ZONA GADGET.CO.ID – JAKARTA.
Bisnis kartu kredit bank tampaknya semakin terancam dengan kehadiran produk pembiayaan konsumtif fintech peer to peer lending (P2P) dan BNPL (paylater) yang menawarkan kemudahan dan fleksibilitas.
Tercermin dari pertumbuhan
outstanding
pembiayaan fintech dan BNPL lebih tinggi dibandingkan dengan kartu kredit.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
outstanding
pembiayaan konsumtif fintech telah mencapai Rp 51,93 triliun per Maret 2025. Jumlah ini mengambil porsi 64,9% dari total
outstanding
pembiayaan fintech yang tercatat sebesar Rp 80,02 triliun, naik 28,72% secara tahunan.
Di saat yang sama, utang masyarakat Indonesia di BNPL di perbankan mencapai Rp 22,78 triliun per Maret 2025. Angka tersebut meningkat 32,18% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Porsi kredit paylater bank tercatat sebesar 0,29% dari kredit perbankan secara keseluruhan.
Sementara itu, jumlah rekening paylater di perbankan juga mencatatkan kenaikan menjadi 24,56 juta pengguna, dari bulan sebelumnya yang sebanyak 23,66 juta pengguna.
Sementara itu, nilai transaksi kartu kredit per Maret 2025 sebagaimana dicatat Bank Indonesia (BI) yakni sebesar Rp 37,82 triliun, hanya meningkat 4,7% yoy. Jumlah kartu yang beredar juga hanya meningkat 2,9% yoy, yakni sebanyak 18,67 juta kartu.
Pengamat perbankan dan praktisi sistem pembayaran Arianto Muditomo menyampaikan, bahwa fintech P2P lending telah mengambil porsi dominan dalam pembiayaan konsumtif, melampaui kartu kredit perbankan maupun paylater dari perusahaan pembiayaan.
“Ini mencerminkan pergeseran preferensi konsumen ke layanan yang lebih mudah diakses, cepat, dan minim persyaratan administratif,” kata pria yang akrab disapa Didiet kepada ZONA GADGET.co.id, Minggu (1/6).
Persaingan dalam sektor pembiayaan konsumtif saat ini juga disebut menjadi semakin ketat, dengan fintech P2P menjadi pemain yang agresif berkat inovasi teknologi, penetrasi digital, serta pendekatan personalisasi berbasis data yang sulit ditandingi oleh produk konvensional seperti kartu kredit.
Didiet melihat, ke depan, bisnis kartu kredit bank berpotensi menjadi yang paling terancam jika tidak segera bertransformasi secara digital dan memperbaiki kecepatan serta fleksibilitas layanannya.
“Fintech P2P dan paylater menawarkan proses yang lebih instan, integrasi langsung dengan ekosistem e-commerce, serta promosi yang agresif. Kelebihan-kelebihan ini membuat generasi muda yang menjadi pasar utama pembiayaan konsumtif lebih memilih alternatif tersebut dibanding kartu kredit yang dianggap kaku dan lambat,” katanya.
Oleh karena itu, Bank disebut perlu berinovasi dan menyederhanakan proses agar tetap relevan dalam lanskap yang semakin kompetitif ini.
Berdasarkan dari Findex juga menyebutkan ada pergeseran sumber pembiayaan dari individu atau keluarga ke perangkat handphone. Orang saat ini tidak lagi meminjam uang di keluarga ataupun individu.
Selain itu, masih banyak yang tidak dapat mengakses perbankan karena satu dua hal. Praktik ini menyuburkan pembiayaan alternatif, terutama dari financial technology (fintech). Dua di antaranya adalah Buy Now Pay Later (BNPL) dan Pinjaman Daring (Pindar).
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda pun menilai, proses registrasi kartu kredit yang memakan waktu lama serta ketidakpastian akan terverifikasinya pengajuan pendaftaran membuat minat masyarakat berkurang akan kartu kredit.
Di saat yang sama, ada transformasi kebiasaan transaksi keuangan masyarakat ke ranah digital sehingga mereka lebih mengandalkan layanan keuangan berbasis teknologi dengan proses registrasi yang mudah, seperti ditawarkan paylater.
“Kartu kredit pun mulai ditinggalkan oleh Bank. Bank sekarang sudah mulai adopsi BNPL juga. Dan potensinya sangat besar terutama yang dari perbankan. Mereka sudah punya database nasabah yang bisa dijadikan pemilik BNPL juga. Data juga menunjukkan kinerja kartu kredit semakin menurun, di saat penyaluran BNPL dan pindar meningkat hingga dua digit,” jelas Huda.
Selain itu, kata Huda ada dorongan sisi konsumtif anak muda, terutama di tahun 2021-2022. Mereka menganut konsep YOLO, dimana selama masih hidup, mereka menikmati hidup sesuai keinginan dengan mereka.
“Tercatat dalam rentang tahun 2021 hingga 2022, pinjaman yang dialokasikan kepada kalangan remaja mengalami kenaikan cukup signifikan. Di masa tersebut, permintaan akan barang-barang konsumsi pun melonjak, seperti misalnya pembelian tiket konser serta hal lain serupa,” jelasnya.
PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI
Mencatat peningkatan transaksi kartu kredit sebesar 23% per tahun (year-on-year/yoy) sampai dengan Maret 2025. Pada saat ini, total jumlah kartu kredit Bank Mandiri yang tersebar di kalangan publik sudah mencapai 2 juta unit.
Senior Vice President Kartu Kredit di Bank Mandiri, Agus Hendra Purnama, mengestimasi bahwa pertumbuhan transaksi kartu kredit bakal tetap berlangsung dan diproyeksikan bisa menyentuh angka 30% untuk seluruh tahun ini.
Sebaliknya, semenjak diperkenalkan di penghujung tahun 2023, jasa Livin’ Paylater secara berkelanjutan mengalami pertumbuhan yang positif. Menurut Corporate Secretary Bank Mandiri M. Ashidiq Iswara, sampai triwulan pertama tahun 2025, jumlah transaksi dari Layanan ini sudah meningkat pesat dengan angka rata-rata pertambahan perbulan mencapai dua digit.
“Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi pertumbuhan frekuensi transaksi lebih dari 2,8 kali lipat, mencerminkan tingginya animo dan kepercayaan nasabah terhadap layanan ini, dengan kualitas kredit yang membaik, tercermin dari jumlah pengguna naik 2,3 kali lipat secara tahunan pada periode yang sama,” ungkap pria yang akrab disapa Ossy ini.
Saat ini, jumlah pengguna aktif Livin’ Paylater juga telah menembus lebih dari 160.000 nasabah, dengan dominasi berasal dari segmen milenial dan urban digital-savvy.
Pihaknya melihat tren penggunaan Livin’ Paylater yang terus meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu, khususnya pada kategori transaksi e-commerce & groceries. Hal ini sejalan dengan pergeseran perilaku konsumen ke arah digital dan meningkatnya preferensi terhadap opsi pembiayaan fleksibel.
“Ke depan, kami optimistis pertumbuhan ini akan berlanjut dengan momentum yang positif, seiring dengan strategi kami memperluas kerja sama dengan berbagai mitra serta peningkatan kapabilitas fitur di Livin’ by Mandiri,” ungkapnya.
Sementara bisnis kartu kredit di PT Bank Central Asia Tbk (BCA) juga terlihat tumbuh hingga kuartal l tahun ini.
EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn mengatakan, nilai transaksinya tumbuh 9% YoY menjadi Rp 32 triliun. Dengan total outstanding meningkat 13,9% YoY menjadi sebesar Rp 23,3 triliun.
Adapun, jumlah kartu kredit yang beredar saat ini kata Hera telah mencapai 4,91 juta.
Di saat yang sama, sejak diluncurkan pada Oktober 2023, BCA melihat animo yang tinggi dari masyarakat terhadap Paylater BCA. Hingga kuartal I 2025, outstanding Paylater BCA mencapai Rp 356 miliar atau naik sekitar 96% yoy.
“NPL Paylater juga BCA tetap terjaga baik, seiring komitmen BCA dalam penyaluran kredit yang pruden, sekaligus mempertimbangkan prinsip-prinsip kehati-hatian dengan penerapan manajemen risiko yang disiplin,” ungkap Hera.
Pihaknya pun berharap transaksi menggunakan Paylater BCA dapat mencatatkan pertumbuhan positif pada 2025.
Adapun PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) mencatat kenaikan frekuensi transaksi kartu kredit hanya sebesar 7% secara tahunan per April 2025. Volume transaksinya juga meningkat 1% YoY dibanding April tahun sebelumnya.
General Manager Bisnis Kartu BNI, Grace Situmeang, menerangkan, pertumbuhan ini didorong oleh penajaman segmentasi nasabah sehingga kartu kredit yang ditawarkan menjadi lebih relevan dengan karakteristik mereka.
Selain itu, kampanye berbasis transaksi serta promosi di sektor travel, gaya hidup, dan e-commerce juga turut mendorong peningkatan penggunaannya.
Hal ini menurut Grace juga diperkuat oleh perluasan kerja sama BNI dengan berbagai merchant dan meningkatnya digitalisasi transaksi kredit lewat QR Code Indonesian Standard (QRIS).
“Kami melihat adanya pergeseran perilaku transaksi masyarakat ke arah pembayaran nontunai sebagai pendorong utama,” terang Grace.
Meskipun demikian, Grace menyebutkan bahwa terdapat peningkatan rasio pinjaman bermasalah atau
non performing loan
(NPL) kartu kredit BNI meskipun tidak menyebutkan jumlahnya. Dia mengatakan bahwa peningkatan tersebut dikarenakan oleh pergantian pola konsumsi serta kapabilitas pembayaran pelanggan. Seperti yang kita ketahui, menurut pendapatnya, Indonesia masih belum bisa melepaskan diri dari tekanan ekonomi domestik.
“Namun demikian, kita tetap memastikan bahwa kualitas portofolio pinjaman selalu dalam tahap sehat dengan meningkatkan pengelolaan risiko, melakukan evaluasi rutin pada debitur bermasalah, serta menerapkan strategi perlindungan yang lebih sigap dan teliti saat memberikan kredit,” jelas Grace.
Dengan demikian, Grace tetap optimitis bisnis kartu kredit BNI bakal terus berkembang hingga akhir 2025, seiring dengan layanan kartu kredit BNI yang terdigitalisasi.
Sementara PT Allo Bank juga mencatat jumlah aplikasi PayLater yang masuk terus meningkat dengan total kredit yang disalurkan naik lebih dari 200% hingga kuartal I-2025.
Indra Utoyo, Direktur Utama Allo Bank, menyebutkan bahwa sejak peluncuranannya, program Allo Bank PayLater telah mencatat pertumbuhan signifikan dalam hal jumlah nasabah dan volume transaksi meskipun saat ini sedang menghadapi situasi ekonomi makro yang rumit.
Dari sisi jumlah nasabah, sejak diluncurkan pada 20 Mei 2022 hingga Mei 2025, Allo Bank memiliki lebih 12 juta nasabah di seluruh Indonesia yang menawarkan beragam produk perbankan berbasis digital.
“Bila melihat trend pertumbuhan PayLater yang cukup baik pada tahun 2024, tentunya kami berkeinginan untuk melanjutkan momentum pertumbuhan ini sepanjang tahun 2025,” katanya.
Pihaknya melihat, pertumbuhan BNPL masih sangat berpotensi ke depannya, mengikuti pertumbuhan tren transaksi online di e-commerce dan adopsi BNPL di merchant-merchant offline yang semakin meningkat, dimana tren ini juga turut meningkatkan kebutuhan akan fasilitas kredit yang cepat, tepat guna dan flexible.
Agar nasabah semakin aktif di Allo Bank, pihaknya terus berupaya menjalin kemitraan strategis dengan berbagai ekosistem terkemuka lainnya melalui penerapan model Open Banking dalam upaya mengembangkan ekosistem digital dan meningkatkan nilai layanan finansial yang disediakan oleh Bank secara contextual, terutama untuk sektor2 yang dekat dengan aspek-aspek kehidupan nasabah.
Adapun dari sisi fintech P2P landing, Perusahaan penyelenggara fintech P2P lending, PT Inovasi Terdepan Nusantara atau KrediOne mencatat penyaluran pinjaman sampai dengan kuartal I/2025 kurang lebih mencapai Rp 2 triliun.
“Pada kuartal I/2025 dibanding kuartal I/2024 kurang lebih kami tumbuh 60%, keseluruhan pembiayaan,” ungkap CEO KrediOne Kuseryansyah.
Seperti diketahui, KrediOne saat ini fokus pada pembiayaan segmen konsumtif. “Hari ini kami masih dengan cash loan, tapi kami sudah mencoba terus explore, pasang telinga tentang apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh generasi Y dan generazi Z, di mana kalangan ini adalah mayoritas pelanggan kita. Dengan keunikannya, kita harus punya cara untuk masuk segmen ini,” ujarnya.
Adapun fintech AdaKami, berhasil menyalurkan pinjaman konsumtif kepada nasabah sebesar Rp3,94 triliun pada kuartal pertama tahun 2025. Perusahaan P2P lending tersebut juga merinci terdapat 955.400
peminjam aktif pada periode tersebut.
“Keberhasilan ini juga diimbangi dengan tingkat keberhasilan pengembalian sebesar 99,82% yang memang cukup jauh di atas ambang batas 95% yang ditentukan oleh OJK,” ujar Chief of Public Affairs AdaKami, Karissa Sjawaldy.
Sampai saat ini, AdaKami juga telah menggaet 8,23 juta peminjam-perorangan, dengan jumlah peminjam aktif-perorangan sebanyak 1,43 juta transaksi.

