Peran Jurnalis di Era AI: Keseimbangan antara Teknologi dan Etika
Acara Media Talks bertema “Masa Depan Jurnalisme di Era AI” yang berlangsung di Aston Denpasar pada Selasa, 9 September 2025, menjadi ajang diskusi penting bagi para jurnalis di Bali. Acara ini membahas bagaimana penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) semakin masif dalam karya jurnalistik. Meski AI menawarkan banyak manfaat, penggunaannya tetap menjadi topik yang memicu perdebatan.
Rosarita Niken Widyastuti, Ketua Komisi Kemitraan, Hubungan Antar Lembaga, dan Infrastruktur Dewan Pers, menjelaskan bahwa AI dapat diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Di satu sisi, AI bisa membantu jurnalis dalam proses produksi berita, seperti riset awal atau observasi. Namun, ia menegaskan bahwa tugas utama jurnalis tidak bisa digantikan oleh AI. Misalnya, dalam wawancara dengan narasumber, keterampilan manusia masih sangat diperlukan.
Etika dan tanggung jawab adalah aspek kunci dalam dunia jurnalisme. AI tidak memiliki etika atau tanggung jawab hukum, sehingga produk yang dihasilkannya tidak bisa dikategorikan sebagai karya jurnalistik. Sementara itu, karya jurnalistik harus mematuhi kode etik serta Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999. Oleh karena itu, AI hanya berperan sebagai alat bantu, bukan pengganti jurnalis.
Dewan Pers telah mengatur penggunaan AI dalam karya jurnalistik melalui Peraturan Dewan Pers No. 1 tahun 2025. Salah satu poin utamanya adalah kewajiban manusia untuk melakukan verifikasi informasi. Saat ini, Dewan Pers belum melakukan pendataan terkait penyalahgunaan AI. Meski jumlah aduan cukup tinggi, belum ada data pasti apakah aduan tersebut berasal dari penggunaan AI atau bukan. Hal ini akan dilakukan setelah dilakukan verifikasi lebih lanjut.
Penanganan Pengaduan Masyarakat Terhadap Pemberitaan
Dewan Pers juga memberikan update terkait perkembangan penanganan pengaduan masyarakat terhadap pemberitaan media pada semester pertama 2025. Dari Januari hingga Juni 2025, total pengaduan yang diterima mencapai 625 kasus, angka tertinggi dalam empat tahun terakhir untuk periode yang sama. Kenaikan ini menunjukkan dua hal penting: pertama, kesadaran masyarakat akan hak mereka dalam pemberitaan meningkat. Kedua, media, terutama media daring, masih menghadapi tantangan besar dalam menjaga standar etika jurnalistik.
Bulan Juni 2025 menjadi bulan dengan jumlah pengaduan terbanyak, yaitu 199 kasus, melebihi rekor sebelumnya sejak 2022. Dari total pengaduan tersebut, sebanyak 191 kasus telah diselesaikan, sedangkan sisanya masih dalam proses. Mayoritas pengaduan disampaikan melalui saluran digital seperti Layanan Pengaduan Elektronik (LPE), email, maupun hotline pengaduan. Lebih dari 90 persen pengaduan ditujukan kepada media siber, yang menunjukkan perlunya peningkatan profesionalisme di sektor media online.
Tantangan dan Peluang di Masa Depan
Penggunaan AI dalam jurnalistik membuka peluang baru, tetapi juga membawa tantangan. Meskipun AI dapat mempercepat proses riset dan analisis, jurnalis tetap menjadi tulang punggung dalam memastikan akurasi dan kredibilitas berita. Dengan adanya AI, jurnalis perlu lebih waspada dalam menghindari penyalahgunaan teknologi yang bisa merusak integritas jurnalisme.
Kemajuan teknologi memang tak terhindarkan, tetapi peran manusia dalam proses jurnalistik tetap tidak tergantikan. Etika, tanggung jawab, dan ketaatan terhadap aturan menjadi fondasi utama dalam menjaga kualitas informasi yang disampaikan kepada publik. Dengan demikian, meski AI menjadi alat bantu yang canggih, jurnalis tetap menjadi garda terdepan dalam menjaga kualitas dan kepercayaan publik terhadap media.

