Peran Teknologi dan Kecerdasan Buatan dalam Revisi UU Hak Cipta
Dalam upaya memperkuat sistem hukum hak cipta di Indonesia, isu terkait teknologi dan kecerdasan buatan (AI) menjadi fokus utama. Direktur Regional Confederation of Societies of Authors and Composers (CISAC) untuk Asia Pasifik, Benjamin Ng, menekankan pentingnya memasukkan aspek AI dan teknologi dalam proses revisi Undang-Undang Hak Cipta.
Pernyataan ini disampaikan saat Ben melakukan kunjungan ke kantor Menteri Hukum Republik Indonesia (Menkum RI), Supratman Andi Agtas. Dalam pertemuan tersebut, ia menegaskan bahwa isu-isu terkait AI tidak boleh dikesampingkan karena berpotensi mengubah dinamika pengelolaan hak cipta di era digital.
Menkum Supratman menyambut baik pendekatan ini. Ia menyatakan bahwa pihaknya terbuka untuk bekerja sama dengan berbagai pihak guna menciptakan regulasi yang lebih efektif dan adil. Menurutnya, penguatan ekosistem hak cipta nasional adalah bagian dari komitmen pemerintah dalam mendukung reformasi birokrasi, penataan regulasi, serta transformasi digital.
“Perlindungan hak cipta, distribusi digital, fair monetization, dan transparansi tata kelola royalti adalah isu mendesak,” ujar Supratman. Ia juga menekankan bahwa di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah berkomitmen pada integritas dan transparansi sebagai fondasi untuk memerangi korupsi sekaligus membangun sistem kreatif yang lebih kuat.
Protokol Jakarta: Langkah Menuju Keadilan Ekonomi Kreatif Global
Selain itu, Pemerintah Indonesia sedang menyiapkan inisiatif bernama Protokol Jakarta. Inisiatif ini bertujuan mewujudkan keadilan ekonomi kreatif global dengan mengusung model royalti digital yang adil dan transparan. Protokol Jakarta akan dibawa ke World Intellectual Property Organization (WIPO) sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam memastikan aturan internasional tidak hanya menguntungkan negara-negara maju dan platform global.
Supratman menjelaskan bahwa Protokol Jakarta juga berupaya melindungi kreator dari negara berkembang dan memastikan pembayaran royalti lintas negara lebih adil. “Ini adalah suara bagi keadilan kreator dunia, terutama dari negara berkembang,” tambahnya.
Pertemuan antara Menkum Supratman dan Benjamin Ng ditutup dengan komitmen bersama untuk memperkuat sistem royalti yang berintegritas, transparan, dan modern. Tujuannya adalah untuk membangun ekosistem kreatif yang berkeadilan, kredibel, dan berkelas dunia.
Transparansi dalam Pengelolaan Royalti
Sebelumnya, CISAC telah menyatakan siap membantu pemerintah dalam hal-hal terkait hak cipta, termasuk penerapan transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan royalti. Menkum Supratman menegaskan bahwa pihaknya sejalan dengan prinsip transparansi dalam pengelolaan royalti internasional.
Namun, ia juga mengakui bahwa masih banyak tantangan dalam tata kelola royalti di Indonesia. “Masalah ini akan kita benahi,” ujarnya. Menurut Supratman, Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) harus menyerahkan data hasil pengumpulan royalti kepada pemilik hak cipta dan pihak terkait. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari komplain yang sering terjadi sebelumnya.
Dengan komitmen yang kuat dari berbagai pihak, diharapkan sistem hak cipta di Indonesia dapat menjadi lebih adil, transparan, dan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif secara berkelanjutan.

