
MANADO
– Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Manado menggelar diskusi bertema ‘Dampak Kecerdasan Buatan terhadap Kebebasan Pers dan Media’.
Kegiatan yang digelar di Aula Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Rabu (7/5), merupakan rangkaian dari peringatan World Press Freedom Day (WPFD atau Hari Kebebasan Pers Sedunia yang digelar AJI di 40 daerah di Indonesia.
Berpartisipasi sebagai pembicara utama ada Dekan FISIP Unsrat, DR Ferry Daud Liando, Ahli Kecerdasan Buatan (KB), Yunan Helmy Balamba, dan Ketua AJI Manado, Fransiskus Marcelino Talokon. Peserta dalam acara ini melibatkan berbagai pihak termasuk wartawan, anggota media dari universitas Unsrat dan IAIN Manado, siswa jurusan Ilmu Sosial Politik (FISIP) juga perwakilan dari Lembaga Bantuan Hukum Pers.
Sekretaris AJI Manado, Isa Jusuf, saat membuka kegiatan, menyebutkan jika AI saat ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern. Namun, AI harus dipahami bukan hanya soal teknologi saja, tapi juga dampaknya secara luas.
Menurut dia, kecerdasan buatan saat ini tidak cuma bikin teks, gambar, dan video yang mirip aslinya, tetapi juga bisa jadi penyebab deepfake serta informasi bohong atau hoax, hal itu pastinya dapat mempengaruhi beberapa bidang, seperti akademisi, wartawan, dan dunia mediamedia.
Isa mengatakan bahwa AJI memberikan perhatian khusus pada masalah ini karena tentu saja dampaknya amat signifikan bagi berbagai sektor saat ini.
Pada kesempatan tersebut, ketika sedang berdiskusi, Ketua AJI Manado, Fransiskus Marcelino Talokon, menekankan lagi akan pentingnya kode etik di bidang jurnalisme, terlebih soal penerapan AI atau kecerdasan buatan.
Menurut dia, seiring kemajuan AI yang kian canggih dan semakin mendekati ke realism, penting untuk melakukan pengecekan ulang terhadap semua informasi yang diperoleh agar memastikan bahwa materi yang disebarkan adalah fakta aktual dan tidak dimanipulasi.
“Ini jadi tantangan untuk pers dan media saat ini, di mana verifikasi mulai tak lagi jadi utama dalam memproduksi berita. Apalagi di saat perkembangan AI semakin realistis, maka ini jadi tanda awas, karena jangan sampai media justru yang menampilkan konten AI tanpa verifikasi,” kata Frans sapaan akrabnya.
Soal verifikasi ini juga menjadi bagian penting dari penjelasan Yunan Helmy Balamba, praktisi AI, pada saat diskusi. Pria yang sejak awal tahun 2000-an sudah menggeluti dunia digital ini, mengaku jika AI memang sudah semakin maju saat ini.
Menurutnya, AI saat ini telah mencapai level ahli, di mana AI mampu mengadaptasi pola pikir seseorang. Sehingga, jika diminta untuk membuat sesuatu yang mirip dengan individu yang diteliti oleh AI tersebut, hasil akhirnya akan sangat serupa bahkan hampir sempurna.
“Misalnya di dunia pers, AI ini kita berikan data tentang cara menulis dan gaya tulisan seorang jurnalis, lalu kita berikan perintah untuk membuat tulisan dengan cara menulis dan gaya tulis jurnalis itu, maka dia akan bisa mengerjakannya,” ujar Yunan.
Di kesempatan itu, Yunan juga mempraktikkan ketika dia menggunakan AI untuk berbincang menggunakan dialek Manado, serta berpura-pura menjadi moderator pada acara diskusi tersebut. Saat itu, AI yang Yunan beri nama
Crea
itu, langsung merespons dengan cepat dan bertindak sebagai moderator termasuk menyiapkan pertanyaan untuk narasumber menggunakan dialek Manado.
“Dengan memberikan data atau perintah yang tepat, maka AI akan bisa melaksanakannya itu,” ujar Yunan.
Namun demikian, Yunan mengatakan jika sehebatnya AI, tapi ada kelemahan, terutama jika data yang tersedia kurang, maka respons dari AI itu juga tidak akan maksimal. Untuk itu ada juga AI yang datanya sumir.
“Saya setuju dengan Ketua AJI, di mana validasi dan verifikasi data itu penting. AI itu menampilkan apa data yang kita berikan, sehingga perlu ada verifikasi ulang apa data itu benar atau belum,” ujar Yunan kembali.
Sementara itu, Dekan FISIP Unsrat, DR Ferry Daud Liando, mengaku berterima kasih dengan diskusi yang digelar di kampus, terutama berbicara tentang kecerdasan buatan atau AI. Dia berharap kegiatan seperti ini dengan melibatkan mahasiswa bisa memberikan efek baik untuk kampus.
Dekan yang pernah menjadi majelis etik AJI Manado ini, mengaku jika dia ingin mahasiswa mendapatkan banyak pelajaran tak hanya dari dunia kampus, tapi juga dari lapangan termasuk pelatihan seperti ini.
“Saya ingin mahasiswa itu mendapatkan ilmu yang banyak tak hanya dari kampus tapi juga dari praktisi dan orang yang punya pengalaman di lapangan. Untuk itu, saya berharap kegiatan seperti ini bisa berkesinambungan dengan melibatkan para mahasiswa. Tak hanya di FISIP tapi untuk yang lain juga,” kata Ferry kembali.
Diskusi yang dipandu oleh Vivi Pamikiran ini berjalan dengan semarak, di mana sebagian besar partisipan menyampaikan pandangan mereka. Mayoritas pembicara fokus pada topik tentang kecerdasan buatan serta fungsi media dalam hal tersebut.

