Oleh: Made Indra Prastya
Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur
ZONA GADGET
Apabila Anda seorang pegawai kantor, sangat mungkin dalam tujuh hari terakhir ini Anda telah menggunakan ChatGPT, DeepSeek, Claude ataupun alat bantu kerja berbasis kecerdasan buatan lainnya demi mendukung tugas harian Anda.
Tidak bisa disangkal bahwa produktivitas pegawai dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan bantuan kecerdasan buatan, khususnya untuk tugas-tugas di lingkungan perkantoran atau profesi pekerja kerah putih.
Menurut laporan dari CNBC, kecerdasan buatan tidak hanya memperbaiki efisiensi karyawan tetapi juga bisa mengambil alih tugas pekerja manusia, terutama di jabatan tingkatan awal.
Perubahan besar dalam situasi lapangan kerja di masa depan merupakan tantangan berarti bagi Indonesia yang saat ini mengalami kelebihan jumlah penduduk usia produktif karena adanya bonus demografi.
Laporan dari World Economic Forum berjudul “The Future of Jobs Report 2025” menunjukkan bahwa kira-kira 40% majikan global bakal mengurangi jumlah pekerja dalam bidang tugas-tugas yang dapat dikerjakan oleh kecerdasan buatan atau AI.
Walaupun diperkirakan akan muncul sebanyak 170 juta lowongan kerja baru di seluruh dunia, tetapi 92 juta pekerjaan lainnya diyakini bakal lenyap akibat tergantikan oleh teknologi kecerdasan buatan.
Fenomena Bottleneck diharapkan akan terjadi, di mana tenaga kerja cenderung digantikan oleh kecerdasan buatan sebelum peluang kerja baru muncul.
Keadaan tersebut bisa menyebabkan kenaikan tingkat pengangguran yang harus diwaspadai dengan cermat.
Berbagai bidang kerja yang mengalami pengaruh besar karena adanya AI meliputi industri teknologi informasi dan komunikasi, serta sektor jasa perbankan dan asuransi.
Apabila revolusi industri 3.0 yang ditandai dengan otomatisasi mesin telah mempengaruhi sejuta buruh pabrik atau blue-collar workers, maka era industrialisasi ke-4 ini bakal menciptakan perubahan besar bagi para profesional kantoran atau white-collar workers.
Salah satu contoh umum yang kita jumpai adalah bagaimana perusahaan menerapkan AI seperti chatbot dalam layanan pelanggan sebagai tahap awal sebelum dialihkan kepada tenaga kerja manusia.
Meskipun tidak secara penuh menggantikan pekerja manusia, namun perusahaan akan memaksimalkan profit dengan cara meminimalisir pekerja manusia dan menggantikannya dengan AI.
Pekerja entry level atau pekerja pemula diperkirakan akan terkena dampak yang signifikan karena mayoritas pekerjaan yang ditangani bersifat administratif, repetitif, dan berisiko rendah yang dapat diotomatisasi AI dengan baik.
Tiap tahun ratusan ribuan pekerja baru bakal masuk ke dalam lapangan kerja, tetapi kesempatan untuk mereka makin berkurang.
Berdasarkan informasi dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah tenaga kerja di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2024 mencapai 3.118.678 orang, naik sebanyak 127.962 pekerja dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan diperkirakan akan tetap mengalami peningkatan dalam beberapa tahun mendatang.
Walaupun kebanyakan tenaga kerja di Nusa Tenggara Timur bekerja di bidang pertanian yang cenderung aman dari otonomi AI, masih ada sekitar 750 ribu pekerja kantor yang rawan mengalami gangguan akibat perkembangan teknologi tersebut.
Tantangan menjadi lebih rumit saat mempertimbangkan latar belakang pendidikan tenaga kerja.
Hanya 14 persen yang merupakan lulusan pendidikan tinggi pada tahun 2022.
Hal ini berarti sebagian besar pekerja kantoran tersebut masuk ke kelompok rentan kehilangan kesempatan kerja karena digantikan AI.
Meskipun orang yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi tak menjamin akan langsung memperoleh pekerjaan, sebab mereka harus berkompetisi bukan saja melawan para pelamar lainnya, tapi juga menghadapi kecanggihan AI yang terus meningkat.
Kecerdasan buatan saat ini dapat melaksanakan analisis data, menghasilkan laporan, memproduksi konten, serta merancang grafik cukup dengan bantuan prompt atau petunjuk yang singkat dan mudah.
Akibatnya, tugas-tugas yang dulunya memerlukan banyak tenaga kerja manusia dengan berbagai kemampuan bisa disederhanakan menjadi hanya melibatkan satu atau dua individu bersama dukungan kecerdasan buatan (AI), sehingga menimbulkan penurunan jumlah lowongan pekerjaan.
Pada saat ini, Provinsi Nusa Tenggara Timur sebenarnya belum menjadi daerah yang mengalami dampak besar dari eksposur ke teknologi Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan.
Sebagai daerah yang ekonominya masih sangat bergantung pada bidang pertanian, masuknya teknologi kecerdasan buatan (AI) belum sampai pada tahap yang perlu dikhawatirkan layaknya di provinsi-provinsi berorientasi industri ataupun sentra bisnis.
Ini dikarenakan infrastrukturnya belum banyak berkembang, sehingga penerapan kecerdasan buatan membutuhkan dana yang cukup tinggi dan sebagian besar tugas tetap berupa pekerjaan fisik.
Akan tetapi, apabila tanpa adanya persiapan serta tindakan campur tangan dari pihak pemerintahan, kecerdasan buatan ini bisa berubah jadi boms waktu di masa depan.
Tidak peduli terhadap perkembangan dalam dunia pekerjaan dapat menyebabkan kenaikan tingkat pengangguran yang mungkin akan mencetuskan berbagai macam masalah sosial tambahan.
Selain itu, ketimpangan dalam hal teknologi informasi serta kurangnya kualifikasi pendidikan pada kelompok pekerja di NTT bisa makin melemahkan kemampuan bersaing para buruh setempat di lapangan kerja secara nasional.
Penelitian bersama antara Amazon Web Services (AWS) dan Access Partnership berjudul “Mempercepat Ketrampilan AI: Menyiapkan Tenaga Kerja di Wilayah Asia Pasifik untuk Pekerjaan Masa Depan” yang diluncurkan pada bulan Maret tahun 2024 mengungkap bahwa permintaan terhadap profesional mampu bekerja dengan teknologi AI bakal meningkat signifikan. Sementara itu, mereka yang kurang memiliki kemahiran dalam bidang digital diprediksi akan kesulitan bersaing di tengah persaingan lapangan kerja yang semakin ketat.
Keadaan ini pastinya memberi peringatan kepada NTT agar dengan cepat meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, mengembangkan layanan pendidikan berteknologi, dan menyusun regulasi tenaga kerja yang responsif terhadap pertumbuhan AI.
Pemerintah harus menyusun strategi baik jangka pendek maupun jangka panjang untuk menavigasi tantangan tenaga kerja yang disebabkan oleh kemajuan teknologi AI.
Secara singkat, pemerintah bisa melaksanakan pencitraan menyeluruh tentang keadaan tenaga kerja di Nusa Tenggara Timur dan menentukan jenis profesi mana saja yang mungkin rentan terpengaruh oleh otonomi atau teknologi baru. Selain itu, mereka juga harus meramalkan bidang-bidang industri apa sajakah yang akan memiliki kebutuhan karyawan besar pada waktu yang akan datang.
Berdasarkan temuan dalam peta tersebut, pihak berwenang bisa merancangkan kursus latihan dan pengembangan keahlian yang ditujukan untuk area-area yang menjanjikan di zaman digital ini, misalnya teknologi informasi mendasar, wirausaha, pariwisata, serta kemampuan terapan di industri pertanian maju.
Program pelatihan ini diharapkan tidak hanya meningkatkan kapasitas dan daya saing angkatan kerja yang tersedia saat ini, tetapi juga menjadi strategi untuk memastikan penyerapan tenaga kerja lokal secara optimal.
Dalam jangka panjang, pemerintah perlu menyusun roadmap transformasi ketenagakerjaan berbasis digital yang selaras dengan potensi ekonomi daerah, termasuk memperkuat pendidikan vokasi, serta menghadirkan infrastruktur digital yang merata untuk mempersempit kesenjangan digital dan menjamin setiap individu mendapatkan akses yang sama.
Sebagai individu, yang dapat kita lakukan adalah meningkatkan keterampilan diri agar tetap relevan di tengah perubahan lanskap ketenagakerjaan.
Generasi muda dan angkatan kerja produktif perlu secara aktif mengembangkan kemampuan digital dasar, literasi AI, serta keterampilan yang bersifat kreatif dan analitis yang masih sulit digantikan oleh teknologi.
Akses internet dan AI semakin mempermudah individu untuk meningkatkan skill mereka.
Layanan semacam ChatGPT, bila digunakan secara tepat sasaran, bisa berfungsi sebagai pembimbing digital yang mendukung pemahaman tentang ide-ide terbaru serta menguasai kemampuan teknis sesuai dengan permintaan pasar kerja modern.
Banyak video pelajaran khususnya yang berkaitan dengan teknologi informasi dapat ditemukan secara cuma-cuma di YouTube.
Platform belajar online pun berebut untuk menawarkan kursus singkat bersertifikat dengan harga terjangkau dan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar kerja.
Inisiatif personal diperlukan untuk mengembangkan diri melalui investasi dalam hal pembelajaran, menggunakan segala fasilitas yang ada.
Meskipun ada berbagai pendapat tentang kecerdasan buatan, satu fakta yang tak dapat dibantahkan ialah bahwa teknologi ini bakal terus maju dan perlahan merombak peta industri pekerjaan.
Tiap kali ada pergantian yang signifikan pasti bakal timbul gesekan, hambatan, sambil membuka kesempatan baru.
Agar dapat mencegahnya perlu dibuat aturan yang kuat serta melibatkan pihak-pihak dari kalangan masyarakat guna menjamin bahwa keputusan akan bersifat bermoral dan adil bagi semua orang.
Oleh karena itu, pertumbuhan kecerdasan buatan bisa diorientasikan untuk menguatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan tanpa meninggalkan golongan yang berisiko terhadap jurang digital yang semakin lebar.(* )
Terusikin berita dari ZONA GADGET terus ya
di Google News

