Penolakan terhadap Penggunaan Karya dengan Hak Cipta dalam Pelatihan AI
Sejumlah organisasi yang beranggotakan penerbit konten pop culture Jepang, termasuk Content Overseas Distribution Association (CODA), mengambil langkah tegas untuk menentang penggunaan karya dengan hak cipta dalam pelatihan kecerdasan buatan. Salah satu anggota CODA yang paling dikenal adalah Studio Ghibli, rumah produksi animasi ternama yang menciptakan film seperti Spirited Away dan My Neighbor Totoro. Mereka turut serta dalam pengiriman surat kepada OpenAI, karena merasa terdampak oleh produk AI generatif yang semakin berkembang.
Penggunaan generator gambar bawaan ChatGPT, yang diluncurkan pada Maret 2025, telah memicu banyak pengguna untuk menciptakan foto yang disesuaikan dengan gaya khas film-film Ghibli. Menurut laporan Tech Crunch pada Senin, 3 November 2025, CEO OpenAI Sam Altman bahkan pernah mengganti foto profil akun X-nya dengan gambar “versi Ghibli”. Hal ini menunjukkan seberapa besar pengaruh karya-karya Jepang terhadap teknologi AI yang dikembangkan oleh perusahaan tersebut.
Khawatir akan dampak dari penyebaran akses ke aplikasi dan generator video Sora milik OpenAI, CODA secara resmi meminta perusahaan tersebut tidak lagi menggunakan konten anime, komik, manga, game, atau bentuk media lainnya dalam proses pembelajaran AI. Permintaan ini bukan tanpa alasan. Sebelumnya, pendekatan OpenAI terhadap karya dengan hak cipta dikenal sebagai “ask forgiveness, not permission” — artinya mereka lebih memilih meminta maaf setelahnya, bukan meminta izin di awal. Pendekatan ini membuat pengguna bisa dengan mudah menciptakan foto dan video dari karakter berhak cipta, bahkan tokoh terkenal yang sudah wafat.
Keputusan untuk mematuhi atau mengabaikan permintaan ini sepenuhnya ada di tangan OpenAI. Jika perusahaan menolak, anggota CODA menyatakan akan menempuh jalur hukum, meskipun aturan mengenai penggunaan karya untuk pelatihan AI masih belum jelas di Amerika Serikat. Saat ini, belum banyak aturan yang bisa menjadi acuan dalam kasus seperti ini. Undang-undang hak cipta AS juga terakhir kali diperbarui pada tahun 1976. Baru-baru ini, seorang hakim federal William Alsup memutuskan bahwa perusahaan AI Anthropic tidak melanggar hukum ketika melatih modelnya menggunakan buku-buku berhak cipta. Namun, tetap saja ada konsekuensi denda karena Anthropic terbukti menyalin buku-buku tersebut secara ilegal.
Dalam pernyataan resmi, CODA menilai penggunaan karya untuk pelatihan AI sama saja dengan pelanggaran hak cipta di Jepang. “Di bawah sistem hak cipta Jepang, izin sebelumnya umumnya diwajibkan untuk menggunakan karya berhak cipta,” demikian bunyi pernyataannya. “Tidak ada mekanisme hukum yang memungkinkan seseorang terhindar dari tanggung jawab hanya dengan mengajukan keberatan setelahnya.”
Hayao Miyazaki, sosok kreatif utama di Studio Ghibli, belum memberikan komentar mengenai maraknya karya AI yang meniru gaya studionya. Namun, dia pernah bereaksi dan mengaku muak ketika melihat animasi 3D hasil kecerdasan buatan pada 2016. “Saya sama sekali tidak bisa menikmati hal semacam ini. Saya merasa ini adalah penghinaan terhadap kehidupan itu sendiri,” ujarnya. Perasaan ini mungkin mencerminkan kekhawatiran yang dialami oleh banyak seniman dan produser konten di Jepang terhadap penggunaan AI yang tidak memiliki batas.

