Klarna dan Salesforce: Perusahaan Teknologi Kembali Rekrut Karyawan Setelah Mengganti Pekerja dengan AI
Penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) di berbagai perusahaan teknologi telah menjadi tren yang semakin mengglobal. Namun, beberapa perusahaan kini mulai mengevaluasi dampak dari penggunaan AI yang terlalu agresif, termasuk Klarna dan Salesforce.
Klarna, sebuah perusahaan teknologi finansial asal Swedia, pada tahun 2024 lalu memangkas sekitar 1.200 karyawan dan menggantinya dengan sistem AI. Langkah ini dilakukan untuk memangkas biaya operasional, meningkatkan efisiensi, serta mempercepat proses pengambilan keputusan. Namun, kini Klarna kembali membuka lowongan pekerjaan, menunjukkan bahwa perusahaan tersebut merasa perlu untuk kembali merekrut tenaga manusia.
CEO Klarna, Sebastian Siemiatkowski, mengungkapkan bahwa penggunaan AI terlalu berlebihan dalam beberapa waktu terakhir. Menurutnya, meskipun AI mampu menyelesaikan tugas lebih cepat, namun tidak memberikan peningkatan signifikan dalam hal produktivitas atau kualitas layanan kepada pelanggan. “Kami mungkin cukup berlebihan (dalam menggunakan AI), sehingga dalam enam bulan terakhir kami mencoba memperbaikinya,” ujarnya dalam wawancara bersama Reuters.
Selain itu, penghematan anggaran yang dihasilkan oleh AI juga tidak begitu besar bagi investor. Meski penghematan mencapai sekitar dua juta dolar Amerika Serikat (sekitar Rp 32,7 miliar), investor tetap mengharapkan pertumbuhan dan kinerja yang lebih baik dari perusahaan.
Klarna kini memasang lebih dari dua lusin lowongan pekerjaan untuk merekrut karyawan lagi. Siemiatkowski menekankan bahwa pihaknya akan lebih fokus pada peningkatan produktivitas dan kualitas produk bagi pelanggan dan klien. Meski demikian, perusahaan tetap optimis bahwa AI akan membantu memberikan pelayanan yang lebih baik ke pelanggan di masa depan.
Penggunaan AI di Salesforce
Bukan hanya Klarna saja, perusahaan teknologi lain seperti Salesforce juga melakukan pemangkasan karyawan demi menggantinya dengan AI. Pada awal September 2025, Salesforce memutuskan hubungan kerja dengan 4.000 karyawan di divisi layanan pelanggan. Jumlah staf dukungan pelanggan kini menyusut hingga hampir 50 persen, dari 9.000 menjadi sekitar 5.000 karyawan.
CEO Salesforce, Marc Benioff, menjelaskan bahwa posisi yang ditinggalkan karyawan akan digantikan oleh teknologi kecerdasan buatan. Ia mengatakan bahwa agen AI (agentic) akan mengambil alih sebagian besar interaksi dengan pelanggan dan terbukti meningkatkan produktivitas perusahaan.
Menurut Benioff, agentic AI bekerja secara otonom dan otomatis untuk menyelesaikan tugas. Program ini memecah satu masalah besar ke dalam serangkaian tugas kecil, sehingga bisa diselesaikan lebih cepat dan efisien dibandingkan tenaga manusia.
Meskipun jumlah karyawan berkurang signifikan, Salesforce tetap mempertahankan kombinasi tenaga kerja manusia dan AI. Tenaga manusia yang tersisa akan bekerja di bawah program “omni channel supervisor”, yang membantu agen AI dan tenaga manusia untuk bekerja sama.
Benioff mengeklaim bahwa skor kepuasan pelanggan dari AI dan interaksi manusia kurang lebih tetap sama. Ia yakin bahwa saat ini setiap perusahaan mengarah ke agentic enterprise, yakni perusahaan yang memanfaatkan agen AI.
Namun, Benioff juga mengkritik perusahaan-perusahaan yang tidak merekrut pekerja dari kalangan lulusan baru alias fresh graduate. Ia menyebut bahwa mereka melewatkan kesempatan, karena talenta muda yang memiliki ketrampilan dalam pengoperasian AI adalah kandidat potensial bagi perusahaan.

