Menteri Keuangan Kritik Perbandingan Teknologi AI dengan Kemenkes
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan ketidakpuasan terhadap perbandingan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dengan sistem serupa yang digunakan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hal ini disampaikan saat ia diwawancarai oleh awak media mengenai tingkat keakuratan aplikasi Trade AI yang digunakan untuk mendeteksi praktik under-invoicing, over-invoicing, serta mencegah masuknya barang ilegal.
Purbaya menegaskan bahwa ia merasa tersinggung ketika teknologi AI DJBC dibandingkan dengan yang dimiliki Kemenkes. Ia menyampaikan hal tersebut saat meresmikan alat pemindai peti kemas dan meluncurkan aplikasi kepabeanan bernama Trade AI di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Jumat (12/12).
Tingkat Akurasi Teknologi AI yang Masih Dalam Proses Pengembangan
Menurut Purbaya, meskipun aplikasi Trade AI dilaporkan memiliki tingkat akurasi sebesar 90 persen, realitanya kemungkinan masih lebih rendah. Ia menjelaskan bahwa AI adalah teknologi yang bisa belajar, sehingga tingkat akurasinya tidak akan mencapai 100 persen secara instan.
“Teknologi AI memang bisa belajar, jadi awalnya pasti akurasinya tidak sempurna. Namun, hasil-hasil yang diperoleh dari lapangan nanti akan digunakan sebagai bahan tambahan agar AI bisa terus belajar,” ujar Purbaya.
Ia juga menambahkan bahwa meski saat ini disebutkan tingkat akurasi sebesar 90 persen, namun dalam praktiknya, angka tersebut mungkin masih di bawah angka itu. Meskipun demikian, ia tetap yakin bahwa penggunaan teknologi AI akan memberikan manfaat besar bagi pemeriksaan barang dan kontainer.
Sistem Pendukung dan Penanganan Kesalahan
Purbaya menegaskan bahwa adanya teknologi AI ini akan membantu pihaknya dalam memperkirakan awal selisih antara nilai barang atau kontainer yang sedang diperiksa. Jika terjadi perbedaan yang signifikan, ia sendiri akan turun tangan untuk memastikan apakah kesalahan berasal dari petugas Bea Cukai atau dari aplikasi AI itu sendiri.
“Nanti ketika realisasinya berubah terlalu banyak dari estimasi, saya bisa langsung mengecek orang yang memverifikasinya. Apakah dia bekerja benar atau justru AI-nya yang salah,” jelasnya.
Target Peningkatan Akurasi Teknologi AI
Meski belum mencapai 100 persen, Purbaya optimistis bahwa tingkat akurasi teknologi AI di Bea Cukai akan meningkat seiring berjalannya waktu. Ia menargetkan bahwa pada Maret 2026, tingkat akurasi akan mendekati angka 100 persen.
“Saya pikir pada Maret tahun depan, akurasinya sudah sangat mendekati 100 persen. Selain itu, saya juga memiliki alat yang lebih kuantitatif untuk melihat bagaimana petugas bekerja di lapangan dan bagaimana AI belajar dari pengalaman mereka,” ujarnya.
Tanggapan atas Pertanyaan Awak Media
Sebelumnya, beberapa awak media sempat mempertanyakan tingkat akurasi teknologi AI yang diluncurkan oleh Bea Cukai. Dalam pertanyaan tersebut, salah satu dari mereka memberi contoh bahwa teknologi AI yang pernah dicoba di Kemenkes juga tidak mampu mencapai tingkat akurasi 100 persen.
Namun, Purbaya tetap percaya bahwa pengembangan teknologi AI di Bea Cukai akan terus berkembang dan memberikan manfaat nyata dalam pengawasan keimigrasian dan pemeriksaan barang. Ia menekankan bahwa AI bukanlah solusi akhir, tetapi alat pendukung yang akan terus diperbaiki dan disempurnakan.

