jakarta.ZONA GADGET
– Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI ITB) menyelenggarakan seminar online bernama Humanizing Artificial Intelligence guna mendukung penggunaan kecerdasan buatan (AI) yang bertanggung jawab, adil, serta memperhatikan aspek kemanusiaan.
Acara tersebut merupakan bagian dari janji STEI ITB dalam menyusun jalur perkembangan teknologi AI di Indonesia yang tak hanya canggih secara teknikal, namun juga sejalan dengan tujuan-tujuan sosial dan nilai-nilai budaya rakyat.
Sesi webinar tersebut menggarisbawahi pentingnya menerapkan pendekatan AI berpusat pada manusia untuk menyikapi pengaruh perubahan tehnologi ini terhadap lingkungan pekerjaan serta struktur sosial di Indonesia.
“Ayut utama dari kecerdasan buatan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dan tidak merugikan manusia,” ungkap Peneliti Pusat Kecerdasan Buatan ITB Ayu Purwarianti pada hari Sabtu (31/5).
Ayu mengatakan bahwa AI yang dikembangkan seharusnya tidak dipakai untuk melancarkan tindakan-tindakan yang merugikan.
“Minimal ada empat pilar yang perlu dipertimbangkan saat mengembangkan AI, yakni keamanan, dapat dikontrol oleh manusia, aplikasi yang jelas, bisa dijelaskan, dan bertanggung jawab, serta bersifat adil,” ungkap Ayu.
Iradat Wirid dari Deputi Sekretaris Eksekutif CfDS UGM menyebutkan bahwa teknologi perlu fokus pada kebutuhan manusia serta diaplikasikan untuk mencapai tujuan-tujuan yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia.
“Jangan sampai pemujaan terhadap teknologi mengaburkan batas nilai kemanusiaan dan fungsi manusia itu sendiri,” kata Iradat.
Iradat berpendapat bahwa perlu adanya pengetahuan etika fundamental bagi manusia agar bisa tetap bertahan mengikuti laju perkembangan teknologi.
“Untuk mencegah hilangnya sisi kemanusiaan pada diri manusia, hal tersebut perlu dijalankan,” jelas Iradat Wirid.
Peneliti senior ELSAM Indri Dyah Saptaningrum juga menyoroti arti penting keterlibatan manusia dalam pengembangan AI.
Indri menyatakan bahwa pusat perhatian pada manusia dalam perkembangan dan operasional AI seharusnya diartikan sebagai suatu proses pemberdayaan, bukannya penggantian.
“Interaksi dan keterlibatan manusia di setiap tahap, mulai intervensi, review, hingga evaluasi adalah inti dari prinsip human-in-the-loop, ” ujar Indri. (jos/jpnn)

