JAKARTA, ZONAGADGET– Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menyebutkan, Artificial Intelligence (AI) saat ini telah melampaui kecerdasan manusia.
Hal tersebut disampaikan Nezar dalam acara bedah buku “Neksus: Riwayat Jejaring Informasi, dari Zaman Batu ke Akal Imitasi” karya Yuval Noah Harari, yang digelar di kantor Kementerian Komdigi, Senin (21/7/2025).
“Perdebatan-perdebatan tentang Artificial Intelligence saat ini mengarah kepada terbentuknya super intelligent atau Artificial General Intelligent,” ungkapnya.
“Kemampuan mesin yang digerakkan oleh kecerdasan buatan ini bisa melampaui kemampuan manusia berpikir, dan saat ini memang sudah melampaui,” tambah dia.
Kecerdasan buatan atau telah mencapai tingkat kecerdasan luar biasa, dengan tingkat kecerdasan atau IQ mencapai 300, jauh melampaui manusia pada umumnya.
“Artificial Intelligence itu ada yang bilang IQ-nya sampai 300-an. Sementara manusia ulamanya ya 140-150-an. Jadi bisa dibilang, AI ini dua kali lipat lebih cerdas dan kecerdasannya terus meningkat,” ujar Nezar.
Nezar menyoroti bahwa AI saat ini telah melewati batas kecerdasan manusia dalam hal kecepatan pemrosesan informasi melalui neural network yang kompleks.
Perkembangan ini membawa dunia menuju era Super Intelligence atau bahkan Artificial General Intelligence, yaitu ketika mesin memiliki kemampuan berpikir, memahami, dan membuat keputusan melebihi manusia.
“Sekarang kemampuan prosesing AI sudah melampaui otak manusia. Pertanyaannya, apakah AI akan menggantikan manusia, bahkan mengambil alih kehidupan kita tanpa bisa kita kendalikan?” tanya Nezar.
Mengutip apa yang ditulis oleh Yuval Noah Harari, serta tokoh-tokoh sains dunia seperti Stephen Hawking dan Geoffrey Hinton, Nezar mengingatkan bahwa AI bukan hanya berpotensi memberi manfaat besar, tetapi juga ancaman serius jika tidak dikendalikan.
“Mesin yang bisa berkomunikasi dengan Artificial Intelligence bisa memberikan informasi palsu. Misalnya menggerakkan agentic AI di pasar bursa dengan menyimpulkan krisis politik yang menyebabkan guncangan di pasar bursa,” kata dia.
“Lalu kemudian mesinnya menggerakkan perdagangan bursa dan menyuruhkan para pembeli melepaskan saham mereka. Terjadi rush yang luar biasa yang mesin tanpa manusia bisa menyetopnya. Ini yang ditakutkan,” lanjut dia.
Wamenkomdigi menyebut buku Neksus sebagai refleksi penting untuk memahami bagaimana penguasaan informasi sejak zaman dahulu selalu terkait dengan kekuasaan.
Kini, di era digital, kekuasaan itu bisa berpindah ke entitas non-manusia jika manusia lalai.
“Nah ini menjadi bahan refleksi, tapi sampai hari ini pergerakan teknologi untuk menuju Super Intelligence terus berlangsung,” kata dia.
“Sebagai cerminan buat kita, penguasaan informasi itu pada akhirnya membawa kepada power information yang digambarkan oleh Yuval,” tegasnya.

