantu KPU menerima permohonan penggantian anggota legislatif yang telah dipilih di Dapil Sumatera Selatan I, yakni dari Riezky Aprilia ke Harun Masiku.
Sehingga, Hasto berpotensi menghadapi hukuman sesuai ketentuan Pasal 21 serta Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 13 dari UU No. 31 Tahun 1999 tentang Penegakan Hukum Terkait Tindakan Melawan Gratifikasi seperti telah dimodifikasi dan diperbarui melalui UU No. 20 Tahun 2001 bersamaan dengan Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 beserta Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

