Pertumbuhan Pasar Keamanan Siber di Indonesia yang Menjanjikan
Pasar keamanan siber di Indonesia menunjukkan potensi pertumbuhan yang sangat pesat. Hal ini didorong oleh semakin masifnya transformasi digital dan meningkatnya ancaman serangan siber di berbagai sektor. Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan perlindungan data dan sistem digital semakin mendesak.
Menurut pendiri Indonesia Cyber Security Hub, Alex Budiyanto, nilai pasar keamanan siber nasional diperkirakan akan melonjak dari US$ 2,39 miliar pada tahun 2024 menjadi US$ 6,5 miliar pada tahun 2032. Angka ini menunjukkan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 21,1% per tahun. Di tingkat global, pasar keamanan siber juga diproyeksikan tumbuh dengan laju rata-rata 14,56% per tahun, dari US$ 219,67 miliar pada 2025 menjadi US$ 623,47 miliar pada 2034.
Faktor utama yang mendorong pertumbuhan pasar domestik adalah penerapan regulasi seperti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) dan kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mewajibkan perusahaan memperkuat perlindungan data digital. Selain itu, ekspansi perusahaan teknologi lokal juga selaras dengan permintaan pasar yang meningkat pesat, terutama untuk solusi Cloud Computing dan Zero Trust.
Faktor Pendukung Pertumbuhan
Selain regulasi, beberapa faktor lain turut menjadi katalis pertumbuhan sektor keamanan siber. Migrasi masif ke sistem cloud computing, penerapan kecerdasan buatan (AI), serta meningkatnya konektivitas internet of things (IoT) memberikan kontribusi signifikan. Teknologi-teknologi ini memicu peningkatan kebutuhan akan solusi keamanan yang lebih canggih dan efektif.
Secara sektoral, industri perbankan, keuangan, dan asuransi (BFSI) masih menjadi pengadopsi terbesar solusi keamanan siber. Hal ini disebabkan oleh karakter data yang sangat sensitif serta ketatnya regulasi dalam sektor tersebut. Di sisi lain, sektor pemerintahan dan layanan publik menjadi target utama serangan siber, sementara telekomunikasi, e-commerce, dan manufaktur juga menunjukkan lonjakan permintaan akibat tingginya volume transaksi digital dan konektivitas sistem industri berbasis IoT.
Tantangan yang Dihadapi
Meskipun prospek industri ini menjanjikan, perusahaan lokal masih menghadapi sejumlah tantangan. Meski unggul dalam pemahaman regulasi nasional, fleksibilitas harga, dan layanan yang lebih personal, kemampuan teknologi dalam negeri masih bergantung pada kolaborasi dengan vendor global. Defisit tenaga ahli keamanan siber juga menjadi masalah krusial. Saat ini, Indonesia kekurangan lebih dari 70.000 profesional siber, sementara kebutuhan pekerja digital secara keseluruhan dapat mencapai 9 juta orang pada 2030.
Selain itu, keterbatasan anggaran TI, terutama di kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), menghambat adopsi solusi keamanan yang memadai. Di sisi lain, ancaman siber semakin kompleks, dengan serangan berbasis AI, ransomware, hingga supply chain attack yang terus meningkat.
Prospek yang Menggiurkan
Meski begitu, prospek industri keamanan siber tetap sangat menjanjikan. Dengan ekonomi digital Indonesia yang diperkirakan mencapai US$ 360 miliar pada 2030, permintaan terhadap solusi keamanan berbasis cloud, AI, dan Zero Trust akan terus meningkat. Perusahaan teknologi lokal memiliki peluang besar untuk memenuhi kebutuhan pasar ini, terutama jika mampu meningkatkan kapasitas teknologi dan sumber daya manusia.

