Jumat, Desember 5, 2025
BerandaUncategorizedKontroversi AI dan Kemiskinan: Dilema Etika Bantuan Dunia di Era 'Poverty Porn...

Kontroversi AI dan Kemiskinan: Dilema Etika Bantuan Dunia di Era ‘Poverty Porn 2.0’

Munculnya Kekhawatiran Etika dalam Penggunaan Gambar AI di Kampanye Bantuan

Seiring dengan perkembangan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI), banyak lembaga bantuan internasional kini menghadapi kritik tajam terkait penggunaan gambar yang dibuat secara digital. Gambar-gambar ini menampilkan penderitaan manusia seperti kemiskinan ekstrem, anak-anak, dan penyintas kekerasan seksual dalam berbagai kampanye media sosial. Praktik ini memicu pertanyaan serius tentang etika, bias rasial, serta cara yang salah dalam menggambarkan penderitaan manusia di ruang digital.

Gambar buatan AI ini, yang tampak nyata, kini banyak beredar di situs stok foto global dan digunakan oleh sejumlah organisasi nirlaba internasional. Fenomena ini dikenal sebagai “poverty porn 2.0”, yang menunjukkan bagaimana visual AI meniru bahasa visual kemiskinan yang umum digunakan dalam kampanye bantuan kemanusiaan. Noah Arnold dari lembaga etika visual Fairpicture di Swiss mengungkapkan bahwa tren ini semakin meluas. Ia menyebutkan bahwa gambar-gambar AI digunakan di mana-mana, baik oleh organisasi yang aktif maupun yang sedang bereksperimen.

Arsenii Alenichev dari Institute of Tropical Medicine di Antwerpen menambahkan bahwa gambar-gambar tersebut sering kali meniru pola visual kemiskinan dengan citra yang penuh stereotip dan mereduksi penderitaan manusia menjadi sekadar simbol. Menurut para ahli, penggunaan gambar sintetis ini dipicu oleh dua faktor utama: masalah biaya dan masalah persetujuan. Alenichev menjelaskan bahwa banyak organisasi kini mempertimbangkan citra buatan karena lebih murah dan tidak memerlukan izin dari subjek asli.

Selain itu, pemotongan anggaran bantuan Amerika Serikat juga turut memperburuk situasi ini. Hal ini mendorong berbagai lembaga mencari cara visual yang lebih efisien, meski menimbulkan dilema etika yang serius. Gambar-gambar bertema kemiskinan kini bertebaran di situs stok populer seperti Adobe dan Freepik, dengan keterangan seperti “anak di kamp pengungsi” atau “relawan kulit putih memberi konsultasi medis kepada anak-anak kulit hitam di desa Afrika.” Lisensi untuk gambar semacam itu bahkan dijual hingga sekitar £60 atau setara Rp1,3 juta.

Alenichev menegaskan bahwa gambar-gambar tersebut sangat rasialis dan seharusnya tidak pernah diizinkan terbit karena memperkuat stereotip paling buruk tentang Afrika atau India. CEO Freepik Joaquín Abela menanggapi kritik tersebut dengan menyatakan bahwa tanggung jawab etika ada di tangan pengguna, bukan penyedia platform. Ia menambahkan bahwa mereka berupaya menyeimbangkan keragaman, tetapi jika pasar global menginginkan citra tertentu, tidak ada yang benar-benar bisa menghentikannya.

Polemik ini memicu perdebatan panjang di kalangan lembaga kemanusiaan. Sebagian organisasi berargumen bahwa penggunaan gambar AI dapat melindungi identitas dan privasi subjek rentan. Namun, bagi banyak pengamat, hal itu justru mengaburkan realitas dan berpotensi memperkuat bias sosial. Kate Kardol, konsultan komunikasi lembaga swadaya masyarakat, menyatakan bahwa menyedihkan bahwa perjuangan untuk representasi etis kini juga harus diperluas hingga ke dunia yang tidak nyata.

Beberapa lembaga internasional telah mengambil langkah korektif. Misalnya, Plan International kini melarang penggunaan AI untuk menggambarkan anak-anak secara individual setelah kampanye video mereka pada 2023 memicu kritik luas. Lembaga tersebut menyatakan bahwa mereka telah mengadopsi pedoman baru untuk memastikan privasi dan martabat anak-anak tetap terlindungi.

Fenomena “poverty porn 2.0” ini menandai babak baru hubungan antara teknologi dan kemanusiaan. Di satu sisi, AI menawarkan efisiensi. Namun di sisi lain, hal ini menghadirkan bahaya manipulasi visual yang mengikis empati dan memperkuat ketimpangan persepsi global tentang kemiskinan. Dalam konteks itulah, ketika batas antara kenyataan dan konstruksi digital semakin kabur, tanggung jawab etis lembaga bantuan dunia menjadi pertaruhan utama. Keaslian, transparansi, dan penghormatan terhadap martabat manusia kini menjadi tantangan mendasar dalam memastikan bahwa kemajuan teknologi tidak mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri.

zonagadget
zonagadgethttps://www.zonagadget.co.id/
Berikan ilmu yang kamu punya, niscaya kamu akan mendapatkan yang lebih
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

New Post

Most Popular