Ancaman Penyadapan dalam RUU KUHAP yang Menimbulkan Kontroversi
Di tengah berbagai perubahan hukum yang terjadi di Indonesia, muncul kekhawatiran dari kalangan masyarakat khususnya generasi muda mengenai undang-undang yang seharusnya menjadi pelindung justru bisa menjadi ancaman. Hal ini memicu pertanyaan besar tentang apakah hukum di negara ini benar-benar menjadi tuntunan atau malah menjadi tuntutan yang tidak terduga.
Salah satu contohnya adalah RUU KUHAP yang kini sedang dalam proses pengesahan. Dalam RUU tersebut, ada pasal yang memungkinkan aparat untuk melakukan penyadapan, hal ini menimbulkan ketakutan dan kebingungan bagi banyak warga, termasuk Soraya (19 tahun), seorang generasi Z yang merasa terancam dengan adanya aturan ini.
Soraya mengungkapkan bahwa dirinya merasa khawatir karena belum paham bagaimana prosedur penyadapan dilakukan dan kondisi apa saja yang bisa membuat seseorang disadap. Ia juga menyebutkan bahwa perangkat digital yang digunakan memiliki data pribadi yang sensitif, sehingga jika disadap, bisa sangat berbahaya.
Pasal 36 Ayat (1) dalam RUU KUHAP menyatakan bahwa penyidik dapat melakukan penyadapan untuk kepentingan penyidikan. Namun, Undang-Undang Penyadapan sendiri belum disusun, sehingga muncul pertanyaan: bagaimana penyidik bisa melaksanakan penyadapan tanpa dasar hukum yang jelas?
Menurut Agustinus Pohan, ahli hukum pidana dari Universitas Katolik Parahyangan, penyadapan saat ini hanya diperbolehkan untuk beberapa tindak pidana tertentu seperti korupsi. Ia juga menilai bahwa proses penyusunan KUHAP kurang melibatkan generasi muda, sehingga ia mendorong Gen Z untuk aktif menyampaikan pendapat mereka selama proses penyusunan UU penyadapan.
Selain itu, Haris Rafi, ahli IT dari Universitas Bakrie, menjelaskan bahwa penyadapan bisa terjadi melalui berbagai cara, seperti SMS, chat aplikasi, telepon, maupun Wi-Fi publik yang tidak aman. Bahkan, penyadapan berbasis perangkat seperti spyware juga bisa mengganggu privasi pengguna, bahkan membaca pesan, mengakses lokasi, dan menyalakan kamera serta mikrofon secara diam-diam.
Untuk menghindari risiko penyadapan, Haris memberikan beberapa tips proteksi digital. Pertama, pastikan perangkat menggunakan PIN atau password yang kuat. Kedua, aktifkan pembaruan sistem dan aplikasi secara otomatis. Ketiga, hanya instal aplikasi dari platform resmi. Selain itu, gunakan password yang berbeda untuk setiap layanan dan aktifkan autentikasi dua faktor.
Haris juga menyarankan untuk waspada terhadap link atau tautan yang tidak jelas sumbernya dan hindari penggunaan Wi-Fi publik untuk aktivitas sensitif. Ciri-ciri umum perangkat yang terkena sadap antara lain sering panas, boros baterai, dan munculnya aplikasi asing.
Dari penjelasan para ahli tersebut, terlihat bahwa perlindungan diri harus dilakukan oleh diri sendiri. Masyarakat, terutama generasi muda, perlu aktif menyuarakan pendapat mereka mengenai RUU KUHAP agar aturan yang dihasilkan lebih baik dan menjaga hak-hak pribadi. Di samping itu, perlindungan digital juga bisa dilakukan dengan langkah-langkah sederhana namun efektif.
Jadi, jangan mudah lengah dengan dunia digital. Ingatlah bahwa kita yang mengendalikan teknologi, bukan sebaliknya.

