Pentingnya Kewaspadaan dalam Aktivitas Digital
Dalam era digital yang semakin berkembang, aktivitas online seperti belanja online semakin meningkat. Namun, dengan meningkatnya penggunaan internet, muncul pula berbagai ancaman siber, salah satunya adalah social engineering. Teknik manipulasi ini sering kali menargetkan individu yang kurang waspada atau terlalu banyak membagikan informasi pribadi.
Social engineering didefinisikan sebagai upaya untuk membujuk seseorang agar memberikan informasi sensitif, mengakses sistem secara ilegal, atau melakukan tindakan merugikan dengan membangun rasa percaya secara manipulatif. Menurut National Institute of Standards and Technology (NIST), hal ini menjadi ancaman nyata bagi keamanan siber.
Brand Manager PT Pembiayaan Digital Indonesia (AdaKami), Jonathan Kriss, menekankan pentingnya kewaspadaan saat beraktivitas di dunia maya. Ia menyampaikan bahwa kebiasaan masyarakat yang sering membagikan informasi pribadi tanpa disensor bisa menjadi celah bagi para pelaku kejahatan siber.
“Kita seringkali lengah dan oversharing informasi penting seperti data pribadi yang sebenarnya sangat perlu untuk dijaga kerahasiaannya. Contohnya, informasi seperti nama dan nomor telepon yang bisa dilihat jelas saat mengunggah video atau foto review produk. Data ini sangat rentan untuk dimanfaatkan para pelaku social engineering,” ujar Jonathan.
Modus Penipuan yang Marak di E-Commerce
Saat ini, terdapat dua skema penipuan yang tengah marak dan menyasar pengguna e-commerce. Kedua modus ini memiliki benang merah, yakni membangun rasa percaya korban, baik dengan bujukan maupun tekanan emosional.
Modus pertama dikenal sebagai baiting. Pelaku menawarkan iming-iming menarik seperti cashback, voucher, atau hadiah lainnya. Setelah mendapatkan informasi dasar seperti nama dan nomor telepon korban dari unggahan online, pelaku akan menghubungi korban dengan mengaku sebagai perwakilan e-commerce. Penipu kemudian menyampaikan bahwa korban bisa mendapatkan voucher dengan syarat mengunduh aplikasi layanan pinjaman daring (pindar) dan mengisi data pribadi.
Saat pinjaman disetujui, korban justru diminta untuk mentransfer dana yang diterima ke rekening milik pelaku, dengan dalih bahwa dana tersebut akan dikembalikan beserta voucher yang dijanjikan.
Sementara itu, modus kedua menyasar mereka yang gemar mengulas produk di platform belanja online. Pelaku akan berpura-pura menjadi pihak berwenang dan mengklaim bahwa review yang diunggah korban melanggar aturan. Metode ini dikenal sebagai pretexting, yaitu menciptakan situasi palsu untuk menakut-nakuti korban agar mengikuti arahan pelaku.
Pelaku biasanya melengkapi tipuannya dengan dokumen berlogo dan kop surat palsu, serta informasi fiktif mengenai pelanggaran yang dilakukan. Mereka kemudian mengarahkan korban untuk bertransaksi di akun e-commerce tertentu, yang ternyata milik pelaku, menggunakan limit buy now pay later milik korban. Jika limit habis atau tidak tersedia, korban diminta mengajukan pinjaman dari platform pindar. Lagi-lagi, dana yang cair akan diminta untuk dikirimkan ke rekening pelaku.
Langkah Pencegahan yang Bisa Dilakukan
Untuk mencegah diri dari modus penipuan ini, berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan ketika menerima informasi mencurigakan:
- Periksa ulang nomor pengirim. Gunakan aplikasi pendeteksi nomor tak dikenal untuk mengetahui identitas penelepon.
- Lakukan konfirmasi langsung ke layanan pelanggan resmi platform yang disebut dalam pesan. Konfirmasi bisa dilakukan melalui nomor telepon, email, maupun media sosial resminya.
- Laporkan dan blokir nomor penipu. Jika sudah dipastikan sebagai penyebar informasi palsu, segera lakukan langkah-langkah tersebut.
Dengan kesadaran dan kewaspadaan yang tinggi, kita dapat mengurangi risiko menjadi korban kejahatan siber. Selalu pastikan untuk menjaga informasi pribadi dan selalu memverifikasi setiap informasi yang diterima.

