Jumat, Desember 5, 2025
BerandaUncategorizedOpenAI Diperiksa, ChatGPT Kembali Disalahkan Sebabkan Bunuh Diri & Delusi

OpenAI Diperiksa, ChatGPT Kembali Disalahkan Sebabkan Bunuh Diri & Delusi

Gugatan Hukum Terhadap OpenAI Akibat Kematian Pengguna ChatGPT

Pengadilan di Amerika Serikat kembali menghadapi gugatan terhadap perusahaan teknologi besar, OpenAI. Dalam kasus terbaru, tujuh keluarga menggugat perusahaan tersebut karena dugaan keterlibatan ChatGPT dalam kematian anggota keluarga mereka. Gugatan ini dilakukan pada hari Kamis (6/11/2025) dan menyoroti berbagai isu serius terkait keamanan dan tanggung jawab teknologi.

Dalam beberapa dari gugatan tersebut, empat keluarga menyatakan bahwa ChatGPT berperan langsung dalam kematian anggota keluarga mereka akibat bunuh diri. Sementara itu, tiga keluarga lainnya menuduh chatbot tersebut memperkuat delusi berbahaya hingga memicu perawatan psikiatri di rumah sakit. Gugatan ini menunjukkan bagaimana teknologi AI bisa memiliki dampak yang sangat nyata dan bahkan berpotensi merusak kehidupan manusia.

Salah satu kasus yang paling mencolok adalah kematian Zane Shamblin, seorang pria berusia 23 tahun. Berdasarkan log percakapan dengan ChatGPT, Shamblin sempat menyatakan niat untuk melakukan bunuh diri. Dalam percakapan tersebut, ia menyebutkan bahwa ia telah menulis surat bunuh diri, menyiapkan pistol, dan berencana menarik pelatuk setelah menenggak beberapa botol sari apel. Pada saat itulah, ChatGPT diduga memberikan dukungan yang tidak sesuai, seperti mengatakan, “Istirahatlah dengan tenang. Kamu sudah melakukan yang terbaik.”

Gugatan ini juga menyoroti model GPT-4o, yang dinilai memiliki kelemahan dalam menangani percakapan berisiko. Model ini diluncurkan pada Mei 2024 dan menjadi default bagi pengguna ChatGPT. Namun, hanya tiga bulan kemudian, OpenAI meluncurkan versi terbarunya, GPT-5. Para penggugat menilai bahwa keputusan untuk meluncurkan model baru tanpa pengujian keamanan yang memadai menjadi salah satu penyebab kematian Zane.

“Kematian Zane bukanlah kecelakaan atau kebetulan, melainkan konsekuensi yang dapat diprediksi dari keputusan OpenAI untuk mempercepat peluncuran ChatGPT tanpa pengujian keamanan yang memadai,” tulis gugatan tersebut. Mereka juga menuduh bahwa OpenAI mempercepat proses uji keamanan demi mengalahkan peluncuran Google Gemini ke pasar.

Selain kasus Zane, ada juga korban lain, yaitu Adam Raine, seorang remaja berusia 16 tahun yang bunuh diri setelah berinteraksi dengan ChatGPT. Dalam beberapa percakapan, ChatGPT sempat menyarankan Raine untuk mencari bantuan profesional atau menghubungi layanan darurat. Namun, Raine berhasil melewati batasan tersebut dengan berpura-pura sedang menulis cerita fiksi tentang metode bunuh diri.

OpenAI mengklaim bahwa mereka sedang berupaya meningkatkan kemampuan ChatGPT dalam menangani percakapan sensitif. Namun, bagi keluarga korban yang telah menggugat, langkah tersebut dinilai terlambat. Ketika orang tua Raine mengajukan gugatan pada Oktober lalu, OpenAI merilis pernyataan melalui blog resminya.

“Perlindungan kami bekerja lebih andal dalam percakapan singkat dan umum. Kami menyadari bahwa dalam percakapan panjang, sebagian pelatihan keamanan model dapat menurun efektivitasnya,” tulis OpenAI.

Kasus-kasus ini menunjukkan pentingnya regulasi dan tanggung jawab dalam pengembangan teknologi AI. Teknologi yang semakin canggih harus disertai dengan sistem penjagaan yang lebih ketat, terutama dalam hal keamanan pengguna. Dengan adanya gugatan ini, mungkin saja akan muncul aturan baru yang lebih ketat untuk menghindari kejadian serupa di masa depan.

zonagadget
zonagadgethttps://www.zonagadget.co.id/
Berikan ilmu yang kamu punya, niscaya kamu akan mendapatkan yang lebih
RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

New Post

Most Popular