Kunjungan BKSAP DPR RI ke Telkom University Fokus pada Regulasi dan Etika Kecerdasan Buatan
Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Telkom University dalam rangka memperdalam gagasan tata kelola kecerdasan buatan (AI) di Indonesia. Kunjungan ini bertujuan untuk membangun jembatan antara hasil riset kampus dan kebutuhan regulasi nasional, serta mendorong inovasi AI yang aman dan etis.
Dalam forum diskusi yang berlangsung, Wakil Ketua BKSAP DPR RI Bramantyo Suwondo, M.IR., menekankan bahwa arah kebijakan AI harus mampu memadukan kemajuan teknologi dengan perlindungan terhadap masyarakat. Ia menjelaskan bahwa transformasi digital tidak boleh menciptakan masalah sosial baru.
“Yang menjadi kunci saat ini adalah bagaimana mengatur agar AI terus berkembang, tetapi eksesnya terhadap masyarakat dapat dikurangi. Kita membutuhkan smooth transition menuju dunia baru dengan AI, agar tidak berubah menjadi bencana sosial-ekonomi,” ujar Bramantyo.
Bramantyo juga menyampaikan bahwa BKSAP memiliki mandat diplomasi parlemen dengan cakupan isu global yang luas, termasuk AI sebagai salah satu prioritas strategis. Ia menyoroti perhatian dunia, termasuk dalam kerangka OECD, bahwa AI memengaruhi ekosistem pendidikan dan industri serta menuntut penguatan kemampuan berpikir kritis dan adaptif bagi generasi muda.
Peran Telkom University dalam Pengembangan AI
Dari pihak perguruan tinggi, Rektor Telkom University, Prof. Dr. Adiwijaya, menyampaikan bahwa AI menjadi salah satu fokus riset unggulan kampus selain keamanan siber dan komputasi kuantum. Menurutnya, AI kini bukan sekadar alat teknologi, melainkan instrumen geopolitik dan geoekonomi yang menuntut kesiapan nasional.
“Teknologinya berkembang pesat kita tidak boleh terburu-buru, namun juga tidak boleh tertinggal. Prinsip kami adalah harmonizing empathy and professionalism for human enlightenment,” jelasnya.
Sebagai bentuk kesiapan menghadapi disrupsi digital, Telkom University menerapkan strategi penguatan fondasi kognitif bagi mahasiswa, seperti membaca buku cetak, menulis, dan storytelling, termasuk pembatasan penggunaan AI bagi mahasiswa tahun pertama.
Pemanfaatan AI dalam Proses Penyusunan Kebijakan Publik
Diskusi juga menggali pemanfaatan AI dalam proses penyusunan kebijakan publik. AI dinilai berpotensi membantu analisis kebijakan melalui data crawling untuk mendeteksi tumpang tindih atau pertentangan antar-regulasi, sehingga memperkuat koherensi kebijakan nasional.
Anggota Komite AI Telkom University, Dr. Tomhert Suprapto Siadari, menegaskan pentingnya penyusunan peta jalan dan pedoman etika AI yang berorientasi pada harmonisasi lintas regulasi. Ia menilai bahwa inovasi sudah banyak, tetapi yang mendesak adalah respons terhadap dampaknya.
“Regulasi dan etika harus berlari secepat inovasi. Kami mendorong pemerintah mempercepat rule-making agar kepastian hadir,” ujarnya.
Langkah Selanjutnya untuk Arah Kebijakan Nasional
Menindaklanjuti masukan akademik tersebut, Bramantyo menegaskan perlunya arah kebijakan nasional yang jelas, berbasis kebutuhan nyata, dan responsif terhadap perubahan global. Ia menjelaskan pembentukan Panitia Kerja (Panja) AI di DPR RI yang akan memotret kebutuhan bisnis, masyarakat, dan pemangku kepentingan untuk menjadi masukan bagi komisi terkait serta pandangan resmi kepada pemerintah, termasuk dalam penyusunan RUU tentang AI.
“Masukan kampus akan kami bawa ke komisi terkait dan proses legislasi termasuk Panja AI agar regulasi nasional benar-benar berpihak pada masyarakat,” tegas Bramantyo.

