Tren Edit Foto AI dengan Wajah Selebriti, Apakah Etis?
Belakangan ini, tren penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk mengedit foto pribadi semakin marak. Banyak pengguna memanfaatkan teknologi ini untuk membuat foto yang tampak seolah-olah mereka sedang bersama artis atau selebriti. Hasil editan biasanya dikemas dalam gaya kamera polaroid, lengkap dengan pose dan pakaian yang sesuai dengan instruksi pengguna.
Foto-foto tersebut kemudian dibagikan di media sosial, menciptakan kesan bahwa momen nyata sedang terjadi. Namun, yang menarik adalah, fenomena ini berkembang pesat tanpa sepengetahuan selebriti yang fotonya digunakan. Bahkan, para artis tersebut tidak menyadari bahwa wajah mereka muncul dalam konten seperti ini.
Ini memicu pertanyaan: Apakah etis menggunakan foto orang lain, termasuk artis, dalam konten yang diedit menggunakan AI tanpa izin? Apakah kita boleh mengedit foto orang lain sesuka hati?
Menjawab hal ini, Dosen Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Universitas Sebelas Maret (UNS), Rosihan Ari Yuana, menjelaskan bahwa penggunaan foto orang lain tanpa izin merupakan tindakan yang tidak etis secara moral. “Secara etika jelas enggak boleh, karena itu tetap hak pribadi orang yang difoto,” ujarnya.
Selain aspek etika, ia juga menyoroti aturan hukum di Indonesia terkait hak cipta dan perlindungan data pribadi. “Pakai foto orang lain tanpa izin bisa melanggar privasi dan bisa dipermasalahkan kalau orangnya keberatan,” tambahnya.
Risiko dari Penggunaan Foto Tanpa Izin
Rosihan mengingatkan bahwa penggunaan foto orang lain tanpa seizin mereka bisa berdampak negatif yang cukup berisiko. Salah satunya adalah penyebaran hoaks. “Editan foto dengan AI bisa jadi hoaks, pencemaran nama baik, bahkan pencurian identitas,” jelasnya.
Konten palsu yang dibuat bisa membuat reputasi seseorang rusak, terutama jika foto mereka digunakan dalam situasi yang tidak benar. Hal ini menjadi perhatian serius, mengingat tren foto polaroid saat ini sangat populer dan mudah diakses oleh banyak orang.
Tips untuk Lebih Bijak Menggunakan AI dalam Konten
Dalam menghadapi tren ini, Rosihan mengimbau masyarakat agar lebih bijak dan bertanggung jawab dalam membuat konten. Tujuannya bukan hanya untuk kesenangan diri sendiri, tetapi juga untuk tidak merugikan orang lain.
“Jika mau ikut tren AI polaroid atau semacamnya, pastikan pakai foto sendiri atau foto orang yang sudah dikasih izin. Jangan unggah foto sensitif kita di sosmed atau internet,” sarannya.
Ia juga menyarankan untuk memberi ciri khas pada setiap konten foto yang dibuat. Misalnya, dengan menambahkan watermark. “Hal ini memberi tanda bahwa jika orang lain menggunakan foto hasil kreasi kita, maka ada tandanya.”
Foto yang tidak memiliki watermark cenderung lebih mudah diduplikasi dan disalahgunakan. “Jika tidak ada watermark itu berarti bukan asli dari kita, atau bisa juga batasi resolusi foto supaya tidak gampang disalahgunakan,” ujar Rosihan.
Peringatan untuk Warganet
Selain itu, ia juga memperingatkan warganet untuk tidak mengunggah foto close up atau dari jarak dekat. “Foto close up wajah lebih rentan disalahgunakan,” katanya.
Untuk menghindari risiko tersebut, Rosihan menyarankan agar foto diri yang diunggah di media sosial hanya dari jarak jauh. Dengan demikian, risiko penyalahgunaan foto dapat diminimalkan.
Tren penggunaan AI dalam mengedit foto memang menarik, tetapi harus diimbangi dengan kesadaran akan etika dan hukum. Dengan langkah-langkah sederhana seperti penggunaan watermark dan pemilihan foto yang tepat, kita bisa tetap menikmati tren ini tanpa merugikan orang lain.

