Jumat, Desember 5, 2025
Berandaartificial intelligenceWawancara Kerja dengan AI: Pengalaman Menjengkelkan yang Tidak manusiawi

Wawancara Kerja dengan AI: Pengalaman Menjengkelkan yang Tidak manusiawi


ZONA GADGET

– Teknologi kecerdasan buatan
(artificial intelligence/AI)
Mulai digunakan di banyak bidang dalam industri pekerjaan, termasuk untuk sesi wawancara kerja yang menggunakan video.
(video call interview)
.

Lately, banyak perusahaan mengadopsi teknologi AI yang didasari oleh video.
chatbot
Untuk menginter views calon karyawan, salah satunya adalah Apriora.
startup
yang menggunakan kecerdasan buatan untuk menyeleksi kandidat pekerjaan
video call
.

Perusahaan tersebut mengatakan bahwa kecerdasan buatan dapat memperkuat efisiensi pada proses pencarian kandidat pekerja yang paling berkualitas sambil juga mereduksi beban biaya untuk melakukan panggilan.
interview
secara
offline
atau fisik.

Walau begitu, penerapan kecerdasan buatan dalam tahap wawancara pekerjaan dinilai tidak sesuai untuk menemukan calon karyawan terpilih yang tepat bagi sebuah perusahaan.

Alasannya antara lain yaitu karena AI dapat melakukan kesalahan, mengalami fenomena halusinasi, serta menghadapi hambatan saat berproses.
video call
Berjalan. AI pun tak mampu mengapresiasi pelamar dan terkesan tidak berperikemanusiaan.

Sebuah contoh terjadi pada calon pekerja bernama Leo Humphries. Melalui akun TikTok-nya @leohumpsalot, ia menampilkan situasi di mana asisten virtual tampak bermasalah karena terus-menerus mengucapkan frasa dan kata yang sama berulang kali.

Seorang peminjam lain dengan nama Kendiana Colin pun mengungkapkan pengalamannya saat melihat kecerdasan buatan tersebut.
error
Karena terus-menerus menyebut frasa “vertical-bar Pilates”. Ia membagikannya melalui akun TikTok-nya.
handle
@its_ken04.

Terakhir, Leo dan Colin tidak berhasil memperoleh posisi itu. Saat diwawancarai melalui AI, mereka menghadapi kegagalan.
video call
, kedua belah pihak diam serentak karena terkejut menyaksikan AI yang bermasalah, sementara AI itu pun tidak merespons pembicaraan mereka.

Leo ditolak hanya beberapa jam setelah mendaftar.
interview
, sementara itu Colin tidak menerima pemberitahuan lebih lanjut dari perusahaan tempat dia melamar pekerjaan.

” Ini sungguh tidak beretika dan merugikan waktu,” kata Colin.


Tidak dihargai

Selain rentan
error
, wawancara via
video call
Dengan agen AI juga umumnya tidak mencakup emosi dan bersifat non-manusiawi.

Sebagian calon pekerja yang ditemui oleh kecerdasan buatan bisa jadi akan merasa tidak dihargai atau kurang terhormat, bahkan ketika mereka telah mengenakan pakaian formal.

Satu orang yang mengaku tidak dihargai adalah seorang calon pekerja bernama Tyler Jensen yang menceritakan kisahnya ke biro berita Slate.

“Interview tersebut sungguh kurang menyenangkan karena saya tak dapat memperoleh jawaban atas pertanyaan yang langsung saya ajukan di momen itu sendiri. Sementara itu, biasanya saya adalah orang yang cukup aktif dan ekspresif dalam percakapan,” jelas Tyler.

“Bila saya belum memahami mengenai posisi kerja ataupun perusahaannya, dan mereka tidak dapat menjawab pertanyaan saya terkait jabatan tersebut dengan jelas, ada gunanya saya mendaftar untuk pekerjaan itu?” penjelasan dari Tyler.

Jensen menginginkan untuk dipandang sebagai orang yang bernilai karena dia berkeinginan saat sesi wawancara pekerjaan, sang pewawancara dapat mengevaluasi kelebihannya serta sifat-sifat positifnya lewat perilaku, ekspresi, sampai dengan cara bicaranya.

Oleh karena itu, sebuah perusahaan dapat mengambil pertimbangan seorang kandidat pekerjaan untuk bergabung dengan tim mereka.

Namun sayangnya, AI sepertinya tidak dapat mengenali nilai-nilai semacam itu, dan beberapa pekan setelahnya, Jensen justru menerima surat penolakan.


Tidak dapat menjelaskan kebudayaan perusahaan tersebut.

Tindakan dan tingkah laku wawancara serta pertanyaannya terhadap kandidat umumnya mencerminkan nilai-nilai perusahaan tersebut.

Namun, saat AI melaksanakannya, nilai-nilai semacam itu tampaknya menghilang. Ini dialami oleh seorang kandidat lain dengan nama Mayfield Philips yang turut memberikan kesaksiannya.
Slate
, mirip seperti Tyler yang disebutkan sebelumnya.

Dia merasa letdown karena dalam sebuah sesi wawancara, AI gagal menanggapi pertanyaan tentang nilai-nilai perusahaan dan prospek karir yang ditawarkan saat menerima posisi tersebut.

Menurut Phillips, kesan pertama yang diinginkan perusahaan cari dari calon pekerja adalah adanya kontak mata langsung dengan mereka, daripada berinteraksi dengan AI atau menetapkan janji temu dengan asisten AI.

“Begitu juga, proses wawancara sungguh-sungguh tak berperikemanusiaan untukku,” ujar Phillips.

Sebelumnya, Phillips pernah menggunakannya sendiri AI untuk meningkatkan tampilan surat lamaran kerja atau CV-nya. Dia sangat menyadari bahwa dokumen tersebut akan diperiksa oleh mesin AI dan bukan manusia.

Namun, dia tidak mengetahui bahwa sesi wawancara akan dilaksanakan bersama kecerdasan buatan yang telah direncanakan sebelumnya, dan bukannya dengan perekrut atau pegawai dari perusahaan tersebut.


AI meningkatkan efisiensi, tetapi…

Selain aspek negatif tersebut, Apriora,
startup
Yang menggunakan kecerdasan buatan (AI) dalam proses wawancara kandidat kerja mengklaim bahwa sistem mereka dapat meningkatkan kecepatan rekrutmen hingga 87% serta mengurangi biaya sebesar 93%.

Hal yang sama juga dijelaskan oleh konsultan sumber daya manusia (SDM) bernama Mike Peditto.

“Kemarin, satu perusahaan mungkin hanya dapat menghadirkan wawancara untuk 10 orang, tetapi saat ini dengan bantuan AI, mereka dapat menyeleksi sampai 1.000 orang,” jelas Mike.

Meskipun begitu, dia masih menekankan bahwa AI tidak dapat mengevaluasi atau memahami karakter individu manusia, yang merupakan faktor penting dalam proses wawancara pekerjaan.

“Seorang recruiter handal tidak hanya bertugas memeriksa berkas Lamaran dan menginterview calon pekerja dengan cepat, tetapi juga harus menganalisis kualitas serta karakter dari para pelamar tersebut,” jelas Mike.

Namun, apabila terdapat perekrut semacam itu, dapat saja membuat orang menjadi takut, terlebih untuk mereka yang baru memulai karier, ” tambah Mike.

Mike menyatakan bahwa tren kecerdasan buatan (AI) yang digunakan dalam proses wawancara kerja tersebut diperkirakan akan tetap berlangsung dan semakin banyak perusahaan yang menerapkannya.

Salah satu raksasa industri teknologi global, IBM pun telah menerapkan penghentian hubungan kerja (PHK).
layoff
untuk ratusan staf HRD yang umumnya mengadakan sesi wawancara dengan para kandidat pekerjaan. Sebaliknya, perusahaan tersebut sekarang memakai teknologi AI untuk proses ini.

Bisa jadi beberapa perusahaan lain juga akan mengikuti jejaknya di waktu mendatang, seperti disimpulkan
KompasTekno
dari
Slate,
Rabu (21/5/2025).

zonagadget
zonagadgethttps://www.zonagadget.co.id/
Berikan ilmu yang kamu punya, niscaya kamu akan mendapatkan yang lebih
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

New Post

Most Popular