Perkembangan AI dalam Pendidikan Tinggi
Kemunculan kecerdasan buatan atau akal imitasi (AI) telah mengubah banyak aspek kehidupan, termasuk dunia pendidikan tinggi. Kini, muncul pertanyaan penting: apakah AI mengancam keaslian intelektual, atau justru membuka babak baru dalam inovasi akademik?
Sejak 2016, pemerintah Jepang memperkenalkan konsep Society 5.0, yang menekankan interaksi manusia dan teknologi canggih seperti AI. Konsep ini menarik perhatian global, dan penggunaan AI semakin meningkat di berbagai sektor.
Penggunaan AI dalam Dunia Kerja dan Pendidikan
Survei Indonesia AI Report 2025 menunjukkan bahwa lebih dari 50% pekerja sudah mulai menggunakan chatbot AI generatif dalam pekerjaannya. Mayoritas responden percaya bahwa AI akan memberikan dampak besar dalam dunia kerja dalam lima tahun ke depan.
Di dunia akademik, tren penggunaan AI juga semakin populer. Riset dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2025 menyebutkan bahwa hampir setengah atau 49,89% Gen Z di Indonesia menggunakan AI untuk keperluan belajar. Namun, skeptisisme tetap muncul terkait kemampuan AI dalam mereduksi proses akademik dan mengganggu pembelajaran secara efektif.
Perbedaan Era Sebelum dan Sesudah AI
Perkembangan AI dalam ranah akademik tidak hanya memengaruhi Generasi Z, tetapi juga generasi sebelumnya yang belum sepenuhnya terbiasa dengan transformasi digital. Yohanes Widodo, Mahasiswa S3 Ilmu Komunikasi UGM, mengatakan bahwa AI membantu dalam proses belajar, khususnya dalam dialog atau bertukar pikiran. Ia menjelaskan bahwa dulu, mahasiswa harus mencari referensi di perpustakaan, berdiskusi dengan teman, atau bertemu dosen. Saat ini, AI membantu mencari referensi yang lebih luas dalam proses pembelajaran.
Menurut Global Student Survey 2025, sekitar empat dari lima mahasiswa di seluruh dunia telah menggunakan Generative AI (GenAI) untuk mendukung proses pembelajaran mereka. Hanya sekitar 20% mahasiswa yang belum pernah memakai AI sama sekali. Tingginya angka penggunaan ini menunjukkan bahwa AI semakin menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia.
Posisi Indonesia dalam Penggunaan AI
Menariknya, di antara 15 negara yang disurvei, Indonesia menempati posisi teratas dengan 95% responden mahasiswanya yang menggunakan AI dalam kegiatan belajar mengajar. Hanya 4% mahasiswa Indonesia yang melaporkan tidak menggunakan GenAI, sedangkan 1% lainnya memilih tidak menjawab survei tersebut.
Mayoritas mahasiswa Indonesia memakai GenAI untuk berbagai tujuan, termasuk membantu menyelesaikan tugas akademik (86%), merencanakan pengembangan karier (52%), dan membantu mengatur jadwal pribadi mereka (33%).
Tantangan bagi Dosen
Tren AI dalam membantu proses belajar menjadi lebih cepat dan efisien tidak selamanya berbuah manis. Kekhawatiran muncul tentang literasi mahasiswa. Prima Virginia, Dosen Ilmu Komunikasi dari Universitas Pamulang, menyampaikan bahwa banyak mahasiswa tampak terbatas dalam hal membaca dan berbahasa. Contohnya, seorang mahasiswa menulis tentang “Reduction Theory” padahal teori itu tidak ada di modul. Ketika diminta menjelaskan, ia hanya diam dan sibuk menatap ponsel tanpa satu kata pun keluar.
Survei Digital Education Council pada 2025 menyebut sebanyak 83% dosen mengkhawatirkan kemampuan mahasiswa dalam mengevaluasi secara kritis output yang dihasilkan AI. Survei ini melibatkan 1.681 dosen dari 52 institusi pendidikan tinggi di 28 negara.
Menyeimbangkan AI dan Ranah Akademik
Tren AI di masyarakat saat ini mendorong perlunya perubahan kebijakan, struktur, dan budaya lembaga pendidikan tinggi. Iradat Wirid dari Center for Digital Society Universitas Gadjah Mada (CfDS UGM) menilai penggunaan AI sudah tidak bisa dihindari meskipun menimbulkan pro dan kontra di kalangan akademisi.
Iradat menyebut tantangan besar bagi institusi pendidikan adalah bagaimana mengatur penggunaan AI, mana yang diperbolehkan, mana yang tidak, serta seperti apa mekanismenya. Di tengah kekhawatiran ini, regulasi penggunaan AI di ranah akademik masih bersifat peraturan yang dibuat masing-masing dosen, fakultas, atau kampus.
Literasi AI di Indonesia
Survei Luminate dan Ipsos pada 2025 menunjukkan rendahnya literasi AI di Indonesia. Sebanyak 75% responden percaya konten buatan AI dapat memengaruhi pandangan politik publik, 72% menilai bisa memengaruhi orang terdekat, dan 63% merasa dapat memengaruhi diri sendiri.
Iradat menjelaskan bahwa literasi AI di ranah pendidikan bukan hal baru. Sejumlah negara seperti Finlandia, Cina, Estonia, hingga Singapura mulai menerapkan literasi AI sejak pendidikan dasar. Namun, di Indonesia hingga saat ini belum ada regulasi khusus yang dibuat pemerintah untuk merespons popularitas AI di masyarakat.

