Jumat, Desember 5, 2025
Berandaartificial intelligenceAI untuk Mengatasi Krisis Kemanusiaan: Innovators Lokal Bangun Masa Depan Iklim di...

AI untuk Mengatasi Krisis Kemanusiaan: Innovators Lokal Bangun Masa Depan Iklim di Indonesia


Zona Gadget

– Microsoft menyoroti isu iklim yang kini menjadi realita dan dialami sejumlah wilayah di dunia termasuk Indonesia. Bahkan, menurut Bank Dunia, Indonesia termasuk tiga negara dengan risiko iklim tertinggi di dunia.

Kejadian iklim ekstrim kerap kali menimbulkan bencana alami semacam longsoran tanah dan membayangi industri pertanian yang berperan dalam Produk Domestik Bruto nasional melalui kontribusi melebihi 12 persen.

Karena itu, kecerdasan buatan (AI) saat ini telah menjadi teknologi penting untuk mendukung usaha keberlanjutan di banyak bidang. Mulai dari meramal cuaca ekstrim, menggunakan sumber daya alam dengan bijak, sampai mengejar materi yang lebih ramah lingkungan dengan cepat.

AI sendiri bisa membantu menciptakan solusi yang lebih baik dalam menghadapi krisis ini. Bahkan, keberadaan talenta yang fasih dengan AI sangat penting agar Indonesia bisa memaksimalkan penggunaan teknologi untuk meningkatkan resiliensi bangsa pada perubahan iklim.

AI National Skills Director Microsoft Indonesia, Arief Suseno, mengatakan, teknologi AI tak hanya membuka peluang baru, melainkan juga mengubah cara manusia bekerja dan berinovasi. Hanya saja, manfaat AI baru bisa dirasakan sepenuhnya jika masyarakat memiliki keterampilan yang tepat untuk menggunakannya.

“Oleh karena itu, lewat program elevAIte Indonesia, kami bertujuan untuk menjamin bahwa setiap orang, tak peduli asal-usulnya, bisa mendapatkan akses ke kemampuan dasar tentang Artificial Intelligence guna menciptakan solusi yang berkesinambungan serta merespon masalah-masalah aktual di lingkungannya, termasuk krisis iklim sampai dengan ketahanan makanan,” ungkap Arief pada pernyatannya, Rabu (30/4).

“Sebagai wujud komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan serta memberikan manfaat kepada masyarakat, ElevAite Indonesia bakal menyelenggarakan hackathon tingkat nasional yang bertujuan menyelesaikan permasalahan lokal, dengan fokus khusus mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs),” tambahnya.

Di Indonesia, terdapat dua peserta yang mengikuti program elevAIte Indonesia untuk menunjukkan bagaimana keterampilan AI bisa diterapkan secara langsung demi mendukung ketahanan iklim dan berkelanjutan.

Yang pertama adalah tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang membuat G-Connect Project, sebuah AI untuk Mitigasi Bencana.

Cara kerjanya yakni dengan memasang lebih dari 30 sensor tanah pada titik-titik rawan longsor, data pergerakan tanah dikirim melalui jaringan solar-powered ke platform cloud Microsoft Azure.

Data tersebut kemudian diformat secara simpel menggunakan Power BI dan dipajang di balai desa, masjid, pusat pengawas lingkungan, serta Sekolah Dasar.

Bukan hanya itu saja, tetapi masyarakat pun diberi pengarahan tentang bagaimana membaca pola perpindahan tanah pada panel tersebut agar dapat mengenali apakah situasi sedang aman atau justru mendekati ancaman.

“Kalau grafiknya konsisten, berarti tanahnya aman. Tapi kalau polanya mulai berubah, berarti ada pergerakan. Warga sudah bisa baca itu sendiri sekarang,” kata Mardhani Riasetiawan, Associate Professor di Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika FMIPA UGM dan Ketua Tim G-Connect.

Kedua, Ester Rosdiana Sinaga, seorang peneliti serta mahasiswi program studi magister dalam bidang Hortikultura dan Agronomi, mengkaji pengembangan kecerdasan buatan guna meningkatkan ketahanan pangan.

Dalam prosesnya, AI ini digunakan sebagai co-pilot untuk troubleshooting error, mempercepat proses analisis, dan membantu membuat visualisasi data pada ketahanan pangan.

Awalnya, Ester melihat potensi besar AI untuk pertanian Indonesia, dari sensor tanah dan drone monitoring, prediksi cuaca, hingga diagnosis penyakit tanaman lewat aplikasi. Menurutnya, kehadiran AI bisa membantu kinerja petani dari menghemat waktu, biaya, sumber daya, yang selama ini terbuang lantaran kesalahan diagnosis atau pola tanam tradisional.

“Kalau di sini (Amerika Serikat), petani bisa foto tanaman dan langsung tahu penyakit dan solusinya dari aplikasi. Bayangkan kalau itu ada di Indonesia. Berapa banyak pupuk dan pestisida yang bisa dihemat, dan petani mendapatkan kepastian panen yang lebih baik,” ungkap dia.

Dia berharap, hasil risetnya ini bisa dibawa pulang ke Indonesia dan diadaptasi oleh petani lokal. Tujuannya jelas untuk mendorong lebih banyak generasi muda dan perempuan untuk terlibat di sektor pertanian. Terlebih, pertanian masa depan butuh kombinasi antara ilmu, teknologi, dan partisipasi sosial.

zonagadget
zonagadgethttps://www.zonagadget.co.id/
Berikan ilmu yang kamu punya, niscaya kamu akan mendapatkan yang lebih
RELATED ARTICLES

New Post

Most Popular