Perselisihan Hak Cipta Antara Disney dan Google
Disney, salah satu perusahaan hiburan terbesar di dunia, telah mengirimkan surat resmi kepada Google yang dikenal sebagai surat cease-and-desist. Dalam surat tersebut, Disney menuduh Google melanggar hak cipta dalam skala besar, khususnya melalui penggunaan layanan kecerdasan buatan (AI) seperti model AI Gemini. Menurut Disney, teknologi AI dari Google telah menyalin dan memproses karya-karya berhak cipta tanpa izin, lalu mendistribusikan hasilnya kepada publik.
Menurut laporan, Disney menyebut Google sebagai “mesin penjual otomatis” yang mampu menciptakan kembali karakter-karakter milik Disney. Bahkan, beberapa dari hasil AI ini diberi label Gemini, sehingga tampak seperti disetujui oleh Disney. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa karya-karya populer seperti Frozen, The Lion King, Moana, The Little Mermaid, serta waralaba Marvel, Star Wars, dan The Simpsons menjadi korban pelanggaran.
Disney juga memberikan contoh gambar yang diklaim berasal dari sistem AI Google. Pernyataan ini datang setelah sebelumnya Disney mengirimkan surat serupa kepada Meta dan Character.AI, serta menggugat Midjourney dan Minimax karena dugaan pelanggaran hak cipta.
Tanggapan Google
Google merespons tuduhan Disney dengan menegaskan bahwa mereka menggunakan data dari web publik dan menyediakan kontrol tambahan terkait hak cipta dalam ekosistemnya. Termasuk dalam hal ini adalah fitur Google-extended dan YouTube Content ID. Google juga menyatakan bahwa mereka memiliki hubungan yang lama dengan Disney dan akan terus berdialog untuk menyelesaikan masalah ini.
Seorang juru bicara Google mengatakan, “Kami akan terus berkomunikasi dengan Disney.” Pernyataan ini disampaikan pada Jumat (12/12/2025). CEO Disney, Bob Iger, menyatakan bahwa perusahaan telah lama menyampaikan kekhawatiran tentang potensi pelanggaran dalam sistem AI Google. Namun, karena tidak ada kemajuan yang signifikan, Disney akhirnya mengirimkan surat peringatan resmi.
Permintaan Disney
Disney menuntut Google untuk segera menghentikan penggunaan karakter-karakter berhak cipta dalam output AI. Selain itu, perusahaan juga meminta Google menerapkan langkah teknis agar pelanggaran ini tidak terulang lagi. Ini menunjukkan bahwa perselisihan antara Disney dan Google tidak hanya tentang isu hukum, tetapi juga tentang bagaimana AI dapat digunakan secara etis dan bertanggung jawab.
Masa Depan Kecerdasan Buatan dan Hak Cipta
Masalah ini menjadi semakin penting seiring berkembangnya teknologi AI. Banyak perusahaan teknologi dan konten mulai menghadapi tantangan dalam menjaga keseimbangan antara inovasi dan perlindungan hak cipta. Kasus Disney dan Google mungkin menjadi contoh awal dari banyak perselisihan serupa di masa depan.
Dengan semakin banyaknya penggunaan AI dalam berbagai industri, penting bagi perusahaan untuk memastikan bahwa penggunaan data dan karya seni dilakukan dengan benar dan adil. Tidak hanya untuk menjaga reputasi, tetapi juga untuk membangun kepercayaan publik terhadap teknologi yang semakin mengubah dunia.
Kesimpulan
Perselisihan antara Disney dan Google menunjukkan betapa kompleksnya isu hak cipta dalam era AI. Meski Google membela diri dengan alasan penggunaan data publik dan kontrol hak cipta, Disney tetap bersikeras bahwa tindakan mereka melanggar aturan. Masalah ini bisa menjadi batu loncatan untuk pembahasan lebih lanjut mengenai regulasi dan etika penggunaan AI di masa depan.

