Jumat, Desember 5, 2025
BerandaUncategorizedBisakah AI Mengerti Perasaan Kita Seperti Terapis?

Bisakah AI Mengerti Perasaan Kita Seperti Terapis?

Chatbot AI yang Mengaku sebagai Terapis: Bahaya dan Kekhawatiran

Di tengah maraknya penggunaan chatbot berbasis kecerdasan buatan (AI), banyak pengguna kini bisa berbincang dengan berbagai karakter. Mulai dari peramal, penasihat gaya hingga tokoh fiksi favorit. Namun, di antara semua itu, muncul pula chatbot yang mengklaim dirinya sebagai “terapis” atau “pendengar setia.” Banyak dari mereka menawarkan dukungan emosional seolah-olah bisa menggantikan peran psikolog sungguhan.

Namun, apakah aman untuk curhat ke AI tentang masalah pribadi? Berikut penjelasannya.

Kekhawatiran terhadap Chatbot AI yang Mengaku sebagai Terapis

Belakangan ini, banyak chatbot berbasis AI mengklaim bisa memberikan terapi atau bantuan emosional. Namun, para psikolog dan lembaga perlindungan konsumen memperingatkan bahwa hal ini justru berpotensi membahayakan pengguna. Mereka khawatir bahwa chatbot ini bisa menyebabkan kerugian fisik maupun emosional pada pengguna.

Beberapa organisasi seperti Consumer Federation of America (CFA) bersama puluhan kelompok lain meminta lembaga seperti Federal Trade Commission (FTC) untuk menyelidiki perusahaan AI, termasuk Meta dan Character.AI. Mereka menuduh kedua perusahaan tersebut melakukan “praktik medis tanpa izin” melalui chatbot yang berpura-pura menjadi terapis.

Bahaya Mengandalkan AI sebagai Terapis

Masalah utama dari chatbot “terapis” adalah banyak di antaranya mengaku memiliki pelatihan profesional padahal tidak sama sekali. Chatbot tidak tunduk pada aturan etika seperti kerahasiaan pasien atau pengawasan lembaga perizinan. Ada laporan bahwa beberapa AI bahkan mengaku memiliki nomor lisensi palsu atau menyebut diri mereka terlatih secara profesional. Hal ini tentu menyesatkan pengguna yang sedang dalam kondisi rentan.

Selain itu, chatbot dirancang untuk membuat pengguna terus berbicara, bukan untuk memberikan perawatan psikologis yang aman. Alih-alih menantang pemikiran negatif atau memberi reality check seperti yang dilakukan terapis manusia, bot cenderung terlalu “menyenangkan” dan selalu setuju dengan pengguna. Padahal dalam terapi sungguhan, konfrontasi atau masukan yang jujur sering kali penting untuk proses pemulihan.

AI Tidak Bisa Menggantikan Hubungan Manusia dalam Terapi

Meski AI mampu meniru percakapan alami, ia tidak memiliki empati, konteks sosial, atau pendekatan terapeutik yang kompleks seperti manusia. Seperti dijelaskan oleh peneliti dari Carnegie Mellon University, AI tidak bisa “hadir secara emosional” dalam komunitas, tidak bisa membaca bahasa tubuh, dan tidak memahami nuansa sosial pasien. Intinya, kita mencoba menyelesaikan masalah terapi manusia dengan alat yang keliru.

Para ahli sepakat bahwa AI bisa menjadi alat bantu, tapi bukan pengganti. Ada chatbot yang memang dirancang khusus untuk mendukung kesehatan mental, seperti Wysa, Woebot, atau Therabot yang dikembangkan tim medis profesional. Namun, untuk kondisi serius, tetap disarankan menemui terapis atau psikolog sungguhan yang terlatih dan diawasi oleh lembaga resmi.

Cara Aman Menggunakan Chatbot AI

Jika Anda menggunakan chatbot untuk sekadar menenangkan diri atau menuangkan pikiran, tetaplah sadar bahwa AI bukan manusia. Chatbot hanya memproses data dan memberi respons berdasarkan pola bahasa, bukan pemahaman emosional. Hindari berbagi informasi pribadi yang sensitif, dan jangan mengandalkan saran AI untuk keputusan serius terkait kesehatan mental.

Apabila Anda merasa stres berat, cemas, atau punya pikiran untuk menyakiti diri sendiri, segera cari bantuan profesional. Jangan menggantungkan harapan hanya pada chatbot.

zonagadget
zonagadgethttps://www.zonagadget.co.id/
Berikan ilmu yang kamu punya, niscaya kamu akan mendapatkan yang lebih
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

New Post

Most Popular